Selasa, 05 Oktober 2010

Eksistensi Seorang Suter dalam Bidang Entertainment

Apa yang terlintas di pikiran anda, ketika kata “Suster” terdengar oleh telinga anda. Apakah pikiran anda langsung teringat pada film “Suster Ngesot”, ”Suster Keramas”, “Suster Zaky”, atau ada suster-suster lainnya. Menurut anda apa sih beda dari suster dengan perawat. Kita bisa bangga sebagai wong Indonesia dengan perkembangan dunia perfilman dinegara kita saat ini. Dimulai dari melezitnya film-film bertema Islami sampai tema horor ala suster. Tidak dapat dipungkiri bahwa negara Indonesia termasuk dalam kategori pembuat film horor yang oke, yang tidak kalah dari hasil produksi dengan negara-negara lain. Hal tersebut tidak mengherankan sesuai dengan pengalaman sejarah, mengingat beragamnya budaya dinegara kita yang lekat dengan kepercayaan-kepercayaan yang masih banyak berbau mistis. Lalu mengapa harus seorang suster yang dijadikan sebagai figur atau ikon dari beberapa film-film horor yang diangkat dan banyak diputar dibioskop-bioskop saat ini, yang memberikan gambaran bahwa seorang suster sebagai sosok yang menyeramkan dan tidak bermoral yang justru berkebalikan dari sifat dasar seorang suster. Seperti apasih sebenarnya peran seorang suster dalam menajalankan tugasnya daan apakah yang dapat dilakukan oleh para profesi keperawatan menanggapi hal tersebut.
Kata suster adalah Istilah yang sering digunakan untuk seseorang yang berprofesi sebagai mitra dokter di RS. Namun, di lain pihak, ibu-ibu kaya yang memiliki “babysitter” menyapa pengasuh anaknya dengan “suster”. Hmm hal ini sedikit mengusik benak. Terlebih lagi sewaktu booming film layar lebar yang berjudul “Suster Ngesot”. Nah, bagaimanakah asal muasal kata atau istilah “Suster” ini melekat erat sebagai julukan perawat wanita di Indonesia? Di

Wong : warga negara/ orang
Oke : bagus
Indonesi, kata “suster” atau sering dituliskan dengan “Zuster” dan disingkat dengan “Zr” berawal dari kedatangan para misionaris Belanda ke Indonesia. Mereka kemudian membangun gereja-gereja, terutama Gereja Katolik yang di
dalamnya terdapat pastor dan biarawati yang mengabdikan dirinya. Banyak wanita yang merasa dirinya terpanggil untuk melakukan pekerjaan merawat sebagai pernyataan kasih terhadap sesama yang menderita, kemudian masuk menjadi biarawati. Pada masa dahulu, biarawati Belanda sering dipanggil dengan sebutan “Zuster” atau saudara perempuan/wanita, sedangkan untuk para pria disebut dengan istilah “Bludder”. Banyak biarawati pada zaman Belanda tersebut yang bertugas rangkap sebagai perawat Rumah Sakit, karena kebanyakan RS-RS kita zaman dahulu didirikan oleh pihak misionaris Belanda (Padahal perawat di RS Belanda sendiri disebut dengan “Verpleegster” bukan “Zuster” seperti di Indonesia)
Itulah yang menyebabkan mengapa sebutan “suster” sangat melekat erat pada perawat Rumah Sakit di Indonesia, dimana penampilan perawat sampai sekarang mirip dengan biarawati, yang kebanyakan mengenakan seragam putih-putih dengan tutup kepala (cap) di atasnya. Meskipun saat ini telah terjadi pergeseran bahwa seragam perawat bisa beraneka warna seprti pink, biru, hijau, dan banyak juga wanita muslim tidak lagi memakai cap (baca; kap) tetapi menggantinya dengan kerudung/jilbab. Meskipun istilah perawat dan suster mempunyai makna yang sama, hanya penggunaannya yang berbeda. Istilah “suster” lebih sering digunakan dalam penggunaan informal, sedangkan istilah “perawat” yang berarti orang yang merawat orang sakit, lebih digunakan dalam penggunaan formal (baku).
Sementara itu, kata/istilah “perawat” kalau dilihat dari bahasa Inggris disebut dengan “NURSE”, asal muasalnya berasal dari kata “Nourish” yang menurut kamus Oxford atau kamus Webster mula-mula memberi makan, jadi mengandung fungsi keibuan. Jadi kata “nurse/nourish” tersebut mengandung konotasi merawat dan menumbuhkan, yang memiliki pengertian mendukung, membina, membimbing, dan melayani seperti fungsi seorang ibu. Maka ada yang menyebutkan bahwa peran perawat adalah sebagai pengganti peran ibu (mother surrogate). Dengan keterampilan tangannya, dengan kecerahan wajahnya dan dengan kecerdasan otaknya, perawat/nurse memberikan pelayanan kepada pasien dan bimbingan kepada pasien dan orang yang membutuhkan pertolongan.

Melihat fenomena-fenomena di banyak isntitusi pelayanan kesehatan yang melibatkan peran perawat wanita, kebanyakan dari penerima atau sesama pemberi pelayanan kesehatan banyak yang menggunakan istilah suster terhadap seorang perawat wanita. Hal tersebut memang bukanlah suatu hal yang perlu untuk dipermasalahkan. Jelas sebenarnya terdapat perbedaan antara istilah suster dengan perawat, yang membedakan suster adalah sebutan atau istilah yang lebih spesifik ditujukan untuk mitra wanita dokter di RS. Sedangkan Perawat adalah tenaga profesional di bidang perawatan kesehatan yang terlibat dalam kegiatan perawatan. Perawat bertanggung jawab untuk perawatan, perlindungan, dan pemulihan orang yang terluka atau pasien penderita penyakit akut atau kronis, pemeliharaan kesehatan orang sehat, dan penanganan keadaan darurat yang mengancam nyawa dalam berbagai jenis perawatan kesehatan. Perawat juga dapat terlibat dalam riset medis dan perawatan serta menjalankan beragam fungsi non-klinis yang diperlukan untuk perawatan kesehatan.

Akhir-akhir ini dunia perfilaman Indonesia boleh bangga dengan beberapa hasil karyanya. Salah satu film yang cukup phenomenan baru-baru ini saja adalah film-film yang bertenakan islami. Sebut saja salah satunya adalah dimulai dari sebuah novel karangan Habiburrahman Al-Sirazy dengan karyanya “Ayat-ayat Cinta” kemudian disusul dengan “Ketika Cinta Bertasbih” yang melezit dipasaran. Film-film tersebut memang pantas mendapat predikat yang bagus, mengingat pesan-pesan moral yang disampaikan secara tersirat memang mengandung nilai-nilai yang mampu memotivasi untuk berperilaku kearah yang lebih baik. Lalu bagaimana dengan tema film-film yang lain. Sebut saja salah satunya film-film yang bertema horor, Indonesia mampu membuat karya perfilman Indonesia yang bertemakan horor yang memiliki nilai jual yang tak kalah dengan kemampuan negara-negara lain. Kesan kemistisan yang ditampilkan mampu membuat penonton menyakini bahwa apa yang ditampilkan seperti layaknya kehidupan yang benar-benar real di kehidupan nyata. Hal tersebut tidak mengherankan mengingat Indonesia memang negara yang terdiri dari baragam budaya yang lekat dengan nilai-nilai budaya yang banyak memiliki nilai-nilai yang lekat dengan nilai mistis.
Menilik kembali sejarah perkembangan nilai-nilai di Indonesia banyak dipengaruhi oleh keyakinan yang berasal dari kepercayaan Hinduisme dan Budhiesme yang menanamkan nilai-nilai animisme dan dinamisme dalam pelaksanaan kehidupan sehari-hari. Sehingga bukanlah hal yang sulit apabila Indonesia mampu menampilkan film-film yang bertemakan horor berdasarkan pengalaman sejarah yang diturunkan secara turun-temurun.

Sebagai pemberi perawatan, perawat membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan yang lebih dari sekedar sembuh dari penyakit tertentu namun berfokus pada kebutuhan kesehatan klien secara holistik, meliputi upaya mengembalikan kesehatan emosi, spiritual, dan sosial. Sebelum mengambil tindakan keperawatan, baik dalam pengkajian kondisi klien, pemberian perawatan, dan mengevaluasi hasil, perawat menyusun rencana tindakan dengan menetapkan pendekatan terbaik bagi tiap klien. Penetapan ini dilakukan sendiri oleh perawat atau dapat berkolaborasi dengan keluarga klien dan dalam keadaan seperti ini perawat juga dapat bekerja sama dan berkonsultasi dengan tenaga kesehatan profesional yang lain.

Perawat juga berperan sebagai advokat atau pelindung klien, yaitu membantu untuk mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi klien dari efek yang tidak diinginkan yang berasal dari pengobatan atau tindakan

Real : nyata, sebenar-benarnya
diagnostik tertentu. Peran inilah yang belum tampak di kebanyakan institusi kesehatan di Indonesia, perawat masih sebatas menerima delegasi dari profesi kesehatan yang lain tanpa mempertimbangkan akibat dari tindakan yang akan dilakukannya apakah aman atau tidak bagi kesehatan klien. Manajer kasus juga merupakan salah satu peran yang dapat dilakoni oleh perawat, di sini perawat bertugas untuk mengatur jadwal tindakan yang akan dilakukan terhadap klien oleh berbagai profesi kesehatan yang ada di suatu rumah sakit untuk meminimalisasi tindakan penyembuhan yang saling tumpang tindih dan memaksimalkan fungsi terapeutik dari semua tindakan yang akan dilaksanakan terhadap klien.

Seperti yang telah dijelaskan di paragraf sebelumnya yaitu perawat harus mengembalikan kondisi klien secara holistik baik fisik maupun sosial dan spiritual klien ke keadaan sebelum klien menderita penyakitnya. Di sinilah peran perawat sebagai rehabilitator untuk mengembalikan keadaan klien atau paling tidak seoptimal mungkin untuk mendekati keadaan seperti sebelum ia sakit dengan berbagai asuhan keperawatan seperti latihan Range Of Motion (ROM) dan latihan lain yang dapat membantu klien untuk kembali ke kondisi kesehatannya seperti semula. Selain di bidang pelayanan kesehatan, perawat juga memiliki peran sebagai pendidik. Ada dua konteks pendidik disini, pertama sebagai pendidik di suatu institusi pendidikan keperawatan untuk mencetak perawat-perawat baru yang berkualitas, dan kedua adalah sebagai tenaga pendidik yang memberikan pengetahuan tentang kesehatan kepada masyarakat umum untuk menciptakan lingkungan yang sadar dan peduli akan pentingnya hidup dalam taraf kesehatan tertentu.

Dari peran-peran perawat yang telah disebutkan di atas, seharusnya kita dapat melihat dan menyimpulkan sendiri bahwa betapa mulianya seorang perawat yang dapat menjalankan tugas dan perannya tersebut dengan baik. Pertanyaannnya adalah mengapa para pembuat perfilman di Indonesia kurang peka untuk dapat melihat tugas dan peran perawat dari sisi yang paling mendasar sekalipun. Mengapa hanya mengangkat isu mengenai perawat melalui film yang bertemakan horor. Sebenarnya tidak menjadi permasalahan yang signifikan jika film tersebut di rangkai dalam suatu adegan-adegan yang bertema horor, apabila film tersebut mampu memperkenalkan kepada masyarakat seperti apa sih sebenarnya tugas dan peran seorang perawat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Mengingat salah satu fungsi dari film adalah selain sebagai media hiburan juga dapat dijadikan sebagai media edukasi kepada masyarakat melalui pesan-pesan moral yang disampaikan. Namun, apa yang terjadi saat ini, sungguh miris profesi yang begitu sangat mulia justru dijadikan sebagai pemeran utama dalam pembuatan film yang menggambarkan perilaku yang bertolak belakang dengan karakter yang sebenarnya harus ada pada perawat itu sendiri dan jauh dari pesan-pesan moral yang baik. Nah, dikwatirkan secara tidak langsung masyarakat dapat saja dengan mudah membentuk persepsi negatif terhadap profesi keperawatan di Indonesia sebagai dampak dari pembuatan film-film yang melibatkan dan meletakkan profesi keperawatan sebagai profesi yang miring.

Menanggapi berbagai dampak negatif dari pembuatan dan penayangan film-film horor yang secara tidak langsung melibatkan nama profesi keperawatan tersebut, sebagai seseorang yang memiliki kepekaaan dan kepedulian terhadap pandangan masyarakat tentang masa depan profesi keperawatan, mari kita bersama-sama bergerak untuk mengembalikan citra nama perawat Indonesia melalui gerakan anti komersialisme keperawatan dalam bidang entertainment. Jadi, maksudnya bukan berarti profesi keperawatan tidak boleh dilibatkan dalam bidang entertainment, tetapi apapun yang disajikan dan ditampilkan harus sesuai dengan konsep dasar tugas dan peran perawat yang sebenarnya sesuai dengan kode etik perawat, sehingga menampilkan pesan pendidikan kepada masyarakat yang mampu membangun arah perkembangan profesi keperawatan itu sendiri sekaligus sebagai media open mind bagi masyarakat. Sampai saat ini dari hasil survei, baru ada satu stasiun televisi yang menampilkan profesi keperawatan sebagai profesi yang sangat mulia, dari banyak film-film yang ditampilkan di pertelevisian Indonesia. Film tersebut tidak hanya menggambarkan betapa sulitnya menjalankan peran sebagai seorang perawat, duka-cita yang harus dilewati sampai harus mengorbankan diri sendiri demi menjalankan tugas dan peran. Dan betapa mirisnya ternyata film tersebut bukanlah hasil garapan dari produksi perfilman Indonesia.


























Miring : tidak sesuai dengan kondisi yang seharusnya atau sebenarnya
Open mind : pikiran jadi terbuka, membuka jalan pikir
LEMBAR RFERENSI

Craven, R.F., Hirnle, C.J. 2007. Fundamental of nursing: Human health and function.Third edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Henderson, V. (2006). The concepts of nursing. Journal of advance nursing, 53, (1), 25-31. Diakses pada 20 April 2010 jam 20.00 WIB dari http://www.journalofadvancednursing.com/docs/jan_1978.pdf.
Potter, P.A & Perry, A.G.(2005). Fundamental Of Nrsing: Concepts, Process, and Practice. Eds 4. Jakarta: EGC
Murpy., Murphy.(1998). “English Grammar In Use”. Eds Seventh. Cambridge:
Cambridge University Press.
http://www.wikivedia.com
http://www.depkes.go.id/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar