Selasa, 05 Oktober 2010

KONSEP PERUBAHAN

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kosep Perubahan
Perubahan bisa terjadi setiap saat, dan merupakan proses yang dinamik serta tidak dapat dielakkan. Berubah berarti beranjak dari keadaan yang semula. Tanpa berubah tidak ada pertumbuhan dan tidak ada dorongan.
2.1.1 Pengertian Perubahan
(Atkinson,1987 dan Brooten,1978 dalam Nurhidiyah, 2003 : 1), menyatakan defenisi perubahan yaitu: merupakan kegiatan atau proses yang membuat sesuatu atau seseorang berbeda dengan keadaan sebelumnya dan merupakan proses yang menyebabkan perubahan pola perilaku individu atau institusi. Ada empat tingkat perubahan yang perlu diketahui yaitu pengetahuan, sikap, perilaku, individual, dan perilaku kelompok. Setelah suatu masalah dianalisa, tentang kekuatannya, maka pemahaman tentang tingkat-tingkat perubahan dan siklus perubahan akan dapat berguna.
2.1.2 Langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengelola perubahan

(1) Unfreezing: suatu proses penyadaran tentang perlunya, atau adanya kebutuhan untuk berubah
(2) Changing: langkah tindakan, baik memperkuat driving forces maupun memperlemah resistences, dan
(3) Refreesing: membawa kembali kelompok kepada keseimbangan yang baru (a new dynamic equilibrium).
Pada dasarnya perilaku manusia lebih banyak dapat dipahami dengan melihat struktur tempat perilaku tersebut terjadi daripada melihat kepribadian individu yang melakukannya. Sifat struktural seperti sentralisasi, formalisasi dan stratifikasi jauh lebih erat hubungannya dengan perubahan dibandingkan kombinasi kepribadian tertentu di dalam organisasi. Langkah dari perubahan tersebut yaitu adanya kesadaran,
2.1.3 Teori-teori perubahan

1. Teori Lippit (1958)

Tahap-tahap perubahan adalah sebagai berikut:

a) Tahap inisiasi keinginan untuk berubah,
b) Penyusunan perubahan pola relasi yang ada,
c) Melaksanakan perubahan,
d) Perumusan dan stabilisasi perubahan, dan
e) Pencapaian kondisi akhir yang dicita-citakan.
2. Teori Rogers
Teori Rogers tergantung pada lima faktor yaitu :
a) Perubahan harus mempunyai keuntungan yang berhubungan, menjadi lebih baik dari metode yang sudah ada
b) Perubahan harus sesuai dengan nilai-nilai yang ada, tidak bertentangan.
c) Kompleksitas ide-ide yang lebih komplek bisa saja lebih baik dari ide yang sederhana asalkan lebih mudah untuk dilaksanakan.
d) Dapat dibagi, perubahan dapat dilaksanakan dalam skala yang kecil.
e) Dapat dikomunikasikan, semakin mudah perubahan digunakan maka semakin mudah perubahan disebarkan.

3. Teori Spradley
Spradley menegaskan bahwa perubahan terencana harus secara konstan dipantau untuk mengembangkan hubungan yang bermanfaat antara agen berubah dan sistem berubah. Berikut adalah langkah dasar dari model Spradley:
a) Mengenali gejala
b) Mendiagnosis masalah
c) Menganalisa jalan keluar
d) Memilih perubahan
e) Merencanakan perubahan
f) Melaksanakan perbahan
g) Mengevaluasi perubahan
h) Menstabilkan perubahan
2.1.4 Perubahan perilaku
Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut amat kompleks sehingga kadang-kadang kita tidak sempat memikirkan penyebab seseorang menerap-kan perilaku tertentu. Karena itu amat penting untuk dapat menelaah alasan dibalik perilaku individu, sebelum ia mampu mengubah perilaku tersebut.
Model perilaku, “Health belief Model” didasarkan atas 3 faktor esensial ;
1. Kesiapan individu intuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu penyakit atau memperkecil risiko kesehatan.
2. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah perilaku.
3. Perilaku itu sendiri.
Ketiga faktor diatas dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kepribadian dan lingkungan individu, serta pengalaman berhubungan dengan sarana dan petugas kesehatan.
Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku adalah perilaku itu sendiri yang dipengaruhi oleh karakteristik individu, penilaian individu terhadap perubahan yang di tawarkan, interaksi dengan petugas kesehatan yang merekomen-dasikan perubahan perilaku, dan pengalaman mencoba merubah perilaku yang serupa.


 Tujuan
Tujuan pendekatan ini untuk mendorong individu untuk menjalankan perilaku sehat, dimana ini bertujuan untuk meningkatkan kesehatan. Merubah perilaku sehat merupakan bagian dari pendidikan kesehatan. Dapat dikatakan bahwa orang akan membuat kemajuan yang nyata untuk kesehatan mereka dengan memilih untuk merubah gaya hidup mereka. Mengubah gaya hidup bisa dengan mengubah cara makan dengan diet yang sehat. Alasan mengapa orang tidak memilih diet yang sehat, karena kurangnya pengetahuan, kemampuan diri, faktor ekonomi, pilihan ortu, kurangnya ketersediaan makanan sehat di toko local, kurangnya fasilitas untuk memasak. Jelas terlihat bahwa disini adanya hubungan yang kompleks antara perilaku individu dan faktor social serta lingkungan. Perilaku mungkin respon dari suatu kondisi dimana orang tinggal dan penyebab dari kondisi tersebut, seperti pengangguran, kemiskinan, ini adalah kontrol diluar individu.
 Metode
Pendekatan perubahan perilaku dengan melihat dari aktivitas yang dikerjakan oleh pimpinan tim kesehatan untuk promosi kesehatan. Dengan mengajurkan orang untuk berhenti dari merokok, melakukan diet sehat dan mengerjakan latihan regular, pendekatan ini ditargetkan kepada individu. Tim kesehatan mengedukasikan klien mereka tentang kesehatan melalui penyampaian informasi atau konseling. Pendidikan pasien tentang kondisi atau obat mungkin dicari untuk memastikan pemenuhan kebutuhan. Untuk itu dilakukan intervensi guna memenuhi kebutuhan klien.
 Evaluasi
Evaluasi pada intervensi promosi kesehatan di rancang untuk merubah perilaku yang akan muncul menjadi latihan yang sederhana. Apakah perubahan perilaku sehat terjadi setelah intervensi? Tapi disana ada dua masalah pokok: perubahan mungkin hanya menjadi nyata setelah waktu yang lama dan ini mungkin sulit untuk memisahkan beberapa perubahan sebagai akibat untuk intervensi promosi kesehatan.

2.1.5 Perubahan Sosial

 Tujuan

Pendekatan ini sering dikatakan sebagai promosi kesehatan yang radikal, pengetahuan yang penting dari lingkungan sosio-ekonomi di dalam menentukan kesehatan. Fokus ini adalah pada ketentuan atau level lingkungan dan tujuannya adalah untuk membawa perubahan di lingkungan fisik, sosial, dan ekonomi dimana akan berdampak pada promosi kesehatan.

 Metode

Perubahan sosial atau pendekatan radikal ditargetkan kepada individu dan populasi dan mencakup metode dari bekerja. Meskipun itu mungkin konsultasi yang meyebar luas, perubahan diharapkan menyeluruh dengan organisasi dan membutuhkan komitmen dari level tertinggi. Sebagai contoh dari ketentuan atau kebijakan untuk mencapai implementasi yang sukses, bagaimananpun, ini harus didukung oleh masyarakat yang memiliki kesadaran betapa pentingnya ini.

 Evaluasi

Evaluasi pada pendekatan perubahan lingkungan meliputi hasil seperti perubahan legislative, organisaional, atau perubahan yang berkaitan dengan peraturan dimana mempromosikan kesehatan, seperti: ketetapan area bermain yang aman atau meningkatkan ketetapan aturan area dilarang merokok pada tempat publik.

2.2 Kolaborasi
Kolaborasi adalah melakukan kerjasama.Kerjasama disini dilakukan oleh perawat dengan pihak-pihak lain yang dapat berpengaruh dan membantu keberhasilan promosi kesehatan.Kolaborasi dapat berupa ajakan untuk ikut melakukan langsung promosi kesehatan maupun dengan melakukan kerjasama dalam hal memberikan fasilitas atau sarana dan prasarana.Contoh dari kolaborasi yang mengajak terjun langsung, misalnya melakukan kolaborasi dengan keluarga untuk mengajak putra-putrinya rajin menggosok gigi setiap setelah makan dan sebelum tidur. Sedangkan contoh kolaborasi yang bekerjasama untuk memfasilitasi, misalnya kolaborasi dengan Pemda setempat guna penyediaan gedung pertemuan untuk mengadakan seminar kesehatan.
Sasaran dari promosi kesehatan tidak hanya individu, tetapi juga keluarga dan masyarakat dan komunitas.Sesuai dengan definisi dari kolaborasi itu sendiri, yaitu melakukan kerjasama, kegiatan promosi kesehatan ini melibatkan berbagai pihak yang dapat membantu melancarkan usaha promosi kesehatan, sehingga usaha tersebut lebih berhasil guna dan memperoleh hasil yang diharapkan sesuai tujuan diadakannya promosi kesehatan. Adapun pihak-pihak yang dapat berkolaborasi untuk melakukan usaha promosi kesehatan itu antara lain:
a) Tenaga atau Ahli Kesehatan Lain
Tenaga atau ahli kesehatan yang dimaksud disini adalah dokter, ahli gizi, terapis, psikolog, dan tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit. Kolaborasi yang dapat dilakukan adalah kerjasama yang yang saling melengkapi pada saat perawat memberikan promosi kesehatan kepada klien. Baik dengan melakukan konsultasi terkait promosi yang akan dilakukan maupun tenaga atau ahli kesehatan tersebut dihadirkan sebagai narasumber sehingga informasi yang disampaikan akurat dan dapat meraih hati klien atau massa.
b) Keluarga
Keluarga merupakan orang terdekat dari klien atau individu dan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap individu. Hal ini disebabkan karena keluarga merupakan tempat dimana individu tumbuh dansalam system keluarga terdapat orang yang sangat berpengaruh, dihormati dan mampu mempengaruhi anggota yang lain, misalnya orang tua.
c) Orang-Orang lain yang Berpengaruh bagi Individu
Orang lain yang berpengaruh adalah orang yang mendukung baik dukungan moril, material, maupun emosional dengan klien untuk mempertahankan kesehatannya, misalnya teman, atasan dan sebagainya.
d) Penyelenggara Layanan Kesehatan
Salah satu contoh penyelenggara layanan kesehatan adalah puskesmas.Puskesmas ini merupakan unit penyelenggara layanan yang memiliki peran sangat besar dalam memberikan layanan kesehatan di daerah-daerah, bahkan hingga daerah pelosok pedesaan.Sehingga puskesmas memiliki peran yang dominan dalam pengobatan dan pemberian informasi bagi masyarakat di daerah pedesaan karena merupakan akses yang paling strategis untuk menyampaikan informasi kesehatan.
e) Organisasi Masyarakat Informal dan Formal
Contoh organisasi masyarakat informal dan formal antara lain ; TP-PKK, kelompok pengajian, kelompok arisan, dasa wisma,dan lain-lain. Perawat dapat berkolaborasi dengan organisasi tersebut untuk melakukan promosi kesehatan, misalnya meminta waktu untuk memberikan promosi kesehatan di dalam forum tersebut. Forum tersebut merupakan forum yang sering menjadi tempat berkumpul sekelompok orang.
f) Tokoh Masyarakat atau Agama yang Memiliki Pengaruh dalam Masyarakat
Tokoh masyarakat atau agama merupakan sosok seseorang yang dihormati, disegani, dan menjadi panutan dalam masyarakat. Perawat dapat meyakinkan dahulu tokoh masyarakat atau agama itu terlebih dahulu. Apabila si tokoh sudah dapat diajak, maka masyarakatnya akan mengikuti sehingga promosi itu dapat dilakukan dengan lebih mudah. Selain itu, dengan memegang si Key Person, perawat juga dapat meminta waktu kepada tokoh masyarakat tersebut untuk memberikan promosi kesehatan dalam forum yang dihadiri oleh beliau dan didatangi oleh banyak individu. Selain itu, perawat juga dapat meminta beliau untuk memasukkan pendidikan kesehatan dalam forum yang dihadirinya dan ia menjadi pembicara. Pendidikan kesehatan dapat dijadikan tema dalam penyampaian ceramahnya.
g) Pemerintah dan Unit di bawahnya
Pemerintah disini tidak hanya pemerintah pusat, tapi juga cabang-cabangnya, seperti pemerintah di tingkat provinsi,kabupaten,kecamatan, hingga desa. Kolaborasi dengan pemerintah dan atau unit di bawahnya dapat dilakukan dalam hal sarana maupun akses untuk melakukan promosi itu sendiri kepada masyarakat, misalnya dengan mempermudah mengurus ijin tempat penyelenggaraan promosi, penyediaan tempat dan sarana kegiatan, maupun dukungan dengan membuat iklan layanan masyarakat yang mendukung program promosi kesehatan yang sedang dilakukan.

2.2.1 Manfaat melakukan Kolaborasi
Seorang praktisi kesehatan akan melakukan kolaborasi dalam melakukan promosi kesehatan. Dengan melakukan kolaborasi akan diperoleh kemudahan seperti sumber yang lebih akurat dan dapat lebih menarik klien.Misalnya dengan melakukan promosi kesehatan tentang bahaya mengkonsumsi makanan yang tinggi kandungan kolesterol dengan mengundang ahli gizi atau dokter.
Selain itu, pelaksana promkes dimudahkan dalam sarana dan prasarana serta akses untuk melakukan kolaborasi.Contohnya, pemerintah membuat iklan layanan masyarakat mengenai bahaya kanker rahim yang ditayangkan di media elektronik dan cetak. Sehingga promosi kesehatan yang dilakukan akan lebih berhasil dan efektif.

2.2.2 Hambatan dalam Melakukan Kolaborasi
Kolaborasi bukan merupakan hal yang mudah sehingga dalam pelaksanaannya akan mengalami hambatan-hambatan. Hambatan yang kemungkinan ada pada suatu kolaborasi antara lain:
a) Kurangnya komitmen dari pelaku kolaborasi sehingga tidak solid dalam pelaksanannya, perbedaan pandangan
b) Kurangnya keahlian yang sesuai,
c) Kurangnya tukar-menukar pikiran maupun pendapat dan tujuan yang telah didapat
d) Keluarnya partner di tengah proses promosi kesehatan yang sedang dilakukan
Kolaborasi dilakukan dengan dasar suka sama suka dan pada dasarnya memang kolaborasi ini membutuhkan sumbangsih dan peran dari semua pihak agar usaha promosi kesehatan dapat tercapai sesuai tujuan yang diharapkan,Semakin banyak pihak yang masuk dan berkolaborasi akan menambah informasi dan memudahkan usaha promosi kesehatan.

2.3 Kemitraan
2.3.1 Pengertian Kemitraan
Kemitraan adalah upaya yang melibatkan berbagai sektor, kelompok masyarakat, lembaga pemerintah maupun bukan pemerintah, untuk bekerjasama dalam mencapai suatu tujuan bersama berdasarkan kesepakatan prinsip dan peran masing-masing. Untuk membangun sebuah kemitraan harus didasarkan pada hal-hal berikut:
a) Kesamaan perhatian atau kepentingan
b) Saling mempercayai dan saling menghormati
c) Tujuan jelas dan terukur
d) Kesedian untuk berkorban baik waktu, tenaga, maupun sumber daya yang lain.
2.3.2 Prinsip Kemitraan
Dalam membangun sebuah kemitraan kita harus mempunyai prinsip. Prinsip kemitraan itu adalah sebagai berikut:
a) Persamaan (equity)
Dalam kemitraan asas demokrasi harus dijunjung, tidak boleh satu anggota memaksakan kehendak kepada yang lain karena merasa lebih tinggi, dan tidak adanya dominasi terhadap yang lain.
b) Keterbukaan (transparancy)
Keterbukaan maksudnya adalah apa yang menjadi kekuatan atau kelebihan dan apa yang menjadi kekurangan atau kelemahan masing-masing anggota harus diketahui oleh anggota yang lain.
c) Saling menguntungkan (mutual benefit)
Menguntungkan disini bukan dilihat dari materi atau uang melainkan lebih kepada nonmateri. Saling menguntungkan disini lebih dilihat dari kebersamaan atau sinergis dalam mencapai tujuan bersama.
2.3.3 Landasan Dalam Kemitraan
Untuk mencapai kemitraan yang baik dan sesuai maka kemitraan harus mempunyai landasan dalam kemitraan. Landasan dalam kemitraan adalah sebagai berikut:
a) Saling memahami kedudukan, tugas dan fungsi masing2 (structure)
b) Saling memahami kemampuan masing-masing anggota (capacity)
c) Saling menghubungi (linkage)
d) Saling mendekati (proximity)
e) Saling terbuka dan bersedia membantu (openes)
f) Saling mendorong dan saling mendukung (synergi)
g) Saling menghargai (reward)
Dalam kemitraan ada tiga institusi kunci organisasi pokok yang terlibat didalamnya. Ketiga institusi pokok tersebut adalah:
a) Unsur Pemerintah ( Sektor kesehatan, pendidikan, industri, dll)
b) Unsur Swata (Kalangan bisnis, pengusaha, dll)
c) Unsur organisasi nonpemerintah (LSM, organisasi masa, dll)

2.3.4 Tahapan Kemitraan
Untuk membangun kemitraan kesehatan diperlukan tahapan. Ada tiga tahapan dalam kemitraan adalah sebagai berikut:
a) Tahap pertama adalah tahap lintas program di lingkungan sektor kesehatan sendiri : direktorat promosi kesehatan, lingkungan gizi.
b) Tahap kedua adalah kemitraan lintas sektor di lingkungan institusi pemerintahan : departemen kesehatan, pendidikan nasional
c) Tahap ketiga adalah membangun kemitraan yang lebih luas, lintas program, lintas sektor, lintas bidang, dan lintas organisasi, yang mencakup:
 Unsur pemerintah
 Unsur dunia usaha
 Unsur LSM dan organisasi masa
 Unsur organisasi profesi
Kemitraan bukanlah sebuah output atau tujuan, bukan pula sebuah proses, namun adalah suatu sistem. Kemitraan adalah sebuah sistem yakni :
a. Input
Input sebuah kemitraan adalah semua sumber daya yang dmiliki oleh masing-masing unsur yang terjalin dalam kemitraan, terutama sumber daya manusia, dan sumber daya yang lain seperti dana, sistem informasi, teknologi.
b. Proses
Proses pada kemitraan pada hakikatnya adalah kegiatan-kegiatan untuk membangun
c. Output
Adalah terbentuknya jaringan kerja atau neworking, aliansi, forum, dan sebagainya yang terdiri dari berbagai unsur.
d. Outcome
Outcome adalah dampak dari kemitraan terhadap peningkatan kesehatan masyarakat. Outcome kemitraan adalah menurunnya angka atau indikator kesehatan (negatif), misalnya menurunkan angka orang kesakitan atau angka kematian. Atau meningkatnya indikator kesehatan (positif), misalnya meningkatnya ststus gizi anak balita.
2.3.5 Model-Model Kemitraan
Dari berbagai pengalaman pengembangan kemitraan di sektor kesehatan yang ada, secara umum model kemitraan dikelompokan menjadi dua yaitu:
a) Model I
Model kemitraan ini paling sederhana, karena dalam bentuk jaring kerja (networking) saja. Masing-masing mitra atau institusi telah mempunyai program sendiri mulai dari merencanakannya, melaksanakan, dan mengevaluasinya. Karena adanya persamaan pelayanan atau arakteristik yang lain diantara mereka, maka terbentuklah jarring kerja. Sifat kemitran ini disebut koalisi, misalnya: Koalisi Indonesia Sehat Forum Promosi Kesehatan Indonesia.
b) Model II
Kemitraan model ini lebih solid, masing-masing mitra punya tanggung jawab yang lebih besar terhadap program atau kegiatan bersama. Sehingga visi misi dan kegiatan-kegiatan dalam mencapai tujuan kemitraan harus direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi bersama. Contoh: Gerakan Terpadu Nasional TB Paru, dan Gebrak Malaria
Salah satu contoh empiris tentang keberhasilan pendekatan kemitraan di Indonesia sendiri adalah pelaksanaan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) untuk Polio 1996/1997. Dengan pendekatan pola kemitraan antara pemerintahan (sector kesehatan dan sector lain yang terkait), dunia usaha (sector swasta), LSM Kesehatan, organisasi profesi, maka pelaksanaan PIN tersebut berhasil dengan baik dan memperoleh perhargaan dari WHO.
Langkah-langkah penanggulangan kemitraan:
a) Melakukan identifikasi stakeholder (mitra dan pelaku potensial)
b) Membangun kerjasama antarmitra kerja dalam upaya mencapai tujuan
c) Memadukan sumber daya yang tersedia
d) Melaksanakan kegiatan terpadu
e) Menyelenggarakan pertemuan berkala untuk perencanaan, pemantauan, penilaian, dan pertukaran informasi.

2.4 Motovasi
2.4.1 Definisi Motivasi
Motiv atau motivasi berasal dari kata Latin moreve yang berarti dorongan dari dalam diri manusia untuk bertindak atau berperilaku.
Dalam Soekidjo Notoatmodjo (2007), disebutkan bahwa banyak batasan pengertian tentang motivasi antara lain sebagai berikut:
a) Pengertian motivasi seperti yang dirumuskan Terry G (1986) adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan (perilaku).
b) Stooner (1992) mendefinisikan bahwa motivasi adalah sesuatu hal yang menyebabkan dan yang mendukung tindakan atau perilaku seseorang.
c) Dalam konteks pengembangan organisasi, Flippo (1984) merumuskan bahwa motivasi adalah suatu arahan pegawai dalam suatu organisasi agar mau bekerja sama dalam mencapai keinginan para pegawai dalam rangka pencapaian keberhasilan organisasi.
d) Dalam konteks yang sama (pengembangan organisasi), Duncan (1981) mengemukakan bahwa motivasi adalah setiap usaha yang didasarkan untuk mempengaruhi perilaku seseorang dalam meningkatka tujuan organisasi semaksimal mungkin.
e) Knootz (1972) merumuskan bahwa motivasi mengacu pada dorongan dan usaha untuk memuaskan kebutuhan atau suatu tujuan.
f) Hasibuan (1995) merumuskan bahwa motivasi adalah suatu perangsang keinginan (want) dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang dan setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai.
Dapat disimpulkan bahwa motivasi pada dasarnya merupakan interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapinya. Atau dengan kata lain, motivasi adalah suatu alasan (reasoning) seseorang untuk bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
2.4.2 Teori Motivasi
1. Teori McClelland
McClelland mengatakan bahwa dalam diri manusia ada dua motivasi, yakni motivasi primer dan sekunder.
a) Motiv primer/ motiv yang tidak dipelajari
Motiv primer atau motiv yang tidak dipelajari ini secara alamiah timbul pada setiap manusia secara biologis. Motiv ini mendorong seseorang untuk terpenuhinya kebutuhan biologisnya misalnya makan, minum, seks, dan kebutuhan biologis lain.
b) Motiv sekunder / motiv yang dipelajari melalui pengalaman serta interaksi
Motiv sekunder sering disebut motiv sosial. Motiv sekunder adalah motiv yang ditimbulkan karena dorongan dari luar akibat interaksi dengan orang lain atau interaksi sosial. Motiv sosial dibedakan menjadi 3 motiv yakni:
 Motiv untuk berprestasi (need for achievement)
 Sebagai dorongan untuk sukses dalam situasi kompetisi yang didasarkan kepada ukuran “keunggulan” disbanding dengan standar ataupun orang lain.
 Motiv untuk berafiliasi (need for affiliation)
 Untuk mewujudkan “disenangi orang lain” maka setiap perbuatannya atau perilakunya adalah meru[akan alat atau media untuk membentuk, memelihara, diterima, dan bekerja sama dengan orang lain.
 Motiv untuk berkuasa (need for power)
 Motiv berkuasa adalah untuk mempengaruhi dan menguasai orang lain. Motiv ini adalah berusaha mengarahkan perilaku seseorang untuk mencapai kepuasan melalui tujuan tertentu, yakni kekuasaan dengan jalan mengontrol atau menguasai orang lain.
2. Teori McGregor
McGregor menyimpulkan teoti motivasi dalam teori X dan Y. Teori X yang bertolak dari pandangan klasik ini bertolak dari anggapan bahwa:
a) Pada umumnya manusia itu tidak senang bekerja.
b) Pada umumnya manusia cenderung sesedikit mungkin melakukan aktuvitas atau bekerja.
c) Pada umumnya manusia kurang berambisi.
d) Pada umumnya manusia kurang senang apabila diberi tanggung jawab, melainkan suka diatur dan diarahkan.
e) Pada umumnya manusia bersifat egois dan kurang acuh terhadap organisasi.
Sedangkan teori Y yang bertumpu pada pandangan atau pendekatan baru ini beranggapan bahwa:
a) Pada dasarnya manusia itu tidak pasif, tetapi aktif.
b) Pada dasarnya manusia itu tidak malas kerja, tapi suka bekerja.
c) Pada umumnya manusia dapat berprestasi dalam menjalankan pekerjaannya.
d) Pada umumnya manusia selalu berusaha mencapai sasaran atau tujuan organisasi.
e) Pada umumnya manusia itu selalu mengembangkan diri untuk mencapai tujuan atau sasaran.
3. Teori Herzberg
Menurut teori ini, ada dua faktor yang mempengaruhi seseorang dalam tugas atau pekerjaannya, yakni:
a) Faktor-faktor penyebab kepuasan (satisfier) atau faktor motivasional.
Apabila kepuasan kerja dicapai dalam pekerjaan,maka akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat bagi seorang pekerja, dan akhirnya dapat menghasilkan kinerja yang tinggi. Faktor motivasional (kepuasan) ini mencakup:
• Prestasi (achievement)
• Penghargaan (recognition)
• Tanggung jawab (responsibility)
• Kesempatan untuk maju (possibility of growth)
• Pekerjaan itu sebdiri (work)
b) Faktor-faktor penyebab ketidakpuasan (dissatisfaction) atau faktor hygiene.
Faktor ini menyangkut kebutuhan akan pemeliharaan atau maintenance factor yang merupakan hakikat manusia yang ingin memperoleh kesehatan badaniah. Faktor higienis yang menimbulkan ketidakpuasan kerja ini antara lain:
• Kondisi kerja fisik (physical environment)
• Hubungan interpersonal (interpersonal relationship)
• Kebijakan dan Administrasi perusahaan (company and administration policy)
• Pengawasan (supervision)
• Gaji (salary)
• Keamanan kerja (job security)
2.4.3 Motivasi dan Perilaku Kerja
Kinerja atau kerja, menurut Maier (1965) dalam Soekidjo Notiatmodjo (2007) adalah kesuksesan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan yang dibebankannya. Dalam Soekidjo Notiatmodjo (2007), Gilbert (1977) juga mendefinisikan bahwa kinerja adalah apa yang dapat dikerjakan oleh seseorang sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Menurut Gibson (1977) faktor-faktor yang menentukan kinerja seseorang dikelompokkan menjadi 3 faktor utama, yakni:
a) Variable, individu, yang terdiri dari: kemampan dan keterampilan, pengalaman kerja, latar belakang keluarga, tingkat sos-ek, dan faktor demografi (umur, jenis kelamin, etnis, dsb).
b) Variable organisasi, yang antara lain terdiri dari: kepemimpinan, dsain pekerjaan, sumber daya yang lain, struktur organisasi, dan sebagainya.
c) Variable psikologis, yang terdiri dari persepsi terhadap pekerjaan, sikap terhadap pekerjaan, motivasi, kepribadian, dan sebagainya.
Sedangkan menurut Stoner (1981) kinerja seorang karyawan atau tenaga kerja dipengaruhi oleh: motivasi, kemampuan, faktor persepsi. Baik Gibson maupun Stoner berpendapat bahwa motivasi adalah merupakan faktor yang berpengaruh dalam kinerja seorang karyawan atau tenaga kerja (Soekidjo, 2007).
Menurut Hasibuan (2003) dalam Soekidjo (2007), motivasi di dalam suatu organisasi mempunyai maksud dan tujuan yang sangat luas dalam rangka pengembangan organisasi tersebut, antara lain sebagai berikut:
a) Mendorong gairah dan semangat kerja pegawai atau karyawan.
b) Meningkatkan kepuasan kerja karyawan, yang akhirnya akan meningkatkan kinerjanya.
c) Meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
d) Meningkatkan loyalitas dan integritas karyawan.
e) Meningkatkan kedisiplinan karyawan.
f) Meningkatkan absensi (kehadiran kerja karyawan).

2.4.3 Intervensi Motivasi Kerja
Kebanyakan orang berpendapat bahwa gaji atai intensif adalah alat yang paling ampuh untuk meningkatkan motivasi kerja. Namun hal itu tersebut bukan satu cara yang dapat ditempuh dalam meningkatkan motivasi kerja dalam rangka mencapai kinerja organisasi yang lebih baik antara sebagai berikut (Bachtiar Zainudin 1976):
a) Komunikasi
Untuk mengetahui peran setiap anggota keluarga dalam organisasi satu dengan lainnya dalam mencapai tujuan organinasi perlu adanya komunikasi terbuka. Komunikasi ini harus dibuka kesemua jalur atau ke semua arah. Komunikasi bukan hanya terjadi antara bawahan dan atasannya (vertical) tapi juga di antara karyawan itu sendiri (horizontal). Dengan adanya komunikasi yang baik dan kondusif dapat memotivasi untuk berkinerja dengan baik pula.
b) Orientasi
Ada 2 orientasi dalam meningkatkan kinerja yaitu orientasi kepada pegawai/karyawan (alirannya disebu organistik) dan orientasi pada pekerjaan (alirannya disebut mekanistik). Dalam meningkatkan motivasi kerja, kedua orientasi ini tidak boleh dipertentangkan tetapi harus diseimbangkan. Karena apabila terlalu berorientasi kepada pegawai, akan terjadi penyimpangan dari ukuran kinerja (tidak objektif). Sebaliknya apabila terlalu berorientasi pada pekerjaan akan terjadi kehilangan aspek-aspek kemanusiaan dalam menyelesaikan pekerjaan.
c) Pengawasan
Pengawasan/supervise oleh atasan terhadap bawahannya adalah alat untuk memotivasi kerja karyawan apabila cara-caranya tepat.tetapi apabila supervise dilakukan dengan cara yang salah, misalnya dengan marah-marah, maka akan melemahkan semangat karyawan. Supervisi yang baik adalah santun melihat kinerja karyawan, memberikan bimbingan, arahan, dan konsultasi terhadap tugas bawahannya. Karyawan di dorong melaksanakan tugasnya atas dasar kemauan dan prakarsanya sendiri bukan karena intruksi oleh atasan.
d) Pengakuan
Pengakuan berupa penghargaan pimpinan organisasi terhadap karyawan merupakan dorongan semangat kerja. Perhargaan bukan dalam bentuk materi saja, tetapi juga dalam bentuk non materi seperti surat penghargaan, pujian lisan, kunjungan atasan kepada bawahannya secara informal dan sebagainya. Pengakuan dalam bentuk penghargaan terhadap karyawan juga dapat menimbulkan perasaan betapa pentingnya karyawan tersebut dalam organisasi dan menimbulkan “rasa berhasil” bagi yang bersangkutan.
e) Partisipasi
Pemimpin yang baik dalam organisasi selalu mengambil keputusan yang menyangkut bawahannya hendaknya melibatkan karyawan sebanyak mungkin (tidak harus semua). Partisipasi karyawan dalam pengmbilan keputusan ini penting, karena para karyawan akan merasa ikut memiliki tanggung jawab terhadap organisasi tersebut dan selanjutnya dapat meningkatkan motivasi kerja.
f) Kompetisi
Melalui kompetisi setiap karyawan akan berusaha memperbaiki kinerja atau prestasi masing-masing. Dengan suasana kerja yang kompetitifdi dalam suatu organisasi akan meningkatkan motivasi kerja yang tinggi. Sebaliknya kompetisi yang tidak sehat akan menimbulkan ketegangan di antara karyawan dan akhirnya akan menurunkan kinerja karyawan.
g) Delegasi
Pelimpahan wewenang tertentu oleh atasan kepada bawahannya di dalam suatu organisasi adalah bentuk kepercayaan yang diberikan kepada karyawan tertentu. Dengan diperolehkan kepercayaan itu, maka karyawan akan merasa bahwa ia mampu melaksanakan tugas yang diberikan dan selanjutnya ia merasa percaya diri. Dengan adanya percaya diri akan menimbulkan semangat kerja yang tinggi. Akan tetpi, pemberian wewenang ini harus disertai pengawasan, sebab apabila tidak, wewenang yang diberikan tersebut akan disalahgunakan.
h) Intergritas
Suatu organisasi mempunyai visi, misi dan tujuan serta strategi untuk mencapai visi, misi dan tujuan tersebut. Kepentingan-kepentingan pribadi semua karyawan harus diintergrasikan guna mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu, seorang pimpinan mempunyai kewajiban utnuk menumbuhkan intergritas organisasi yang tinggi pada semua karyawannya. Apabila semua karyawan mempunyai integritas yang tinggi akan mendorong kinerja semua karyawan.
2.4.4 Metode dan Alat Motivasi Kerja
Ada beberapa metode untuk meningkatkan motivasi kerja, yaitu:
a) Metode Langsung (Direct Motivation)
Pemberian materi atau non materi kepada karyawan secara langsung untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan dapat meningkatkan morivasi kerja, misalnya pemberian bonus, pemerian hadiah pada waktu karyawan ulang tahun atau pada hari raya dan sebagainya. Sedangkan pemberian non materi yaitu memberikan pujian, meberikan penghargaan dan tanda-tanda kehormatan lainnya.
b) Metode Tidak Langsung ( Indirect Motivation)
Suatu kewajiban memberikan kepada karyawan berupa fasilitas atau sarana-sarana penunjang kerja atau kelancaran tugas. Dengan adanya sarana dan prasarana akan merasa dipermudah tugasnya dan mendorong karyawan semangat bekerja. Peningktan motivasi tidak langsung misalnya ruang kerja yang nyaman, kursi kerja yang empuk, tersedianya alat komunikasi dan sebagainya.
Alat motivasi kerja dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
a) Materi
Motivasi materil diberikan kepada karyawan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi yang berupa uang atau barang ayng mempunyai nilai jual. Misalnya kendaraan dinas atau rumah dinas, disamping gaji yang cukup dan bonus yang berupa uang.
b) Non materi
Non materi adalah motivasi yang diberikan tidak berupa uang , tetapi pemberian sesuatu yang hanya memberikan kepuasan atau kebanggaankepada karyawan. Misalnya: medali, pilala dan sebagainya.


