Rabu, 18 November 2009

SEKILAS TENTANG ETT

I. KERANGKA TEORI
Pengertian Intubasi Endotrakheal Menurut Hendrickson (2002), intubasi adalah memasukkan suatu lubang atau pipa melalui mulut atau melalui hidung, dengan sasaran jalan nafas bagian atas atau trakhea. Pada intinya, Intubasi Endotrakhea adalah tindakan memasukkan pipa endotrakha ke dalam trakhea sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dibantu dan dikendalikan (Anonim, 2002).

II. Tujuan Intubasi & Suction Endotrakhea.
Tujuan dilakukannya tindakan intubasi endotrakhea adalah untuk membersihkan saluran trakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar tetap paten, mencegah aspirasi, serta mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi. Pada dasarnya, tujuan intubasi endotrakheal (Anonim, 1986) :
• Mempermudah pemberian anestesia.
• Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan kelancaran pernafasan.
• Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan tidak sadar, lambung penuh dan tidak ada refleks batuk).
• Mempermudah pengisapan sekret trakheobronchial.
• Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.
• Mengatasi obstruksi laring akut.

III. Indikasi dan Kontraindikasi.
Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakheal menurut Gisele tahun 2002 antara lain :
• Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan oksigen arteri dan lain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen melalui masker nasal.
• Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan karbondioksida di arteri.
• Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau sebagai bronchial toilet.
• Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau pasien dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi.
Dalam sumber lain (Anonim, 1986) disebutkan indikasi intubasi endotrakheal antara lain :
• Menjaga jalan nafas yang bebas dalam keadaan-keadaan yang sulit.
• Operasi-operasi di daerah kepala, leher, mulut, hidung dan tenggorokan, karena pada kasus-kasus demikian sangatlah sukar untuk menggunakan face mask tanpa mengganggu pekerjaan ahli bedah.
• Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernafasan yang tenang dan tidak ada ketegangan.
• Operasi intra torachal, agar jalan nafas selalu paten, suction dilakukan dengan mudah, memudahkan respiration control dan mempermudah pengontrolan tekanan intra pulmonal.
• Untuk mencegah kontaminasi trachea, misalnya pada obstruksi intestinal.
• Pada pasien yang mudah timbul laringospasme.
• Tracheostomni.
• Pada pasien dengan fiksasi vocal chords.
Indikasi intubasi nasal (Anonim, 1986) antara lain :
• Bila oral tube menghalangi pekerjaan dokter bedah, misalnya tonsilektomi, pencabutan gigi, operasi pada lidah.
• Pemakaian laringoskop sulit karena keadaan anatomi pasien.
• Bila direct vision pada intubasi gagal.
• Pasien-pasien yang tidak sadar untuk memperbaiki jalan nafas.

Selain intubasi endotrakheal diindikasikan pada kasus-kasus di ruang bedah, ada beberapa indikasi intubasi endotrakheal pada beberapa kasus nonsurgical, antara lain:
a. Asfiksia neonatorum yang berat.
b. Untuk melakukn resusitasi pada pasien yang tersumbat pernafasannya, depresi atau abcent dan sering menimbulkan aspirasi.
c. Obstruksi laryngeal berat karena eksudat inflamatoir.
d. Pasien dengan atelektasis dan tanda eksudasi dalam paru-paru.
e. Pada pasien-pasien yang diperkirakan tidak sadar untuk waktu yang lebih lama dari 24 jam seharusnya diintubasi.
f. Pada post operative respiratory insufficiency.
Menurut Gisele, 2002 ada beberapa kontra indikasi bagi dilakukannya intubasi endotrakheal antara lain :
1) Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak memungkinkan untuk dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah cricothyrotomy pada beberapa kasus.
2) Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical, sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.

III. Posisi Pasien untuk Tindakan Intubasi.
Gambaran klasik yang betul ialah leher dalam keadaan fleksi ringan, sedangkan kepala dalam keadaan ekstensi. Ini disebut sebagai Sniffing in the air possition. Kesalahan yang umum adalah mengekstensikan kepala dan leher.

IV. Teknik Pemasangan.
Kesukaran yang sering dijumpai dalam intubasi endotrakheal (Mansjoer Arif et.al., 2000) biasanya dijumpai pada pasien-pasien dengan :
a. Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi yang lengkap.
b. Recoding lower jaw dengan angulus mandibula yang tumpul. Jarak antara mental symphisis dengan lower alveolar margin yang melebar memerlukan depresi rahang bawah yang lebih lebar selama intubasi.
c. Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum yang tinggi.
d. Gigi incisium atas yang menonjol (rabbit teeth).
e. Kesukaran membuka rahang, seperti multiple arthritis yang menyerang sendi temporomandibuler, spondilitis servical spine.
f. Abnormalitas pada servical spine termasuk achondroplasia karena fleksi kepala pada leher di sendi atlantooccipital.
g. Kontraktur jaringan leher sebagai akibat combusio yang menyebabkan fleksi leher.

V. Komplikasi Suction Endotrakheal
1) Trauma jalan nafas berupa kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah atau mukosa mulut, cedera tenggorok, dislokasi mandibula dan diseksi retrofaringeal.
2) Gangguan refleks berupa hipertensi, takikardi, tekanan intracranial meningkat, tekanan intraocular meningkat dan spasme laring.
3) Trauma jalan nafas berupa inflamasi dan ulserasi mukosa, serta ekskoriasi kulit hidung.
4) Trauma jalan nafas berupa edema dan stenosis (glotis, subglotis atau trachea), suara sesak atau parau (granuloma atau paralisis pita suara), malfungsi dan aspirasi laring.
5) Gangguan refleks berupa spasme laring.


VI. PROSEDUR TINDAKAN SUCTION ETT
Hudak ( 1997 ) menyatakan persiapan alat secara umum untuk tindakan penghisapan adalah sebagai berikut ;
a. Kateter suction steril yang atraumatik
b. Sarung tangan
c. Tempat steril untuk irigasi
d. Spuit berisi cairan NaCl steril untuk irigasi trachea jika diindikasikan
( Ignativicius, 1999 ) menuliskan langkah-langkah dalam melakukan tindakan penghisapan adalah sebagai berikut :
1. Kaji adanya kebutuhan untuk dilakukannya tindakan penghisapan.
( usahakan tidak rutin melakukan penghisapan karena menyebabkan kerusakan mukosa, perdarahan, dan bronkospasme ).
2. Lakukan cuci tangan, gunakan alat pelindung diri dari kemungkinan
terjadinya penularan penyakit melalui secret.
3. Jelaskan kepada pasien mengenai sensasi yang akan dirasakan selama
penghisapan seperti nafas pendek, , batuk, dan rasa tidak nyaman.
4. Check mesin penghisap, siapkan tekanan mesin suction pada level
80 – 120 mmHg untuk menghindari hipoksia dan trauma mukosa
5. Siapkan tempat yang steril
6. Lakukan preoksigenasi dengan O2 100% selama 30 detik sampai 3 menit untuk mencegah terjadinya hipoksemia.
7. Secara cepat dan gentle masukkan kateter, jangan lakukan suction saat
kateter sedang dimasukkan
8. Tarik kateter 1-2 cm, dan mulai lakukan suction. Lakukan suction secara
intermitten , tarik kateter sambil menghisap dengan cara memutar. Jangan
pernah melakukan suction lebih dari 10 – 15 “.
9. Hiperoksigenasi selama 1-5 menit atau bila nadi dan SaO2 pasien normal.
10. Ulangi prosedur bila diperlukan ( maksimal 3 x suction dalam 1 waktu )
11. Tindakan suction pada mulut boleh dilakukan jika diperlukan, lakukan
juga mouth care setelah tindakan suction pada mulut.
12. Catat tindakan dalan dokumentasi keperawatan mengenai karakteristik
Sputum (jumlah, warna, konsistensi, bau, adanya darah ) dan respon


REFERENCE:
Anonim, (1986), Kesimpulan Kuliah Anestesiologi, edisi pertama, Aksara Medisina, Jakarta.
Anonim, (2002), Endotracheal Intubation, http://www.medicinet.com/script/main/art.asp?li=mni&articlekey=7035
Gail Hendrickson, RN, BS., (2002), Intubation, http://www.health.discovery.com/diseasesandcond/encyclopedia/1219.html
Gisele de Azevedo Prazeres, MD., (2002), Orotracheal Intubation, http://www.medstudents.com/orotrachealintubation/medicalprocedures.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar