Minggu, 10 Oktober 2010

Hambatan dalam Komunikasi

I.Pendahuluan
Komunikasi adalah instrumen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk melakukan kontak dengan orang lain karena komunikasi dilakukan oleh seseorang setiap hari baik disadari maupun tidak. Di dunia kesehatan, terutama pada saat menghadapi klien, seorang perawat juga harus mengadakan suatu komunikasi agar informasi yang ada dapat tersampaikan dengan baik. Terutama informasi yang berkenaan dengan kebutuhan klien akan asuhan keperawatan yang akan diberikan. Oleh karena itu, komunikasi adalah faktor yang paling penting , yang digunakan untuk menetapkan hubungan antara perawat dengan klien.
Namun, seringkali informasi yang seharusnya sampai kepada orang yang membutuhkan, ternyata terputus di tengah jalan akibat tidak efektifnya suatu komunikasi yang dilakukan. Pada komunikasi terapeutik antara perawat dengan klien, hal tersebut dapat mungkin terjadi karena disebabkan oleh berbagai hal. Hal –hal tersebut tidak hanya berasal dari klien saja, tetapi juga dapat disebabkan oleh pola komunikasi yang salah yang dilakukan oleh perawat. Komunikasi yang tidak efektif juga dapat disebabkan kegagalan pada proses komunikasi itu sendiri. Kegagalan itu dapat terjadi pada saat pengiriman pesan, penerimaan pesan, serta pada kejelasan pesan itu sendiri (Edelman, 2002).
II. Isi Materi
Secara umum, hambatan komunikasi yang terjadi antara perawat dengan klien dapat dibagi menjadi tiga jenis utama, yakni hambatan fisik, hambatan psikologi, dan hambatan semantik/ bahasa.
A. Hambatan Fisik
Hambatan jenis ini biasanya disebabkan karena keterbatasan fisik atau berkurangnya kerja sistem tubuh sehingga berpengaruh terhadap proses komunikasi yang dilakukan antara perawat dengan klien. Terdapat beberapa hambatan fisik, antara lain :
1. Keterbatasan Fungsi Alat Indera
Kemampuan mendengar, melihat, merasakan, dan membaui adalah elemen yang penting dalam berkomunikasi bagi seorang manusia. Gangguan pada indera-indera yang memiliki fungsi tersebut tentunya dapat menghambat proses komunikasi. Misalnya pada klien yang mengalami ketidakmampuan mendengar, klien tersebut tidak akan menerima pesan suara secara baik dan akurat. Begitu juga dengan klien yang mengalami keterbatasan dalam penglihatannya, mereka akan sulit untuk mengadakan komunikasi secara visual.
2. Kemampuan kognitif
Hambatan yang lain adalah berkurangnya kemampuan kognitif yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti faktor genetis, dampak suatu penyakit, dan lain sebagainya. Kurangnya kemampuan dalam hal kognitif dapat berpengaruh terhadap kemampuan untuk berbicara seperti terbatasnya penggunaan dan pemakaian kosakata, atau bahkan orang tersebut tidak dapat memahami suatu pembicaraan.
3. Keterbatasan Struktur Tubuh
Adanya kelainan pada daerah oral, rongga nasal, dan sistem respirasi dapat mengubah kemampuan seseorang dalam kejelasan berbicara dan kecepatan merespon secara spontan. Misalnya pada klien yang mengalami dispnea yang berat, hal tersebut tentunya akan mengubah pada pola berbicara.
4. Kelumpuhan
Hambatan jenis ini adalah hanbatan yang paling besar yang dapat berakibat pada berkurangnya kemampuan klien dalam melakukan proses berkomunikasi. Perawat harus dapat menentukan cara komunikasi yang efektif sesuai dengan kemampuan yang dimiliki klien.
B. Hambatan Psikologis
Perawat juga harus mempertimbangkan apakah klien menderita penyakit psikologis atau depresi karena kedua hal tersebut dapat mempengaruhi kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif. Perawat harus dapat menentukan apakah klien mengalami gangguan psikologis sehingga dapat menghambat berjalannya proses komunikasi antara perawat dengan klien.
C. Hambatan Semantik
Hambatan dalam hal bahasa seringkali dapat ditemukan dalam proses komunikasi. Hambatan ini dapat disebabkan karena perbedaan bahasa yang digunakan antara klien dengan perawat. Hal ini dapat ditemukan pada daerah-daerah terpencil dimana perawatnya berasal dari kota besar atau daerah yang lain.



Pada komunikasi terapeutik, juga dapat ditemukan beberapa hambatan yang dapat mengganggu berlangsungnya proses komunikasi yang afektif dan akurat. Terdapat tiga jenis hambatan utama dalam komunikasi terapeutik antara perawat dengan klien yakni resisten, transferens, dan kontratransferens. Sedangkan C.L Edelman menambahkan tiga faktor yang lain yakni kegelisahan, sikap, dan kesenjangan hubungan antara perawat dengan klien.
1. Resisten
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab kegelisahan yang dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau penghindaran verbalisasi yang dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah aspek diri seseorang. Resisten sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resistens biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah.
2. Transferens
Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan mekanisme pertahanan yang maladaptif. Transferens dapat meliputi semua perasaan yang dirasakan klien yang dapat diklasifikasikan sebagai perasaan positif (cinta, sayang, atau hormat) dan perasaan negatif (marah, ketidaksukaan, atau frutrasi).Terdapat dua tipe transferens yang biasanya menjadi masalah dalam hubungan terapeutik antara klien dengan perawat. Pertama adalah tipe permusuhan, baik internal maupun eksternal.Secara internal,klien akan mengalami rasa marah dan ketidaksukaan yang sangat berlebihan. Ini dapat merupakan ekspressi dari rasa depresi atau kecewa yang dirasakan klien namun klien hanya menunjukkan hal tersebut dalam batas perubahan sikap yang ia lakukan. Sedangkan jika eksternal, maka klien akan melakukan kritik penentangan, dan lain sebagainya yang ia sampaikan secara langsung pada perawat. Tipe yang kedua adalah reaksi ketergantungan. Jenis ini memiliki karakteristik dimana klien akan menjadi pribadi yang patuh layaknya seorang bawahan, berusaha meniru seperti perawat, dan lain sebagainya.



3. Kontertranferens
Kontertransferens yaitu hambatan dalam komunikasi terapeutik yang dibuat oleh perawat dan bukan oleh klien. Konterrtransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi ini biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat cemas sering kali digunakan sebagai respon terhadap resisten klien.
4. Kegelisahan
Hambatan ini dapat dirasakan oleh perawat atau klien. Kegelisahan atau ketegangan ini akan semakin meninggi selama proses komunikasi dan dapat mengakibatkan tejadinya ganggguan dalam proses komunikasi itu sendiri. Banyak hal yangdapat menyebabkan terjadinya kegelisahan seperti suasana yang tidak akrab, sikap yang terlalu kaku, dan lain sebagainya.
5. Sikap
Sikap yang bias dan stereotip dapat membatasi perawat dan klien untuk membentuk hubungan yang baik. Biasanya salah satu diantara kedua belah pihak menunjukkan sikap yang buruk sehingga membuat pihak lain tidak merasa nyaman jika berkomunikasi dengan orang tersebut.
6. Kesenjangan Antara Perawat dan Klien
Kesenjangan yang dimaksud di sini adalah berbagai perbedaan yang ada antara diri perawat dengan klien yang dapat mengganggu berjalannya proses komunikasi. Perbedaan tersebut antara lain adalah perbedaan usia, jenis kelamin, agama, suku, kewarganegaraan, latar belakang sosial-ekonomi, bahasa, dan lain sebagainya.Perbedaan tersebut tentunya dapat menyebebkan adanya perbedaan persepsi, cara pandang, dan hal-hal yang berkaitan dengan itu semua.
III. Kaitan dengan Pemicu
Pada pemicu 1, perawat A, laki-laki,umur 24 tahun, suku jawa, mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengan salah satu kliennya, yakni Ny. S yang baru melakukan mastektomi. Ny. S sering diam jika bertemu dengan perawat A, bahkan memalingkan mukanya sebagai tanda penolakan terhadap kedatangan perawat A. Jika dilihat, perawat A dan Ny. S mendapatkan berbagai hambatan sehingga proses komunikasi yang dilakukan tidak berjalan dengan semestinya.Hubungan antara perawat A dan Ny. S yang tidak baik dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti kesenjangan antara perawat dengan klien, sikap, serta adanya resisten dan transferens pada diri klien.
Pada kasus Ny. S ini, beliau baru saja melakukan mastektomi karena sebuah alasan medis. Pasca operasi, Ny. S belum terbiasa dengan keadaan yang ada pada dirinya, apalagi beliau adalah seorang wanita. Kemungkinan untuk terjadinya depresi atau sejenisnya dapat terjadi. Selain itu, perbedaan jenis kelamin antara klien dan perawat ternyata dapat menimbulkan hambatan tersendiri. Ny. S mungkin malu jika dirawat oleh perawat A, ditambah lagi masalah kesehatan yang dialamainya adalah hal yang cukup krusial bagi seorang wanita.Kecanggungan, rasa malu, rasa tertekan dan masih belum percaya dengan keadaan yang terjadi membuat Ny. S akhirnya resisten dan cenderung transferens terhadap perawat A. Hal ini ditunjukkan dengan sikap penolakannya terhadap kehadiran perawat A. Ny. S juga menunjukkan sikap ketidaksukaannya pada perawat A dengan diam dan memalingkan muka jika bertemu dengan perawat tersebut. Hal itu mungkin terjadi sebagai bentuk ekspresi dari rasa ketidaksukaannya, rasa malu, dan tertekan.
Selain itu, akibat perbedaan jenis kelamin, umur, dan lain sebagainya. Hal itu dapat memungkinkan terjadinya perubahan sikap antara perwat dengan klien. Hubungan akan terkesan kaku sehingga proses komunikasi tidak dapat berjalan dengan baik.Hal itu merupakan hambatan tersendiri bagi proses komunikasi antara perawat dengan klien.
IV. Daftar Pustaka
Dorlan. (1995). Dorland’s Pocket Medical Dictionary. Twenty Fifth Edition. Philadelphia : W.B Saunders Company
Edelman, C.L. and Carol, L.M. (2002). Health Promotion. Sixth Edition. St. Louis : Mosby
Keliat, B. A. (2002). Hubungan Terapeutik Perawat-Klien. Jakarta : Penerbit EGC.
Kozier, B. Erb, G Berman A.J . (1995). Fundamental of Nursing : concepts, process, and practice. Fifth Edition. California : Addison-Wesley Publishing Company.
Potter, P.A. and Perry, A.G. (2005). Fundamental of Nursing : concepts, process, and practice. Sixth Edition. St. Louis : Mosby.
Stuart, G.W. and Sundeen, S.J. (2005). Principles and Practice of pshychiatric nursing. Fifth Edition. St Louis : Mosby
http://aurajogja.files.wordpress.com/2006/09/pengantar-ilmu-komunikasi-a5.PDF
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/05/komunikasi-antar-budaya-definisi-dan.html

http://niasonline.net/2008/02/15/hambatan-komunikasi-antarbudaya-sekat-integrasi/
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/504b926582b89da04ffd9ce7d3878246fca3662c.pdf

TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA

Perkembangan keluarga merupakan proses perubahan yang terjadi pada sistem keluarga meliputi; perubahan pola interaksi dan hubungan antar anggota keluarga disepanjang waktu. Perubahan ini terjadi melalui beberapa tahapan atau kurun waktu tertentu. Pada setiap tahapan mempunyai tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tahapan tersebut dapat dilalui dengan sukses.
Perawat perlu memahami setiap tahapan perkembangan keluarga serta tugas tugas perkemabangannya. Hal ini penting mengingat tugas perawat dalam mendeteksi adanya masalah keperawatan yang dilakukan terkait erat dengan sifat masalah yaitu potensial atau aktual.

Tahap-tahap perkembangan keluarga

Tahap perkembangan dibagi menurut kurun waktu tertentu yang dianggap stabil. Menurut Rodgers cit Friedman (1998), meskipun setiap keluarga melalui tahapan perkembangan secara unik, namun secara umum seluruh keluarga mengikuti pola yang sama.
Tahap perkembangan keluarga menurut Duvall dan Milller (Friedman, 1998)

A. Pasangan Baru
Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki (suami) dan perempuan (istri) membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan keluarga masing-masing. Meninggalkan keluarga bisa berarti psikologis karena kenyataannya banyak keluarga baru yang masih tinggal dengan orang tuanya.
Dua orang yang membentuk keluarga baru membutuhkan penyesuaian peran dan fungsi. Masing-masing belajar hidup bersama serta beradaptasi dengan kebiasaan sendiri dan pasangannya, misalnya makan, tidur, bangun pagi dan sebagainya

Tugas perkembangan
1. Membina hubungan intim danmemuaskan.
2. membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok sosial.
3. mendiskusikan rencana memiliki anak.
Keluarga baru ini merupakan anggota dari tiga keluarga ; keluarga suami, keluarga istri dan keluarga sendiri.

B. Keluarga “child bearing” kelahiran anak pertama
Dimulai sejak hamil sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak berumur 30 bulan atau 2,5 tahun.

Tugas perkembangan kelurga yang penting pada tahap ini adalah:
1. Persiapan menjadi orang tua
2. Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan sexual dan kegiatan.
3. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.
Peran utama perawat adalah mengkaji peran orang tua; bagaiaman orang tuan berinteraksi dan merawat bayi. Perawat perlu menfasilitasi hubungan orang tua dan bayi yang positif dan hangat sehingga jalinan kasih sayang antara bayi dan orang tua dapat tercapai.

C. Keluarga dengan anak pra sekolah
Tahap ini dimulai saat anak pertama berumur 2,5 tahun dan berakhir saat anak berusia 5 tahun.

Tugas perkembangn
1. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti kebutuhan tempat tinggal, privasi dan rasa aman.
2. Membantu anak untuk bersosialisasi
3. Beradaptasi dengan anaky baru lahir, sementara kebutuhan anak lain juga harus terpenuhi.
4. Mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam keluarga maupun dengan masyarakat.
5. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.
6. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
7. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh kembang.

D. Keluarga dengan anak sekolah
Tahap ini dimulai saat anak berumur 6 tahun (mulai sekolah ) dan berakhir pada saat anak berumur 12 tahun. Pada tahap ini biasanya keluarga mencapai jumlah maksimal sehingga keluarga sangat sibuk. Selain aktivitas di sekolah, masing-masing anak memiliki minat sendiri. Dmikian pula orang tua mempunyai aktivitas yang berbeda dengan anak.

Tugas perkembangan keluarga.
1. Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan lingkungan.
2. Mempertahankan keintiman pasangan.
3. Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat, termasuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga.
Pada tahap ini anak perlu berpisah dengan orang tua, memberi kesempatan pada anak untuk nbersosialisasi dalam aktivitas baik di sekolah maupun di luar sekolah.

E. Keluarga dengan anak remaja
Dimulai saat anak berumur 13 tahun dan berakhir 6 sampai 7 tahun kemudian. Tujuannya untuk memberikan tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi orang dewasa.

Tugas perkembangan
1. Memberikan kebebasan yang seimbnag dengan tanggung jawab.
2. Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.
3. Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara anak dan orang tua. Hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.
4. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.
Merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya dan membimbing anak untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik orang tua dan remaja.

F. Keluarga dengan anak dewasa
Dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan berakhir pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahapan ini tergantung jumlah anak dan ada atau tidaknya anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua.

Tugas perkembangan
1. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
2. Mempertahankan keintiman pasangan.
3. Membantu orang tua memasuki masa tua.
4. Membantu anak untuk mandiri di masyarakat.
5. Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.

G. Keluarga usia pertengahan
Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Pada beberapa pasangan fase ini dianggap sulit karena masa usia lanjut, perpisahan dengan anak dan perasaan gagal sebagai orang tua.

Tugas perkembangan
1. Mempertahankan kesehatan.
2. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anak-anak.
3. Meningkatkan keakraban pasangan.
Fokus mempertahankan kesehatan pada pola hidup sehat, diet seimbang, olah raga rutin, menikmati hidup, pekerjaan dan lain sebagainya.

H. Keluarga usia lanjut
Dimulai saat pensiun sanpai dengan salah satu pasangan meninggal dan keduanya meninggal.

Tugas perkembangan
1. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.
2. Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan pendapatan.
3. Mempertahankan keakraban suami/istri dan saling merawat.
4. Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat.
5. Melakukan life review.
6. Mempertahankan penataan yang memuaskan merupakan tugas utama keluarga pada tahap ini.

NALISA KOMUNIKASI KEPERAWATAN MATERNITAS (Memandikan & Perawatan Tali Pusat Bayi)

LAMPIRAN CONTOH KASUS
Ny.Y (23 tahun) melahirkan seorang bayi perempuan dengan berat 2,5 kg pada usia kehamilan 38 minggu di RS Tamrin. Ny.Y adalah ibu rumah tangga sedangkan suaminya bekerja sebagai karyawan di PT.Z. Persalinan normal. Ini merupakan persalinan pertama dan anak pertama dari pasangan Ny.Y dengan Tn.K (26 tahun). Sehingga Ny.Y belum mengerti dan belum memiliki pengalaman mengenai tehnik perawatan tali pusat bayi serta cara memandikan bayi yang benar. Perawat Nana bertugas untuk melakukan pelayanan terhadap klien Ny.Y.

PROSES KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
A. Data Subyektif :
• Jenis kelamin : perempuan anak pertama Ny.Y (23 tahun) dan Tn.K(26 tahun)
• Lahir usia 38 minggu (normal)
• Proses bersalin normal
• Ny.Y ibu rumah tangga tinggal bersama suaminya Tn.K karyawan PT.Z
• Ny.Y cemas tidak dapat memandikan dan merawat tali pusat.
B. Data Objektif :
• Tali pusat belum mengering
• Tanda-tanda vital normal
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
• Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan bertambahnya anggota keluarga baru.
• Gangguan mempertahankan kebersihan diri dikarenakan kurangnya pengetahuan orang tua tentang cara memandikan bayi
• Potensial infeksi dikarenakan kerusakan jaringan pada tali pusat
3. TUJUAN :
• Ibu dan keluarga dapat mengerti serta menerapkan materi penyuluhan (memandikan dan perawatan tali pusat bayi) yang diberikan
• Ny.Y dan Tn.K dapat mendeteksi secara dini adanya tanda-tanda infeksi
• Bayi mendapatkan perawatan yang baik
4. INTERVENSI KEPERAWATAN :
• Jaga kebersihan bayi
• Cuci tangan secara rutin sebelum dan sesudah merawat bayi.
• Observasi adanya tanda-tanda infeksi
• Mengajarkan cara memandikan dan merawat tali pusat bayi kepada Ny.Y dan Tn.K.
I.PENDAHUUAN
Keperawatan Maternitas merupakan subsistem dari pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan, dimana perawat berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam membantu klien dan keluarga beradaptasi terhadap masalah yang mungkin timbul pada periode perinatal dan di luar periode perinatal. Konsep komunikasi menjadi bagian integral dari proses keperawatan dan sangat menentukan keberhasilan dari tindakan asuhan keperawatan termasuk keperawatan maternitas, Oleh karena itu di dalam laporan tugas mandiri ini, saya akan memberi sebuah contoh kasus serta memberi panduan dan tehnik berkomunikasi secara terapeutik dengan klien, tentunya dalam ruang lingkup perawatan maternitas. Sehingga tujuan dari asuhan keperawatan dapat dicapai.

II.PEMBAHASAN
Sasaran dan fokus asuhan keperawatan maternitas adalah perempuan sepanjang usia subur sampai periode kesuburan berakhir yang berkaitan dengan kesehatan sistem reproduksi, perempuan masa kehamilan, persalinan, dan nifas, serta bayi baru lahir sampai usia 40 hari beserta keluarganya yang berberfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar dalam melakukan adaptasi fisik dan psikososial dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan. Dalam melakukan komunikasi terapeutik yang berkaitan dengan perawatan maternitas, perawat tidak hanya akan di hadapkan dengan klien yang berjenis kelamin perempuan saja, karena dalam suatu kondisi tertentu kelurga ataupun pasangan ataupun suami klien juga akan terlibat dalam proses perawatan klien.Berikut beberapa panduan dalam berkomunikasi dengan klien khusus perawatan maternitas:
o Menggunakan komunikasi secara effektif kepada individu maupun kelompok dengan menggunakan model komunikasi formal dan nonformal.
o Pahami budaya klien sebelum masuk tahap perkenalan
o Perhatikan dimensi hubungan dengan klien
o Bina sikap saling percaya dengan klien. Ini merupakan kunci keberhasilan tindakan keperawatan
Berdasarkan beberapa panduan diatas, saya akan mencoba memberikan contoh analisa interaksi proses keperawatan pada tahap orientasi, kerja dan terminasi berdasarkan kasus yang ada pada lembar lampiran.
A. Fase Perkenalan
N : Selamat pagi ibu (sambil mengulurkan tangan untuk berjabat tangan)
Nama saya Nana Mardiana, Saya senang dipanggil suster Nana.
Oya, Nama ibu siapa? (Jika ada anggota kelurga misalnya suami Ny.X. Maka disapa juga)
K : .......
N : Senangnya dipanggil apa bu?
K : ........
N : Oke ibu, Saya adalah perawat yang bekerja di RS ini bu. Nah, saya akan membantu perawatan bayi ibu selama 4 hari kedepan ya bu dimulai dari hari ini. Saya datang jam 7 pagi dan pulang jam 2 siang. Apabila ada keperluan dengan saya dan saya tidak berada disini, Ibu dapat memanggil saya ya dengan memencet bel ini ya bu (tunjuk kearah belnya). Bagaimana perasaan ibu setelah melahirkan? (sambil duduk disamping klien)
K : Saya bingung suster, saya merasa bahagia sekaligus sedih. Ini adalah anak pertama saya, Saya ingin sekali membantu memandikannya tapi saya takut suster, selain itu saya juga tidak mengerti merawat tali pusat baby saya suster nana.
N : Oke ibu, Sebelumnya selamat ya bu atas kelahiran putri ibu yang cantik ya bu. Baiklah ibu Saya akan membantu ibu mengajarkan bagaimana cara perawatan tali pusat dan memandikan bayi ibu ya bu.Untuk tempatnya cukup kita lakukan di ruangan ini saja ya bu. Tidak lama kok bu, sekitar limabelas menitan. Mohon kerja samanya ya bu.
K : ...... (setuju)
B. Fase Orientasi
Fase orientasi akan dilaksanakan pada pertemuan kedua, karena pada kasus masih pertemuan pertama. Sehingga analisa keperawatan langsung masuk pada fase kerja.
C.Fase Kerja
N : Oke bu rani, Dalam memandikan bayi kita harus hati-hati ya bu, kulit bayi yang baru lahir masih sangat sensitif ya bu. Kita pastikan semua peralatan sudah kita sediakan sebelum kita memandikan bayinya ya bu. Pemilihan waktu memandikan bayi sebaiknya dilakukan pada pertengahan waktu makan bayi ya bu sehingga bayi siap untuk dimandikan. Sedangkan untuk perawatan tali pusat akan kita lakukan setelah bayi dimandikan ya bu, ini sangat penting sekali bu, untuk mencegah terjadinya infeksi. Nah, untuk meningkatkan proses pengeringan dan penyembuhan tali pusat pada saat memandikan bayi baru lahir tidak dianjurkan untuk di celupkan dalam bak mandi ya bu Rani sampai tali pusat putus dan umbilikus atau tanda luka sembuh. Bagaimana bu Rani?
K: ..........
N : Oke ibu, Kita mulai ya bu Rani.
Kita persiapkan alat-alatnya dulu bu. Alat-alatnya dapat diperhatikan ya bu.
- Ada Handuk dan waslap bersih
- Sabun bayi dan shampoo
- Alkohol 70%, perhatikan di labelnya ya bu, yang 70 %
- Cotton bud atau kapas bersih
- Kapas untuk membersihkan perineal atau bagian alat kelaminnya bu
- Waskom atau bak mandi bayi
- Bengkok atau mangkuk kecil bu
- Air hangat
- Popok dan pakaian bersih
- Keranjang untuk baju kotor
Ada yang mau ditanyakan ibu, mengenai peralatan yang perlu disediakan bu Rani.
K : .......
N : Pertama kita cuci tangan dulu bu Rani. (sambil ajarkan cuci tangan yang benar)
K : ..........
N : Oke setelah itu. Masukkan air hangat kedalam waskom ya bu. Nah, Ada beberapa hal yang harus dipastikan kembali ya bu seperti: suhu tubuh bayi, pernapasannya ada sesak atau tidak ya bu, berikan posisi yang nyaman dalam pegangan atau terbaring dalam inkubator, ingat ya bu tidak boleh dicelupkan bayinya. Kemudian periksa kembali temperatur air dengan suhu 37 – 38 derajat celcius/ atau hangat – hangat kuku, Nah air dalam waskom hanya digunakan untuk menyeka (sponge bath) dan membersihkan rambut ya bu. Kita mulai memandikan ya bu.
- Pertama kita mulai dengan mengusap mata dari arah kantus dalam ke kantus luar, gunakan air bersih dan bagian berbeda untuk tiap – tiap mata ya bu Rani. (jangan lupa tetap kontak mata dengan klien)
- Bersihkan wajah dengan lembut, gunakan air biasa / tanpa menggunakan sabun, seperti ini bu.(praktekkan)
- Untuk membersihkan rambut pegang bayi dengan aman ya bu, gunakan ”football hold” (sambil tunjukkan alatnya), selanjutnya basahi rambutnya dengan air secara lembut ya bu rani. Usapkan shampoo bayi dengan menggunakan lap, bilas rambut dan keringkan kulit kepala dengan cepat ya bu.
- Membersihkan telinga luar, bersihkan dengan gerakan memutar dan gunakan bagian yang berbeda untuk tiap – tiap- telinga. Seperti ini bu (tunjukkan caranya)
- Selanjutnya kita membersihkan bagian tubuh ya bu: setelah melepas selimut mandi atau pakaian bayi, bersihkan leher, dada, lengan dan punggung dengan cara yang sama. Bersihkan tubuh dengan sabun dan air, bilas dengan hati-hati dan keringkan bagian tubuh yang dibersihkan sebelum berpindah ke bagian yang lain
- Untuk membersihkan genetalia atau alat kelamin bu, karena bayi ibu perempuan : bersihkan labia (tunjukkan) secara perlahan-lahan dengan arah dari depan ke belakang ya bu. Diingat ya bu jangan sampai terbalik.
- Nah, sudah selesai ya bu memandikan bayinya. Tapi jangan lupa bu Bersihkan dan keringkan, gunakan handuk bersih yang telah disediakan ya bu.
- Kemudian tidak dianjurkan ya bu Rani menggunakan bedak, minyak atau lotion pada kulit bayi.
Selanjutnya kita mulai perawatan tali pusatnya ya bu Rani. Biasanya bu ujung tali pusat akan mengering dan putus pada 7 – 10 hari sesudah bayi lahir, bisa juga 15 – 18 hari atau lebih. Kita mulai ya bu
- Pertama ambil Alkohol bersihkan tali pusat dengan menggunakan alkohol dimulai disekitar hubungan antara tali pusat dan kulit. Jika perlu angkat tali pusatnya ya bu agar perawatan lebih adequat atau bagus begitu ya bu.
- Setelah selesai dibersihkan ambil popok bayi yang akan dikenakan ya bu. Gunakan popok dengan lipatan ke depan dan berada dibawah tali pusat, biarkan tali pusat dalam keadaan terbuka ya bu.Nah, ini bertujuan agar memudahkan dan mempercepat pengeringan pada tali pusat
- Nah, Jika nanti suatu waktu daerah sekitar tali pusat berwarna merah dan mengeluarkan bau yang tidak sedap disekitarnya. harus diperhatikan ya bu, karena ini tanda adanya infeksi tali pusat dan segera laporkan ya bu untuk mendapatkan perawatan dan pengobatan yang lebih lanjut.
- Selanjutnya pasangakan pakaian bayi yang tepat sesuai dengan kondisi lingkungan.
- Oke, sudah selesai ya bu... Mudahkan bu, Asalkan dilakukan dengan hati-hati bu. Bagaimana ibu Rani ada kesulitan?
C. Fase Terminasi Sementara
N : Baiklah ibu Rani, Coba disebutkan tahapan-tahapannya kembali bu dimulai dari peralatan kemudian cara memandikan hingga merawat tali pusat dan mengenakan pakaian ya bu.
K : ..........
N : Oke, bagus sekali ibu, ibu mampu menyebutkannya dengan sempurna. Saya yakin ibu mampu melakukannya. Kita coba besok pagi ya bu. Baiklah ibu, saya rasa pertemuan kita hari ini cukup, Kita akan bertemu lagi besok pagi ya bu. Terima kasih kerjasamanya ya bu. Selamat pagi (beranjak pergi meninggalkan ruangan).
D.Fase Orientasi
Tahap orientasi dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan seterusnya. Sehingga fase perkenalan tidak perlu diulang kembali, Perawat cukup memberi salam dan memanggil nama klien. Berikut contoh analisa komunikasi pada fase orientasi:
N : Selamat pagi ibu Rani
K : ....
N : Bagaimana kabarnya ibu? Tampaknya ibu gembira sekali ya bu.
K : ...
N : Ibu Rani masih ingat apa yang akan kita lakukan pagi ini bu sampai dengan 15 menit kedepan?
K : .....
N : Iya benar sekali ibu, tampaknya ibu sudah tidak sabar ya bu untuk memandikan dan merawat bayi ibu.
Baiklah ibu langsung saja kita mulai ya bu, baiklah semua peralatan sudah saya sediakan. Menurut ibu ada yang kurang atau tidak bu? Kita lakuakan di kamar ini saja ya bu, sama seperti kemarin
K: ..... (Ibu Rani melakukan tahapan demi tahapan dengan baik sekali samapai dengan selesai walaupun melakukannya dengan grogi)
N : Bagus sekali ibu, coba sedikit lebih lembut mengusapnya ya bu.
K : ....
N : Nah, akhirnya ibu dapat menyelesaikan semua tahapan dengan benar. Bagus sekali lo bu. Saya percaya ibu sudah dapat melakukannya secara mandiri.
E. Terminasi Akhir
N : Oke ibu Rani, Saya melihat Ibu Rani sudah dapat melakukan cara memandikan dan merawat tai pusar bayi ibu dengan baik. Saya percaya ibu sudah dapat melakukannya secara mandiri. Tetapi saya ingatkan kembali ya bu. Jika nanti suatu waktu daerah sekitar tali pusat berwarna merah dan mengeluarkan bau yang tidak sedap disekitarnya. harus diperhatikan ya bu, karena ini tanda adanya infeksi tali pusat dan segera laporkan ya bu untuk mendapatkan perawatan dan pengobatan yang lebih lanjut.
Bagimana perasaan Ibu Rani setelah bekerjasama dengan saya bu dalam merawat bayi ibu.
K : ……

III.KESIMPULAN
Kemampuan komunikasi terapeutik merupakan bagian integral dalam proses asuhan keperawatan. Melalui komunikasi terapeutik inilah tujuan dari asuhan keperawatan akan lebih mudah untuk diwujudkan. Dalam menganalisa komunikasi yang dibutuhkan sebaiknya pahami terlebih dahulu fokus masalah yang dihadapi oleh klien, Kemudian coba untuk memahami budaya, nilai dan keyakinan dari klien. Sehingga proses komunikasi dari berbagai interaksi dengan klien dapat berjalan lancar dan tidak menemui hambatan.

REFERENSI :
Ellis,R.,Gates, R, & Kenworthy,N. (2000). Komunikasi Interpersonal Dalam Keperawatan: Teori dan Praktik.Alih Bahasa :Susi Purwoko. Jakarta: EGC.
Fortune, Karen Lee. 2003. Mental Health Nursing 5 th ed. Pearson education, inc. BAB 2. h. 54-67.
Hidayat, A.A. (2004). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Hal 18-33.
Hinchliff, Sue.(1997).Kamus Keperawatan. Alih bahasa oleh dr.Andry Hartono.Jakarta: EGC
Ismael, Sofyan.dkk.(1991). Ilmu kesehatan Anak. Jakarta: UI Press
Kozier, Erb. Berman. Snyder. (2004). Fudamental of nursing: Concepts, process, and practice. Seventh Edition. New Jersey : Pearson Education. Inc.
Notoatmodjo, S 1997, Ilmu Perilaku dan komunikasi Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Purwanto, H. (1998). Komunikasi untuk Perawat. Jakarta:EGC
Potter, P.A & Perry, A.G.(2005). Fundamental Of Nrsing: Concepts, Process, and Practice. Eds 4. Jakarta: EGC
Swasono. M.F, (1997), Kehamilan, kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi dalam
Konteks Budaya, Jakarta, UI Press
Town send, Mary C. 2000.Psychiatric Mental Nursing Concept of Care 3 th ed. Philadelphia: F.A. Devis Company. BAB 6. h.89-99
http://staff.ui.ac.id/Mustikasari/2009.Analisis Proses Interaksi. Pdf
http://www.inna-ppni.or.id/index.php?name=file=118 (diunduh 5 0ktober 2009 pukul 13.20 WIB)

SP MEMANDIKAN BAYI (MATERNITAS)

1. Kondisi klien :
Ibu. Rani (23 tahun) melahirkan seorang bayi perempuan dengan berat 3 kg pada usia kehamilan 38 minggu di RS Tamrin. Persalinan normal, Ibu Rani cemas karena tidak mengerti cara memandikan bayi yang benar baik dan benar.
2. Diagnosa Keperawatan:
Gangguan mempertahankan kebersihan diri dikarenakan kurangnya pengetahuan orang tua tentang cara memandikan bayi
3. Tujuan Intervensi:
Ibu Rani dapat mengerti dan memahami cara memandikan bayi yang baik dan benar.
4. Intervensi keperawatan
• Jaga kebersihan bayi
• Cuci tangan secara rutin sebelum dan sesudah merawat bayi.
• Mengajarkan cara memandikan dan bayi kepada Ibu Rani

B.Strategi Pelaksanaan Klien Tindakan Keperawatan
Ceritanya ini adalah pertemuan kedua perawat Susi dengan Ibu Rani, Jadi langsung masuk tahap orientasi (perawat dan Ibu Rani sudah saling kenal).
a) Salam terapeutik :
P : Selamat pagi ibu Rani
K : Pagi suster Susi
b) Evaluasi & kontrak:
P : Bagaimana kabarnya ibu? Tampaknya ibu gembira sekali ya bu.
K : Baik, suster. Iya suster saya senang sekali. Tapi sedikit cemas suster karena saya tidak bisa memnadikan bayi saya suster, saya bingung dan takut suter. Karena sebelumnya saya belum punya pengalaman. Ini adalah anak pertama saya suster.
P : Baiklah ibu Rani, Sebelumnya selamat ya bu, atas kelahiran putri pertama ibu. Jadi ibu Rani cemas karena kurang mengerti bagaimana cara memandikan bayi ibu ya bu.
K : Iya suster
P : Bagaimana kalau kita belajar cara memandikan bayi bu.,
K : Wah, iya suster saya mau
P : Ok, Jadi ibu bersedia ya, tempatnya mau dimana ibu
K : Disini saja suster
P : Mau berapa lama bu kita belajarnya ini bu..
K : Terserah suster aja deh
P : Oke, jadi bu kita akan bersama-sama belajar cara memnadikan bayi tujuan adalah agar ibu dapat memndikan bayi ibu secara mandiri dengan baik dan benar, tempatnya disini, waktunya gak lama ya bu, kurang lebih 20 menit ya bu. Bagaiman bu. Apa ibu setuju.
K : Iya setuju suster
P : Oke baiklah bu. Oya bu, sebelum memndikan bayi kita kan harus persiapkan alat-alatnya dulu, Jadi saya pergi sebentar ya bu. Untuk mempersiapkan alat-alatnya 2 menit lagi saya kembali ya bu.

c). Kerja
P : Oke bu Rani, Bagaimana sudah siap untuk belajarnya
K : Siap donk suster
P : Oke, dapat diperhatikan ya bu, ini alat-alat yang harus sudah kita persiapkan sebelum kita memandikan bayi bu (tunjuk ke arah alat-alat).
• Ada Handuk dan waslap bersih (mbil tunjukkan alat-alatnya)
• Sabun bayi dan shampoo
• Cotton bud atau kapas bersih
• Kapas untuk membersihkan perineal atau bagian alat kelaminnya bu
• 2 buah Waskom atau bak mandi bayi
• Bengkok atau mangkuk kecil bu
• Air hangat
• Popok dan pakaian bersih
• Keranjang untuk baju kotor
Ada yang mau ditanyakan ibu, mengenai peralatan yang perlu disediakan bu Rani.
K : gak suster dah jelas kok suster
P : sebelumnya kita cuci tangan dulu ya bu. (sambil cuci tangan ajak ibu Rani ngobrol) Oya bu untuk pemilihan waktu sebaiknya pilih waktu pertengahan makan bayi ya bu, agar bayi ibu siap. Cotohnya bu. Misalnya ibu memberi makan pada pukul 8 pagi dan akan memberi makan lagi pada jam 2 siang maka ibu dapat memdikannya pada pukul 10 pagi, kira-kira seperti itu ya bu.
K : Oooo… gitu ya suster..
P : Iya bu, sekarang kita letakkan bayi ibu di tempat yang nyaman ya bu. (letakkan di atas tempat tidur di samping ibu, posisi ibu duduk, buka ikatan kain penutup bayi, tapi jangan dibuka semuanya). Nah, sekarang kita masukkan air hangat kedalam waskom ya bu (isi 2 waskom, waskom 1 khusus untuk yang terkena sabun. Dan waskom 2 untuk yg bersih). Chek kembali ya bu suhu airnya hangat-hangat kuku gitu ya bu. Air dalam waskom ini hanya digunakan untuk menyeka (sponge bath) dan membersihkan rambut ya bu. Kita mulai memandikan ya bu.
- Pertama kita mulai dengan mengusap mata dari arah kantus dalam ke kantus luar, gunakan air bersih (gak pake sabun) dan bagian berbeda untuk tiap – tiap mata ya bu Rani. (jangan lupa tetap kontak mata dengan klien)
- Bersihkan wajah dengan lembut, gunakan air biasa / tanpa menggunakan sabun, seperti ini bu.(praktekkan)
- Untuk membersihkan rambut pegang bayi dengan aman ya bu, (pegang bagian antara kepala dengan tulang belakang bayi), selanjutnya basahi rambutnya dengan air waskom 1 secara lembut ya bu rani. Usapkan shampoo bayi dengan menggunakan lap, bilas rambut (waskom 1 baru waskom 2) dan keringkan kulit kepala dengan cepat ya bu.
- Membersihkan telinga luar, bersihkan dengan gerakan memutar dan gunakan bagian yang berbeda untuk tiap – tiap- telinga. (air waskom 1, sabun, air waskom 2). Seperti ini bu (tunjukkan caranya)
- Selanjutnya kita membersihkan bagian tubuh ya bu: setelah melepas selimut mandi atau pakaian bayi, bersihkan leher, dada, lengan dan punggung dengan cara yang sama. Bersihkan tubuh dengan sabun dan air, bilas dengan hati-hati dan keringkan bagian tubuh yang dibersihkan sebelum berpindah ke bagian yang lain
- Untuk membersihkan genetalia atau alat kelamin bu, karena bayi ibu perempuan : bersihkan labia (tunjukkan) secara perlahan-lahan dengan arah dari depan ke belakang ya bu. Diingat ya bu jangan sampai terbalik.
- Nah, sudah selesai ya bu memandikan bayinya. Tapi jangan lupa bu Bersihkan dan keringkan, gunakan handuk bersih yang telah disediakan ya bu.
- Oke bu, sekarang sudah selesai memandikan bayinya, dapat langsung dipakaikan pakaian yang telah disediakan bu.
- Kemudian tidak dianjurkan ya bu Rani menggunakan bedak, minyak atau lotion pada kulit bayi.
K: Kenapa suster..
P: Karena kulit bayi masih sangat sensitif bu.

d.Terminasi
a). Evaluasi subjektif
P : Bagaimana bu perasaanya setelah kita belajar memandikan bayi ibu.
K : Seneng suster.
b). Evaluasi Objektif
P : Baiklah ibu, Oya tadi apa saja bu yang harus kita perhatikan sebelum memandikan bayi ibu.
K : ini suster kita haus sediakan alat-alatnya sudah lengkap apa belum
terus kita cuci tangan dulu. Terus juga kita pilih waktu pertengahan makan bayi sus.
P: Benar sekali ibu, saya yakin ibu pasti mampu melakukannya ya bu.
c). Rencana tindak lanjut
P : Oke, bu nanati kalau ibu mau memandikan bayi ibu, maunya ditemeni saya dulu apa sudah berani sendiri ni bu.
K : ditemeni suster saja deh sus, jadi nanti bisa dikoreksi kesalahan saya.
d). Kontrak akan datang
P : Oke jadi ibu maunya ditemeni dulu ya bu
K : Iya sus
P : Oke, berarti besok pagi jam 10 saya akan datang kembali ya bu, untuk menemani dan memantau ibu dalam memandikan bayi ibu, tujuannya untuk membantu ibu dan memantau kesalahan yang mungkin terjadi, namanya juga masih bel;ajar ya bu. tempatnya disini ya bu. Waktunya gak lama kurang lebih 20 menit ya bu. Bagaiman bu
K : Iya suster
P : Baiklah sudah selesai pemeblajaran kita hari ini, saya permisi ya Bu Rani. Selamat siang.
K : Siang suster.

Perkembangan Aspek Spiritual (Remaja, Dewasa muda, Dewasa pertengahan, Dewasa akhir & Lansia)

I. PENDAHULUAN
Manusia terdiri dari dimensi fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual dimana setiap dimensi harus dipenuhi kebutuhannya. Seringkali permasalahan yang mucul pada klien ketika mengalami suatu kondisi dengan penyakit tertentu (misalnya penyakit fisik) mengakibatkan terjadinya masalah psikososial dan spiritual. Ketika klien mengalami penyakit, kehilangan dan stres, kekuatan spiritual dapat membantu individu tersebut menuju penyembuhan dan terpenuhinya tujuan dengan atau melalui pemenuhan kebutuhan spiritual. Dengan kata lain apabila satu dimensi terganggu, maka dimensi yang lain akan terganggu. Sebagai contoh apabila seseorang sedang sakit gigi atau sakit kepala (dimensi fisik terganggu)maka akan sangat mudah baginya untuk marah (dimensi emosional ikut terganggu). Untuk menghadapi masalah distres spiritual perawat dapat memberikan intervensi yang ditujukan untuk memenuhi beberapa hal yaitu: dengan membantu klien, memenuhi kewajiban agamanya, meningkatkan perasaan penuh harap dan memberi sumber spiritual serta membina hubungan personal dengan pencipta. Namun, dalam memberikan asuhan keperawatan tersebut sebelumnya perawat harus mengkaji terlebih dahulu dan menyesuaikan asuhan keperawatan sesuai dengan perkembangan aspek spiritual dari klien.

II.PEMBAHASAN
Dari semua cabang ilmu kesehatan, ilmu kesehatan jiwa yang paling dekat dengan agama, bahkan menurut Dadang Hawari (1996) terdapat titik temu antara kesehatan jiwa dan agama. Pada prakteknya, ilmu pengetahuan dan agama saling menunjang. Seperti yang dikatakan oleh Albert Einstein, ilmu pengetahuan tanpa agama bagaikan orang buta, tetapi agama tanpa ilmu pengatahuan bagaikan orang lumpuh. Merujuk pada pentingnya pengetahuan dan agama tersebut untuk jiwa yang sehat banyak penelitian dilakukan diantaranya sebuah penelitian yang mengatakan kelompok yang tidak terganggu jiwanya adalah yang mempunyai agama yang bagus dan sebaliknya.

Penelitian lain yang disebutkan dalam buku La Tahzan seseorang dinyatakan usianya tinggal beberapa bulan, tetapi karena ia memilki koping yang baik berdasarkan pengalaman agamanya, ia tetap bahagia menjalani hari-harinya dengan bernyanyi dan ceria, membuat puisi-puisi yang indah. Ternyata orang tersebut mampu bertahan hingga bartahun-tahun. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Pressman, dkk (1990) menunjukkan bahwa wanita lanjut usia yang menderita farktur tulang pinggul yang kuat religi dan pengalaman agamanya, ternyata lebih kuat mental dan kurang mengeluh, depresi, dan lebih cepat berjalan daripada yang tidak mempunyai komitmen agama.Dari hal-hal tersebut diatas dapat dikatakan dimensi spiritual menjadi hal penting sebagai terapi kesehatan.

Spiritual itu sendiri merupakan komitmen tertinggi individu, prinsip yang paling komprehensif tentang argumen yang sangat kuat terhadap pilihan yang dibuat dalam hidup (farran et al 1989 dalam potter & perry, 2005). Sedangkan keyakinan spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang maha kuasa & maha pencipta. Sebagai contoh seseorang yang percaya pada Allah sebagai pencipta atau sebagai maha kuasa (hamid, 2008). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa spiritual merupakan suatu keyakinan didalam diri yang berasal dari nilai-nilai ketuhanan dan nilai luhur dari yang diyakini dan dijadikan sebagai sumber kekuatan untuk menghadapi masalah dan ketenangan hidup.

Kesehatan spiritual merupakan keharmonisan antara individu dengan orang lain, alam dan kehidupan tertinggi. Keharmonisan ini dicapai ketika seseorang menemukan keseimbangan antara nilai, tujuan dan sistem keyakinan mereka dengan hubungan mereka didalam diri dan dengan orang lain. Setiap individu mempunyai tiga kebutuhan yang harus dipenuhi untuk mencapai sehat spiritual yaitu:
 Kebutuhan akan arti dan tujuan hidup
 Kebutuhan untuk mencintai dan berhubungan
 Kebutuhan untuk mendapatkan pengampunan

Spiritual dan kehidupan individu memiliki hubungan yang sangat kuat. Spiritual yang
tinggi akan meningkatkan pemahaman hidup individu tersebut. Pemahaman hidup individu tersebut terlihat dari dua domain spiritual dalam individu yaitu: semangat hidup dan harapan hidup. Pengakjian dan intervensi spiritual mampu meningkatkan semangat hidup dan harapan hidup pasien, kedua hal ini menjadikan individu dapat mengatasi masalahnya dalam memenuhi kebutuhan akan kesehatan, mencari bantuan kesehatan atau sikap patuh terhadap anjuran minum obat secara teratur.

Perawat yang bekerja di garis terdepan harus mampu memenuhi semua kebutuhan manusia termasuk juga kebutuhan spiritual klien. Perawat yang mempunyai tugas memenuhi kebutuhan spiritual klien penting sekali mengetahui tahap perkembangan spiritual dari manusia, agar tepat dalam memberikan asuhannya. Tahap perkembangan spiritual ini dimulai dari lahir sampai meninggal. Didalam laporan tugas mandiri ini saya hanya akan membahas mengenai perkembangan aspek spiritual pada remaja (12-18 tahun), dewasa muda, dewasa pertengahan, dewasa akhir dan lanjut usia.
a) Remaja (12-18 tahun)
Pada tahap ini individu sudah mengerti akan arti dan tujuan hidup, Menggunakan pengetahuan misalnya untuk mengambil keputusan saat ini dan yang akan datang. Kepercayaan berkembang dengan mencoba dalam hidup. Remaja menguji nilai dan kepercayaan orang tua mereka dan dapat menolak atau menerimanya. Secara alami, mereka dapat bingung ketika menemukan perilaku dan role model yang tidak konsisten. Pada tahap ini kepercayaan pada kelompok paling tinggi perannya daripada keluarga. Tetapi keyakinan yang diambil dari orang lain biasanya lebih mirip dengan keluarga, walaupun mereka protes dan memberontak saat remaja. Bagi orang tua ini merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya dan membimbing anak untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik orang tua dan remaja.
b) Dewasa muda (18-25 tahun)
Pada tahap ini individu menjalani proses perkembangannya dengan melanjutkan pencarian identitas spiritual, memikirkan untuk memilih nilai dan kepercayaan mereka yang dipelajari saaat kanak-kanak dan berusaha melaksanakan sistem kepercayaan mereka sendiri. Spiritual bukan merupakan perhatian utama pada usia ini, mereka lebih banyak memudahkan hidup walaupun mereka tidak memungkiri bahwa mereka sudah dewasa.
c) Dewasa pertengahan (25-38 tahun)
Dewasa pertenghan merupakan tahap perkembangan spiritual yang sudah benar-benar mengetahui konsep yang benar dan yang salah, mereka menggunakan keyakinan moral, agama dan etik sebagai dasar dari sistem niali. Mereka sudah merencanakan kehidupan, mengevaluasi apa yang sudah dikerjakan terhadap kepercayaan dan nilai spiritual.
d) Dewasa akhir (38-65 tahun)
Periode perkembangan spiritual pada tahap ini digunakan untuk instropeksi dan mengkaji kembali dimensi spiritual, kemampuan intraspeksi ini sama baik dengan dimensi yang lain dari diri individu tersebut. Biasanya kebanyakan pada tahap ini kebutuhan ritual spiritual meningkat.
e) Lanjut usia (65 tahun sampai kematian)
Pada tahap perkembangan ini, menurut Haber (1987) pada masa ini walaupun membayangkan kematian mereka banyak menggeluti spiritual sebagai isu yang menarik, karena mereka melihat agama sebagai faktor yang mempengaruhi kebahagian dan rasa berguna bagi orang lain. Riset membuktikan orang yang agamanya baik, mempunyai kemungkinan melanjutkan kehidupan lebih baik. Bagi lansia yang agamanya tidak baik menunjukkan tujuan hidup yang kurang, rasa tidak berharga, tidak dicintai, ketidakbebasan dan rasa takut mati. Sedangkan pada lansia yang spiritualnya baik ia tidak takut mati dan dapat lebih mampu untuk menerima kehidupan. Jika merasa cemas terhadap kematian disebabkan cemas pada proses bukan pada kematian itu sendiri.
Dimensi spiritual menjadi bagian yang komprehensif dalam kehidupan manusia. Karena setiap individu pasti memiliki aspek spiritual, walaupun dengan tingkat pengalaman dan pengamalan yang berbeda-beda berdasarkan nilai dan keyaninan mereka yang mereka percaya. Setiap fase dari tahap perkembangan individu menunjukkan perbedaan tingkat atau pengalaman spiritual yang berbeda.

III. KESIMPULAN
Pada intinya keperawatan adalah komitmen tentang mengasihi (caring). Suatu elemen perawatan kesehatan berkualitas adalah untuk menunjukkan kasih sayang pada klien sehingga terbentuk hubungan saling percaya. Rasa saling percaya diperkuat ketika pemberi perawatan menghargai dan mendukung kesejahteraan spiritual klien. Penerapan proses keperawatan dari pespektif kebutuhan spiritual klien tidak sederhana. Hal ini sangat jauh dari sekedar mengakaji ritual dan praktik keagamaan klien. Memahami spiritualitas klien dan kemudian secara tepat mengidentifikasi tingkat dukungan dan sumber yang diperlukan, membutuhkan persepektif baru yang lebih luas. Persepektif tersebut melibatkan seluruh dimensi kebutuhan manusia yang terdiri dari: dimensi fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual dimana setiap dimensi harus dipenuhi kebutuhannya. Dimensi spiritual menjadi sangat penting untuk diperhatikan karena memiliki keterkaitan dan mampu mempengaruhi dimensi lainnya, melalui dimensi spiritual akan terbentuk nilai dan keyakinan dan tujuan hidup sehingga berpengaruh terhadap kemampuan dari dimensi lainnya. Oleh karena itu penting bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan memperhatikan dan memenuhi kebutuhan dimensi spiritual, Untuk mendapatkan hasil asuhan keperawatan yang tepat maka perawat dapat melihat klien berdasarkan perkembangan aspek spiritual mereka, Kemudian membuat rencana tindak lanjut berdasarkan tahap perkembangan spiritualnya.


REFERENSI:
Daniel G,.( 1999). Emotional Intelligence, Jakarta.: gramdia, Pustaka Utama
Danah Zohar. (2000). Spiritual Intelligence The Ultimate Intelligence:Great Britain
Fortune, Karen Lee. 2003. Mental Health Nursing 5 th ed. Pearson education, inc. BAB 2.
Haber j.dkk. 3 nd.(1987). Comprehensive Psychiatric Nursing. New York: Mc Graw-Hill Book Company.
Hinchliff, Sue.(1997).Kamus Keperawatan. Alih bahasa oleh dr.Andry Hartono.Jakarta: EGC
Kozier, Erb. Berman. Snyder. (2004). Fudamental of nursing: Concepts, process, and practice. Seventh Edition. New Jersey : Pearson Education. Inc.
New Webster’s Dictionary: Of the English Language.(1981). New York: Delair Publishing Company Inc.
Potter, P.A & Perry, A.G.(2005). Fundamental Of Nrsing: Concepts, Process, and Practice. Eds 4. Jakarta: EGC
Town send, Mary C. 2000.Psychiatric Mental Nursing Concept of Care 3 th ed. Philadelphia: F.A. Devis Company. BAB 6. h.89-99
Yani, A. (1994). Bahan kuliah Aspek Spiritual dalam Keperawatan.
Yetty.K dan Agustini N. (1998). Dimensi Spiritual dalam Asuhan Keperawatan. Makalah
Aspek-aspek Kecerdasan Emosi, tersedia dalam.http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/30/musik_merupakan_stimulasi_terhad.htm(diakses 26 Oktober 2009 pukul 12.10 WIB)
Eko Iman, Paradigma Baru Kecerdasan Manusia, tersedia dalam http://www.mail-archive.com/formiskat@groups.plnkalbar.co.id/msg00083.html(diunduh 26 oktober 2009 11.30 WIB)
Stephen R Covey, 2002, Bahagia dan sukses, tersedia dalam http://sepia.blogsome.com/sepia/

KONSEP KOMUNIKASI CARL ROGER

KEPERAWATAN DEWASA 3
OLEH
SUSI PURWATI (0806323246)


I.Pendahuluan
Komunikasi merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Melalui komunikasi dapat terjalin suatu hubungan dan kepercayaan antar individu. Bahkan melalui suatu bentuk komunikasi mampu mengubah kepercayaan ,nilai dan keyakinan yang di anut oleh suatu individu maupun kelompok. Oleh karena itu komunikasi memiliki peranan yang cukup besar. Setiap individu meiliki kemampuan komunikasi yang berbeda-beda. Kemampuan komunikasi tersebut tidak terlepas dari tingkah laku yang melibatkan aktifitas fisik, mental dan dipengaruhi oleh latar belakang sosial, pengalaman, usia, pendidikan dan tujuan. Seorang perawat juga dituntut agar memilki kemampuan berkomunikasi yang baik dan tepat.

II.Pembahasan
Sebelum membahas mengenai konsep atau prinsip-prinsip komunikasi yang diperkenalkan oleh Carl Roger, Sebaiknya kita mengenal terlebih dahulu mengenai komunikasi itu sendiri. Komunikasi yang dijalankan haruslah bersifat terapeutik, Artinya bahwa komunikasi tersebut adalah komunikasi yg direncanakan secara sadar, bertujuan dan dipusatkan untuk kesembuhan klien. Komunikasi terapeutik mengarah pada bentuk komunikasi interpersonal. Sedangkan menurut Northouse (1998: 12), komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis, dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Stuart mengartikan komunikasi terapeutik sebagai suatu hubungan interpesonal antara perawat dengan pasien, dalam hubungan ini perawat dan pasien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional pasien. Adapun tujuan dan komunikasi terapeutik adalah sebagai berikut:
 Membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban perasaan serta pikiran.
 Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk pasien.
 Membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri. Mendorong dan menganjurkan kerjasama antara bidan-pasien.
 Mengidentifikasi, mengungkap perasaan dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan bidan.
 Memberikan pengertian tingkah laku pasien dan membantu pasien mengatasi masalah yang dihadapi.
 Mencegah tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri pasien.
Untuk menciptakan suatu bentuk komunikasi yang bersifat terapeutik yang mampu mecapai tujauan yang diharapkan , Ada beberapa syarat dasar yang harus dipenuhi diantaranya adalah: Komunikasi ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi dan penerima pesan. Komunikasi dilakukan dengan saling pengertian sebelum memberi saran, informasi dan masukan. Agar mampu mengaplikasikan komunikasi secara terapeutik seorang psikolog Carl Rogers lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois Chicago, memperkenalkan prinsip-prinsip ataupun konsep dalam berkomunikasi, yaitu sebagai berikut:
 Perawat sebagai tenaga kesehatan harus mengenal dirinya sendiri,
 Komunikasi ditandai dengan sikap menerima, percaya dan menghargai,
 Perawat sebagai tenaga kesehatan harus paham, menghayati nilai yang dianut pasien,
 Perawat sebagai tenaga kesehatan harus sadar pentingnya kebutuhan pasien,
 Perawat sebagai tenaga kesehatan harus menciptakan suasana agar pasien berkembang tanpa rasa takut,
 Perawat sebagai tenaga kesehatan menciptakan suasana agar pasien punya motivasi mengubah diri,
 Perawat sebagai tenaga kesehatan harus menguasai perasaannya sendiri,
 Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan konsisten,
 Perawat harus paham akan arti empati,
 Perawa harus jujur dan berkomunikasi secara terbuka,
 Perawat harus dapat berperan sebagai role model,
 Mampu mengekspresikan perasaan,
 Altruisme (panggilan jiwa) untuk mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain,
 Berpegang pada etika,
 Tanggung jawab.
Ide pokok dari teori – teori Rogers yaitu individu memiliki kemampuan dalam diri sendiri untuk mengerti diri, menentukan hidup, dan menangani masalah – masalah psikisnya asalkan konselor menciptakan kondisi yang dapat mempermudah perkembangan individu untuk aktualisasi diri.
Menurut Rogers motivasi orang yang sehat adalah aktualisasi diri. Jadi manusia yang sadar dan rasional tidak lagi dikontrol oleh peristiwa kanak – kanak seperti yang diajukan oleh aliran freudian, misalnya toilet trainning, penyapihan ataupun pengalaman seksual sebelumnya. Rogers lebih melihat pada masa sekarang, dia berpendapat bahwa masa lampau memang akan mempengaruhi cara bagaimana seseorang memandang masa sekarang yang akan mempengaruhi juga kepribadiannya. Namun ia tetap berfokus pada apa yang terjadi sekarang bukan apa yang terjadi pada waktu itu.
Aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi -potensi psikologis yang unik. Aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi oleh pengalaman dan oleh belajar khususnya dalam masa kanak – kanak. Aktualisasi diri akan berubah sejalan dengan perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai usia tertentu (adolensi) seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke psikologis.
Rogers dikenal juga sebagai seorang fenomenologis, karena ia sangat menekankan pada realitas yang berarti bagi individu. Realitas tiap orang akan berbeda – beda tergantung pada pengalaman – pengalaman perseptualnya. Lapangan pengalaman ini disebut dengan fenomenal field. Rogers menerima istilah self sebagai fakta dari lapangan fenomenal tersebut.
Konsep diri menurut Rogers adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku. Konsep diri ini terbagi menjadi 2 yaitu konsep diri real dan konsep diri ideal. Untuk menunjukkan apakah kedua konsep diri tersebut sesuai atau tidak, Rogers mengenalkan 2 konsep lagi, yaitu Incongruence dan Congruence. Incongruence adalah ketidakcocokan antara self yang dirasakan dalam pengalaman aktual disertai pertentangan dan kekacauan batin. Sedangkan Congruence berarti situasi di mana pengalaman diri diungkapkan dengan seksama dalam sebuah konsep diri yang utuh, integral, dan sejati.
Setiap manusia memiliki kebutuhan dasar akan kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan, dan cinta dari orang lain. Kebutuhan ini disebut need for positive regard, yang terbagi lagi menjadi 2 yaitu conditional positive regard (bersyarat) dan unconditional positive regard (tak bersyarat).
Rogers menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya adalah pribadi yang mengalami penghargaan positip tanpa syarat. Ini berarti dia dihargai, dicintai karena nilai adanya diri sendiri sebagai person sehingga ia tidak bersifat defensif namun cenderung untuk menerima diri dengan penuh kepercayaan. Teori Rogers ini memang sangat populer dengan masyarakat Amerika yang memiliki karakteristik optimistik dan independen karena Rogers memandang bahwa pada dasarnya manusia itu baik, konstruktif dan akan selalu memiliki orientasi ke depan yang positip.

III.Kesimpulan
Komunikasi memiliki peranan yang cukup besar dalam kehidupan sehari-hari. Ia tidak hanya mampu mengubah nilai dan keyakinan yang dijadikan sebagai pandanganan hidup, tetapi juga mampu mengubah pola dan perilaku suatu individu mapun kelom[pok. Oleh karena itu penting sekali bagi seorang perawat agar memilki kemampuan berkomunikasi yang baik dan tepat, Sehingga mampu mengaplikasikannya, Agar komunikasi mampu menghasilkan suatu bentuk hasil yang efektif terhadap klien. Salah satunya adalah melalui cara-cara berkomunikasi yang diperkenalkan oleh Carl Roger yang mengedepankan penghargaan siri terhadap setiap individu.


DAFTAR PUSTAKA:
Schultz, Duane. Psikologi Pertumbuhan: Model – Model Kepribadian Sehat. Jogjakarta: Kanisius, 1991.
Suryani. 2005. Komunikasi Terapeutik Teori Dan Praktik. Jakarta : EGC.
http://www.infoskripsi.com/Article/Teori-Humanistik.html. (Diunduh tanggal 09 september 2009)

INTUSEPSI

A. Pengertian
Intususepsi adalah invaginasi atau masuknya bagian usus ke dalam perbatasan atau bagian yang lebih distal dari usus (umumnya, invaginasi ileum masuk ke dalam kolon desendens). (Nettina, 2002)
Suatu intususepsi terjadi bila sebagian saluran cerna terdorong sedemikian rupa sehingga sebagian darinya akan menutupi sebagian lainnya hingga seluruhnya mengecil atau memendek ke dalam suatu segmen yang terletak di sebelah kaudal. (Nelson, 1999)

B. Etiologi
Penyebab dari kebanyakan intususepsi tidak diketahui. Terdapat hubungan dengan infeksi – infeksi virus adeno dan keadaan tersebut dapat mempersulit gastroenteritis. Bercak – bercak peyeri yang banyak terdapat di dalam ileum mungkin berhubungan dengan keadaan tersebut, bercak jaringan limfoid yang membengkak dapat merangsang timbulnya gerakan peristaltic usus dalam upaya untuk mengeluarkan massa tersebut sehingga menyebabkan intususepsi. Pada puncak insidens penyakit ini, saluran cerna bayi juga mulai diperkenalkan dengan bermacam bahan baru. Pada sekitar 5% penderita dapat ditemukan penyebab – penyebab yang dikenali, seperti divertikulum meckeli terbalik, suatu polip usus, duplikasi atau limfosarkoma. Secara jarang, keadaan ini akan mempersulit purpura Henoch – Schonlein dengan sutau hematom intramural yang bertindak sebagai puncak dari intususepsi. Suatu intususepsi pasca pembedahan jarang dapat didiagnosis, intususepsi – intususepsi ini bersifat iloileal.




C. Patofisiologi dan Pathways
Kebanyakan intususepsi adalah ileokolik dan ileoileokolik, sedikit sekokolik dan jarang hanya ileal. Secara jarang, suatu intususepsi apendiks membentuk puncak dari lesi tersebut. Bagian atas usus, intususeptum, berinvaginasi ke dalam usus di bawahnya, intususipiens sambil menarik mesentrium bersamanya ke dalam ansa usus pembungkusnya. Pada mulanya terdapat suatu konstriksi mesentrium sehingga menghalangi aliran darah balik. Penyumbatan intususeptium terjadi akibat edema dan perdarahan mukosa yang menghasilkan tinja berdarah, kadang – kadang mengandung lendir. Puncak dari intususepsi dapat terbentang hingga kolon tranversum desendens dan sigmoid bahkan ke anus pada kasus – kasus yang terlantar. Setelah suatu intususepsi idiopatis dilepaskan, maka bagian usus yang memebentuk puncaknya tampak edema dan menebal, sering disertai suatu lekukan pada permukaan serosa yang menggambarkan asal dari kerusakan tersebut. Kebanyakan intususepsi tidak menimbulkan strangulasi usus dalam 24 jam pertama, tetapi selanjutnya dapat mengakibatkan gangren usus dan syok.

D. Manifestasi Klinik
Umumnya bayi dalam keadaan sehat dan gizi baik. Pada tahap awal muncul gejala strangulasi berupa nyeri perut hebat yang tiba – tiba. Bayi menangis kesakitan saat serangan dan kembali normal di antara serangan. Terdapat muntah berisi makanan/minuman yang masuk dan keluarnya darah bercampur lendir (red currant jelly) per rektum. Pada palpasi abdomen dapat teraba massa yang umumnya berbentuk seperti pisang (silindris).
Dalam keadaan lanjut muncul tanda obstruksi usus, yaitu distensi abdomen dan muntah hijau fekal, sedangkan massa intraabdomen sulit teraba lagi. Bila invaginasi panjang hingga ke daerah rektum, pada pemeriksaan colok dubur mungkin teraba ujung invaginat seperti porsio uterus, disebut pseudoporsio. Pada sarung tangan terdapat lendir dan darah.


E. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos abdomen memperlihatkan kepadatan seperti suatu massa di tempat intususepsi.
2. Foto setelah pemberian enema barium memperlihatkan gagguan pengisisan atau pembentukan cekungan pada ujung barium ketika bergerak maju dan dihalangi oleh intususepsi tersebut.
3. Plat datar dari abdomen menunjukkan pola yang bertingkat (invaginasi tampak seperti anak tangga).
4. Barium enema di bawah fluoroskopi menunjukkan tampilan coiled spring pada usus.
5. Ultrasonogram dapat dilakukan untuk melokalisir area usus yang masuk.

F. Prinsip pengobatan dan managemen keperawatan
1. Penurunan dari intususepsi dapat dilakukan dengan suntikan salin, udara atau barium ke dalam kolon. Metode ini tidak sering dikerjakan selama terdapat suatu resiko perforasi, walaupun demikian kecil, dan tidak terdapat jaminan dari penurunan yang berhasil.
2. Reduksi bedah :
a. Perawatan prabedah:
 Rutin
 Tuba naso gastrik
 Koreksi dehidrasi (jika ada)
b. Reduksi intususepsi dengan penglihatan langsung, menjaga usus hangat dengan salin hangat. Ini juga membantu penurunan edema.
c. Plasma intravena harus dapat diperoleh pada kasus kolaps.
d. Jika intususepsi tidak dapat direduksi, maka diperlukan reseksi dan anastomosis primer.
3. Penatalaksanaan pasca bedah:
a. Rutin
b. Perawatan inkubator untuk bayi yang kecil
c. Pemberian oksigen
d. Dilanjutkannya cairan intravena
e. Antibiotika
f. Jika dilanjutkannya suatu ileostomi, drainase penyedotan dikenakan pada tuba ileostomi hingga kelanjutan dari lambung dipulihkan.
g. Observasi fungsi vital

ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Pengkajian fisik secara umum
b. Riwayat kesehatan
c. Observasi pola feses dan tingkah laku sebelum dan sesudah operasi
d. Observasi tingkah laku anak/bayi
e. Observasi manifestasi terjadi intususepsi:
 Nyeri abdomen paroksismal
 Anak menjerit dan melipat lutut ke arah dada
 Anak kelihatan normal dan nyaman selama interval diantara episode nyeri
 Muntah
 Letargi
 Feses seperti jeli kismis mengandung darah dan mucus, tes hemocculi positif.
 Feses tidak ada meningkat
 Distensi abdomen dan nyeri tekan
 Massa terpalpasi yang seperti sosis di abdomen
 Anus yang terlihat tidak biasa, dapat tampak seperti prolaps rectal.
 Dehidrasi dan demam sampai kenaikan 410C
 Keadaan seperti syok dengan nadi cepat, pucat dan keringat banyak
f. Observasi manifestasi intususepsi yang kronis
 Diare
 Anoreksia
 Kehilangan berat badan
 Kadang – kadang muntah
 Nyeri yang periodic
 Nyeri tanpa gejala lain
g. Kaji dengan prosedur diagnostik dan tes seperti pemeriksaan foto polos abdomen, barium enema dan ultrasonogram

2. Masalah Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan invaginasi usus.
2. Syok hipolemik berhubungan dengan muntah, perdarahan dan akumulasi cairan dan elektrolit dalam lumen.
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, lingkungan yang asing.
4. Inefektif termoregulasi berhubungan dengan proses inflamasi, demam.
5. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.

3. Perencanaan
a. Preoperasi
 Diagnosa keperawatan: nyeri berhubungan dengan invaginasi usus.
Tujuan: berkurangnya rasa nyeri sesuai dengan toleransi yang dirasakan anak.
Kriteria Hasil: anak menunjukkan tanda – tanda tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan yang minimum.
Intervensi:
 Observasi perilaku bayi sebagai indikator nyeri, dapat peka rangsang dan sangat sensitif untuk perawatan atau letargi atau tidak responsive.
 Perlakuan bayi dengan sangat lembut.
 Jelaskan penyebab nyeri dan yakinkan orangtua tentang tujuan tes diagnostik dan pengobatan.
 Yakinkan anak bahwa analgesik yang diberikan akan mengurangi rasa nyeri yang dirasakan.
 Jelaskan tentang intususepsi dan reduksi hidrostatik usus yang dapat mengurangi intususepsi.
 Jelaskan resiko terjadinya nyeri yang berulang.
 Kolaborasi: berikan analgesik untuk mengurangi rasa nyeri.
 Diagnosa keperawatan: syok hipovolemik berhubungan dengan muntah, perdarahan dan akumulasi cairan dan elektrolit dalam lumen.
Tujuan: volume sirkulasi (keseimbangan cairan dan elektrolit) dapat dipertahankan.
Kriteria Hasil: tanda – tanda syok hipovolemik tidak terjadi.
Intervensi:
 Pantau tanda vital, catat adanya hipotensi, takikardi, takipnea, demam.
 Pantau masukan dan haluaran.
 Perhatikan adanya mendengkur atau pernafasan cepat dan dangkal jika berada pada keadaan syok.
 Pantau frekuensi nadi dengan cernat dan ketahui rentang nadi yang tepat untuk usia anak.
 Laporkan adanya takikardi yang mengindikasikan syok.
 Kurangi suhu karena demam meningkatkan metabolisme dan membuat oksigenasi selama anestesi menjadi lebih sulit.
 Kolaborasi:
Lakukan pemeriksaan laboratorium: Hb/Ht, elektrolit, protein, albumin, BUN, kreatinin.
Berikan plasma/darah, cairan, elektrolit, diuretic sesuai indikasi untuk memelihara volume darah sirkulasi.
 Diagnosa keperawatan: ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, lingkungan yang asing.
Tujuan: rasa cemas pada anak dapat berkurang
Kriteria hasil: anak dapat beristirahat dengan tenang dan melakukan prosedur tanpa cemas.
Intervensi:
 Beri pendidikan kesehatan sebelum dilakukan operasi untuk mengurangi rasa cemas.
 Orientasikan klien dengan lingkungan yang masih asing.
 Pertahankan ada orang yang selalu menemani klien untuk meningkatkan rasa aman.
 Jelaskan alasan dilakukan tindakan pembedahan.
 Jelaskan semua prosedur pembedahan yang akan dilakukan.

b. Post operasi
 Diagnosa keperawatan: nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
Tujuan: berkurangnya rasa nyeri sesuai dengan toleransi pada anak.
Kriteria Hasil: anak menunjukkan tanda – tanda tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan yang minimum.
Intervensi:
 Hindarkan palpasi area operasi jika tidak diperlukan.
 Masukkan selang rektal jika diindikasikan, untuk membebaskan udara.
 Dorong untuk buang air untuk mencegah distensi vesika urinaria.
 Berikan perawatan mulut untuk memberikan rasa nyaman.
 Lubrikasi lubang hidung untuk mengurangi iritasi.
 Berikan posisi yang nyaman pada anak jika tidak ada kontraindikasi.
 Kolaborasi:
Berikan analgesi untuk mengatasi rasa nyeri.
Berikan antiemetik sesuai pesanan untuk rasa mual dan muntah.
 Diagnosa keparawatan: inefektif termoregulasi berhubungan dengan proses inflamasi, demam.
Tujuan: termoregulasi tubuh anak normal.
Kriteria Hasil: tidak ada tanda – tanda kenaikan suhu.
Intervensi:
 Gunakan tindakan pendinginan untuk mengurangi demam, sebaiknya 1 jam setelah pemberian antipiretik.
 Meningkatkan sirkulasi udara.
 Mengurangi temperatur lingkungan.
 Menggunakan pakaian yang ringan / tipis.
 Paparkan kulit terhadap udara.
 Gunakan kompres dingin pada kulit.
 Cegah terjadi kedinginan, bila anak menggigil tambahkan pakaian.
 Monitor temperatur.
 Kolaborasi: berikan antipiretik sesuai dengan berat badan bayi.

4. Evaluasi
a. Nyeri pada abdomen dapat berkurang
b. Syok hipovolemik dapat teratasi dengan segera melakukan koreksi terhadap keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Obstrusi usus dapat teratasi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.













PATHWAYS INTUSUSEPSI


Infeksi virus adeno

Pembengkakan bercak jaringan limfoid

Peristaltik usus meningkat

Usus berinvaginasi ke dalam usus dibawahnya

Edema dan perdarahan mukosa Peregangan usus

Sumbatan/obstruksi usus Pemajanan reseptor nyeri

Akumulasi gas dan cairan di dalam lumen
sebelah proksimal dari letak obstruksi Nyeri

Distensi

Muntah

Kehilangan cairan dan elektrolit

Volume ECF menurun

Syok hipovolemik





DAFTAR PUSTAKA

Staf Pengajar Ilmu kesehatan masyarakat. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI, 1985

Pilliteri, Adele. Child health nursing, care of the child and family, Los Angeles California, Lippincott, 1999

Wong, Donna L, Marilyn Hockenberry- Eaton, Wilson- Winkelstein, Wong’s essentials of pediatric nursing, America, Mosby, 2001

Nettina, Sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa Setiawan,dkk. Jakarta, 2001

Wong, Donna L. Wong and Whaley’s clinical Manual Of Pediatric Nursing. St. Louis Nissori: Mosby, 1996