c) Kombinasi Materi dan Non materi
Alat motivasi ini kedua-duanya. Di samping fasilitas yang diterima, bonus yang diterima, karyawana juga memperoleh penghargaan berupa piagam atau mendali dan sebagainya
2.4.5 Model-Model Motivasi Kerja
Dilihat dari orientasi peningkatan motivasi kerja dalam organisasi kerja , para ahli mengelompokkanya kedalam suatu model motivasi kerja, yaitu:
a) Model Tradisional
Model ini menekankan bahwa untuk memotivasi bawahan agar mereka meningkatkan kinerjanya, perlu pemberian isentif berupa materi bagi karyawan yang mempunyai prestasi tinggi atau kinerja baik. Karyawan yang mempunyai prestasi makin baik maka makin sering karyawan itu mendapat insentif.
b) Model Hubungan Manusia
Untuk meningkatkan motivasi kerfja karyawan, perlu memperhatikan kebutuhan social mereka. meyakinkan kepada karyawan bahwa setiap karyawan penting dan berguna bagi organisasi. Model ini lebih menenkankan memberikan kebebasan berpendapat, berkreasi, dan berorganisasi.
c) Model Sumber Daya Manusia
Menurut model ini, setiap manusia cenderung untuk mencapai kepuasan dari prestasi yang dicapai dan prestasi yang baik itu merupakan tanggung jawabnya sebagai karyawan. Untuk itu, perlu memberikan tanggung jawab dan kesempatan seluas-luasnya bagi mereka. Motivasi dan gairah kerja akan meningkat kika kepada mereka diberikan kepercayaan dan kesempatan untuk membuktikan kemampuannya.
Memberikan penghargaan atau hukuman dapat dipandang sebagai upaya peningkatan motivasi kerja. Dipandang dari segi ini, motivasi dapat dibedakan menjadi 2, sebagai berikut:
a) Motivasi Positif
Pimpinan memberikan hadiah kepada bawahannya yang berprestasi dan kinerjanya baik, dapat berupa materi atau nonmateri.
b) Motivasi negatif
Pimpinan memberikan hukuman kepada bawahannya yang kurang berprestasi atau kinerjanya rendah berupa teguran-teguran yang mempunyai efek “takut” pada karyawan akan pemecatan atau penurunan pangkat dan sebagainya.
2.5 Pemberdayaan
2.5.1 Pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan masyarakat adalah suatu upaya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemepuan masyarakat dalam mengenal, mengatasi, memelihara, melindungi dan meningkatkan kesejahteraan kesehatan mereka sendiri. Di bidang kesehatan, pemberdayaan masyarakat adalah upya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemepuan dalam memelihara dan meningktakan kesehatan.
Departemen Kesehatan juga menyebutkan bahwa pemberdayaan kesehatan adalah upaya fasilitasi yang bersifat nonkonstruktif guna meningktakan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan, dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat dan fasilitas yang ada, baik dari instansi lintas sektoral maupun LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan tokoh masyarakat. Pemberdayaan masyarakat pada akhirnya akan menghasilkan kemandirian masyarakat. Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat merupakan proses dan kemandirian adalah hasilnya. Oleh sebab itu kemandirian masyrakat dapat diartikan sebagai kemampuan masyarakat untuk mengidentifikasi masalah, merencanakan dan melakukan pemecahan masalahnya dengan memanfaatkan potensi setempat tanpa tergantung pada bantuan pihak luar.
Dari pengertian di atas, dapat diuraikan bahwa tujuan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Tumbuhnya kesadaran, pengetahuan dan pemehaman akan kesehatan bagi individ, kelompok, atau masyarakat.
2. Timbulnya kemauan atau kehendak ialah sebagai bentuk lanjutan dari kesdaran dan pemahaman terhadap objek, dalam hal ini kesehatan.
3. Timbulnya kemampuan masyarakat dibidang kesehatan, berarti masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, telah mampu mewujudkan kemauan atau niat kesehatan mereka dalam bentuk tindakan atau perilaku sehat.
Masyarakat yang mampu atau mandiri dalam bidang kesehatan apabila:
1. Mampu mengenali masalah kesehatan dan factor-faktor yang mempengaruhi masalah-masalah kesehatan, terutama di lingkungan atau masyarakat setempat.
2. Mampu mengatasi masalah-masalah kesehatan mereka secara mendiri.
3. Mampu memelihara dan melindungi diri, baik individual, kelompok ataupun masyarakat dari ancaman-ancaman kesehatan.
4. Mampu meningkatkan kesehatan, baik individual, kelompok, ataupun masyarakat.
2.5.2 Prinsip Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat pada prinsipnya menumbuhkan kemampuan masayarakat dari dalam masayarakat itu sendiri. Pemberdayaan V bukan sesuatu yang di tanamkan atau dicangkokkan dari luar masyarakat yang bersangkutan. Pemberdayaan masayarakat adalah proses, “dari, oleh, untuk” masayarakat itu sendiri, berdasarkan kemampuan sendiri. Pada umumnya prinsip-prinsip masyarakat itu adalah:
1. Menumbuhkembang kan potensi masayarakat
2. Mengembangkan gotong-royong masayarakat
3. Menggali kontribusi masayarakat
4. Menjalin kemitraan
5. Desentralisasi
Dari prinsip-prinsip diatas dapat dilihat bahea petugas atau provider kesehatan dalam pemberdayaan masayarakat di bidang kesehatan adalah bekerjasama dengan masyarakat (work with the community), bukan bekerja untuk masayarakat (work for the community). Oleh sebab itu, peran petugas kesehatan adalah:
1. Memfasilitasi masayarakat terhadap kegiatan-kegiatan atau program-program pemberdayaan.
2. Memotivasi masyarakat untuk bekerja sama atau bergotong royong dalam melaksanakan kegiatan atau program bersama untuk kepentingan bersama dalam masayarakat tersebut.
3. Mengalihkan pengetahuan, keterampilan, dan teknologi kepada masayarakat
2.5.3 Ciri Pemberdayaan Masyarakat
Suatu kegiatan atau program dapat dikategorikan ke dalam pemberdayaan masyarakat apabila kegiatan tersebut tumbuh dari bawah dan nonkonstruktif serta dapat memperkuat, meningkatkan, atau mengembangkan potensi masyarakat setempat, guna mencapai tujuan yang diharapkan. Bentuk-bentuk pengembangan potensi masyarakat tersebut macam-macam, antara lain sebagai berikut:
1. Tokoh atau Pemimpin Masyarakat (community leaders)
2. Organisasi Masyarakat (community organization)
3. Pendanaan Masyarakat (community fund)
4. Materian Masyarakat (community material)
5. Pengetahuan Masyarakat (community knowledge)
6. Teknologi Masyarakat (community technology)

2.5.4 Indikator Hasil Pemberdayaan Masyarakat
Untuk mengukur keberhasilan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan masyarakat, dapat menggunakan indicator yang mengacu kepasa pendekatan system, sebagai berikut:
1. Input
a) Sumber daya manusia, yakni tokoh atau pemimpin baik tokoh formal ataupun informal yang berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat
b) Besarnya dana yang digunakan dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat yang bersangkutan, baik dana yang berasal dari kontribusi setempat, maupun dari luar tersebut.
c) Bahan-bahan, alat-alat atau materi lain yang digunakan untuk menyokong atau untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat tersebut.
2. Proses
a) Jumlah penyuluhan kesehatan dilaksanakan di masyarakat yang bersangkutan
b) Frekuensi dan jenis pelatihan di laksanakan di masyarakat yang bersangkutan dalam rangka pemberdayaan masyarakat.
c) Jumlah tokoh atau kader kesehatan yang telah diintervensi atau dilatih sebagai motivator atau penggerak pemberdayaan masyarakat
d) Pertemuan-pertemuan masyarakat dalam rangka perencanaan atau pengambilan keputusan untuk kegiatan pemecahan masalah masyarakat setempat.
3. Output
a) Jumlah atau jenis UKBM (upaya kesehatan yang bersumber daya masyarakat) misalnya, Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa, Dana Sehat, dan sebaginya.
b) Jumlah orang atau anggota masyarakat yang telah meningkat pengetahuan dan perilakunya tentang kesehatan.
c) Jumlah anggota keluarga yang mempunyai usaha untuk meningkatkan pendapatan keluarga (income generating)
d) Meningkatnya fasilitas-fasilitas umun di masyarakat.
4. Outcome
a) Menurunnya angka kesakitan di masyarakat
b) Menurunnya angka kematian umum dalam masyarakat
c) Menurunnya angka kelahiran di masyarakat
d) Meningkatnya status gizi anak balita dalam masyarakat

1 komentar: