Minggu, 17 Januari 2010


TEORI DAN KONSEP BELAJAR

2.1 Pengertian Pendidikan, Belajar, dan Mengajar
2.1.1 Pengertian Pendidikan
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (1991), Pendidikan berasal dari kata "didik", Lalu kata ini mendapat awalan kata "me" sehingga menjadi "mendidik" artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Jadi pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
2.1.2 Pengertian Belajar
Pendidikan tidak lepas dari proses belajar. Belajar adalah usaha untuk menguasai segala sesuatu yang berguna untuk hidup. Menurut Gagne (1984: ) belajar didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya akibat suatu pengalaman. Galloway dalam Toeti Soekamto (1992: 27) mengatakan belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan faktor-faktor lain berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Sedangkan Morgan menyebutkan bahwa suatu kegiatan dikatakan belajar apabila memiliki tiga ciri-ciri sebagai berikut.

1. Belajar adalah perubahan tingkahlaku;
2. Perubahan terjadi karena latihan dan pengalaman, bukan karena pertumbuhan;
3. Perubahan tersebut harus bersifat permanen dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama.
2.1.3 Pengertian Mengajar
Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moral yang cukup berat. Berhasilnya pendidikan pada siswa sangat bergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya. Zamroni (2000:74) mengatakan “guru adalah kreator proses belajar mengajar”. Ia adalah orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji apa yang menarik minatnya, mengekspresikan ide-ide dan kreativitasnya dalam batas-batas norma-norma yang ditegakkan secara konsisten. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa orientasi pengajaran dalam konteks belajar mengajar diarahkan untuk pengembangan aktivitas siswa dalam belajar.
Nasution (1982:8) mengemukakan kegiatan mengajar diartikan sebagai segenap aktivitas kompleks yang dilakukan guru dalam mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar. Dengan demikian proses dan keberhasilan belajar siswa turut ditentukan oleh peran yang dibawakan guru selama interaksi proses belajar mengajar berlangsung. Usman (1994:3) mengemukakan mengajar pada prinsipnya adalah membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar atau mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan terjadinya proses belajar. Pengertian ini mengandung makna bahwa guru dituntut untuk dapat berperan sebagai organisator kegiatan belajar siswa dan juga hendaknya mampu memanfaatkan lingkungan, baik ada di kelas maupun yang ada di luar kelas, yang menunjang terhadap kegiatan belajar mengajar.


2.2 Proses Belajar
Dalam proses belajar akan tercakup hal-hal berikut:
a. Latihan
Latihan adalah penyempurnaan potensi tenaga-tenaga yang ada dengan mengulang aktifitas tertentu.
b. Menambah atau memperoleh tingkah lakuu baru
Belajar sebenarnya adalah suatu usaha untuk memperoleh hal-hal baru dalam tingkah laku (pengetahuan, kecakapan, keterampilan, dan niilai-nilai) dengan aktivitas kejiwaan sendiri.
2.3. Ciri-ciri Kegiatan Belajar
Kegiatan belajar mempunyai ciri-ciri:
a. Belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang sedang belajar, bbaik aktual maupun potensial
b. Perubahan tersebut pada pokoknya didapatkan karena kemampuan baru yang berlaku untuk waktu yang relatif lama
c. Perubahan-perubahan itu terjadi karena usaha, bukan karena proses kematangan.
2.4 Teori Belajar
Teori proses belajar dikelompokan dalam dua kelompok besar, yakni teori stimulus-respon yang kurang memperhitungkan faktor internal dan teori transformasi yang memperhitungkan faktor internal.
Teori stimulus respon berpangkal pada psikologi asosiasi yang dirintis oleh John Locke dan Herbart. Pada teori ini subjek belajar merupakan rahasia atau disebut blackbox. Belajar adalah mengambil tanggapan-tanggapan dan menggabungkan tanggapan tersebut dengan mengulanginya. Tanggapan tersebut diperoleh melalui pemberian stimulus atau rangsangan
Teori transformasi berlandaskan pada psikologi kognitif yang dirumuskan oleh Neisser. Menurut teori ini proses belajar adalah transformasi dari maksukan(input) kemudian input tersebut direduksi, diuraikan, disimpan, ditemukan kembali, dan dimanfaatkan. Belajar dimulai dari kontak individu dengan dunia luar.
Secara garis besar teori belajar antara lain:
a. Teori Belajar Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan.
Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
(i) Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
(ii) Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
(iii) Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
(iv) Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
(v) Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat.
Teori Belajar Gestalt meneliti tentang pengamatan dan problem solving, dari pengamatanya ia menyesalkan penggunaan metode menghafal di sekolah, dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis.
Menurut teori Gestalt perbuatan belajar itu tidak berlangsung seketika, tetapi berlangsung berproses kepada hal-hal yang esensial, sehingga aktivitas belajar itu akan menimbulkan makna yang berarti. Sebab itu dalam proses belajar, makin lama akan timbul suatu pemahaman yang mendalam terhadap materi pelajaran yang dipelajari, manakala perhatian makin ditujukan kepada objek yang dipelajari itu telah mengerti dan dapat apa yang dicari.
b. Teori Belajar Menghafal dan Mental Disiplin
(i) Menghafal
Belajar adalah menghafal dan menghafal adalah usaha mengumpulkan pengetahuan melaluin pembeoan untuk kemudian digunaka apabila diperlukan. Teori ini tidak sepenuhnya benar, Karena menurut pengalaman sehari-hari hafalan akan hilang bila yang dihafalkan itu tidak fungsional, tidak digunakan atau dimanfaatkan, dan tidak langsung dipergunakan dan dimanfaatkan dalam hidup sehari-hari.
(ii) Teori Mental Disiiplin
Teori belajar ini dikembangkan tanpa didasari eksperimen, ini berarti dasar orientasinya adalah filosofis atau spekulatif, teori ini menganggap bahwa dalam belajar mental siswa didisiplinkan atau dilatih. Teori yang berlawanan sekali dengan teori disiplin mental ialah teori perkembangan alamiah. Menurut teori ini, anak itu akan berkembang secara alamiah.
Teori yang berlawanan dengan teori disiplin mental dan pengembangan alamiah adalah teori apersepsi, yang merupakan suatu asosionisme mental yang dinamis, didasarkan pada premis fundamental bahwa tidak ada gagasan bawaan sejak lahir, apapun yang diketahui seseorang datang dari luar dirinya. Menurut teori apersepsi, belajar merupakan suatu proses terasosiasinya gagasan-gagasan baru dengan gagasan lama yang sudah membentuk pikiran.
c. Teori Behaviorisme
Ada beberapa ciri dari teori ini yaitu : mengutamakan unsur-unsur atau bagian-bagian kecil, bersifat mekanisme, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, dan menekankan kepentingan latihan. Tokoh yang mengembangkan teori ini adalah Thorndike yang mengemukan tiga prinsip aatu hukum dalam belajar yaitu : belajar akan berhasil apabila individu memiliki kesiapan untuk melakukan perbuatan tersebut, belajar akan berhasil apabila banyak latihan dan ulangan, dan belajar akan bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik.
Prinsip belajar menurut teori behaviorisme yang dikemukan oleh Harley dan Davis (1978) yang banyak dipakai adalah : proses belajar dapat terjadi dengan baik apabila siswa ikut terlibat secara aktif didalamnya, materi pelajaran diberikan dalam bentuk unit-unit kecil dan diatur sedemikian rupa sehingga hanya perlu memberikan suatu proses tertentu saja, tiap-tiap respon perlu diberi umpan balik secara langsung sehingga siswa dapat dengan segera mengetahui apakah respon yang diberikan betul atau tidak, dan perlu diberikan penguatan setiap kali siswa memberikan respon apakah bersifat positif atau negatif.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
(i) Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar.
(ii) Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
(iii) Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
(iv) Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
Selain itu ada beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme menurut para ahli, diantaranya :
(i). Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
a) Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
b) Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
(ii) Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
a) Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
b) Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
(iii) Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya.

d. Teori Belajar Kognitif menurut Piaget
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
(i) Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
(ii) Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
(iii) Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
(iv) Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
(v) Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

e. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.

2. 5 Prinsip- Prinsip Belajar
a. Prinsip 1
Belajar dalah suatu pengalaman yang terjadi di dalam diri si pelajar yang diaktifkan oleh individu itu sendiri.
b. Prinsip 2
Belajar adalah penemuan diri sendiri
c. Prinsip 3
Belajar adalah suatu konsekuensi dari pengalaman
d. Prinsip 4
Belajar adalah proses kerja sama dan kolaborasi
e. Prinsip 5
Belajar adalah proses evolusi
f. Prinsip 6
Belajar adalah pegangan hidup
g. Prinsip 7
Belajar adalah proses emosional dan intelektual.
h. Prinsip 8
Belajar bersifat individual dan unik
2.6 Konsep Belajar
Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi). Untuk menangkap isi dan pesan belajar, maka dalam belajar tersebut individu menggunakan kemampuan pada ranah-ranah :
a. Kognitif yaitu kemampuan yang berkenaan dengan pengetahuan, penalaran atau pikiran terdiri dari kategori pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi.
b. Afektif yaitu kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan reaksi-reaksi yang berbeda dengan penalaran yang terdiri dari kategori penerimaan, partisipasi, penilaian sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup.
c. Sikomotorik yaitu kemepuan yang mengutamakan keterampilan jasmani terdiri dari persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan dan kreativitas.













BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk kita semua terutama perawat dan pasien. Dalam pendidikan terdapat proses belajar. Belajar merupakan prosese seseorang dalam mencapai dan memperoleh berbagai keterampilan, kecakapan, dan sikap. Dalam belajar, perawat diharapkan mengetahui konsep dan teori-teori belajar. Adapun teori belajar terbagi menjadi 3, yakni teori humanisme, teori behaviorisme, dan teori kognitif.
Selain itu dalam belajar, perawat juga harus mengetahui prinsip dan proses belajar. Teknik dan metode belajar juga merupakan hal yang penting yang harus diketahui dan dipahami perawat agar perawat dapat menjalankan proses belajar dengan baik.

3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini, kami mengharapkan pembaca dapat memahami tentang pengertian pendidikan, belajar ,dan mengajar serta teori dan konsep belajar . Penulis juga mengharapkan pembaca dapat menerapkan dan mengetahui tentang makna dari semua sub topik pembahasan. Semoga saja makalah ini dapat bemanfaat bagi kita semua.









DAFTAR PUSTAKA

Ahira, Ane. ” Pendidikan”. Style Sheet. http://www.anneahira.com/artikel-pendidikan/pengertian-pendidikan.htm. (16 September 2009)
Kozier, B,. Berman, A. (2004). Fundamental of Nursing Concepts, Process and Practice. Seventh Edition. Pearson Education: New Jersey.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Potter, P.A & Perry, A.G. (1993) .Fundamental of Nursing Concepts, Process and Practice. Thrd edition. St.Louis: Mosby Year Book.
Rasto. “ Pengertian Mengajar”. Style Sheet. http://rastodio.com/pendidikan/pengertian-mengajar.html. ( 16 September 2009)
Sudrajat, A. “ Teori-Teori Belajar”. Style Sheet. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/02/teori-teori-belajar/. ( 16 September 2009)
Wandhi. “ Pengertian Belajar”. Style Sheet. http://whandi.net/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=41. ( 16 September 2009)

PROMOSI KESEHATAN PENGERTIAN PENDIDIKAN, BELAJAR DAN MENGAJAR SERTA DOMAIN BELAJAR

A. Pengertian Pendidikan, Belajar, dan Mengajar
Pendidikan merupakan usaha yang dilaksanakan secara sadar untuk mewujudkan suasana belajar serta menuntut peserta didik untuk menggali potensi diri serta berperan aktif dalam prosesnya. Seperti kita ketahui selama ini pendidik dan pengajar merupakan satu pengertian namun sebenarnya kedua kata itu berbeda arti, pendidik merupakan seseorang yang melakukan sesuatu untuk membentuk karakter seseorang serta mentransfer nilai-nilai yang ada di dalam kehidupan, sedangkan pengajar merupakan seseorang yang melakukan sesuatu untuk mentransfer ilmu yang sudah dipelajarinya.
Belajar merupakan perubahan tingkah laku dan kemampuan manusia dan juga proses perubahan tingkah laku yang relative permanen akibat dari latihan atau pengalaman yang dialami oleh seseorang, sedangkan mengajar merupakan interaksi antara dua orang atau lebih untuk memberikan pengetahuan dan mengubah atau membentuk perilaku seseorang.

B. Domain Belajar
Domain belajar atau sebutan lainnya, ranah, dapat diartikan sebagai cakupan dalam proses belajar. Domain belajar terbagi atas 3, antara lain :
1. Kognitif
Kognitif adalah aktivitas mental dalam mengenal dan mengetahui tentang dunia. Kognitif mencakup semua aspek intelektual yang terdiri dari kemampuan berpikir, menganalisa, evaluasi, serta pemahaman. Piaget berteori bahwa selama perkembangannya, manusia mengalami perubahan-perubahan dalam struktur berfikir, yaitu semakin terorganisasi, dan strukutur berfikir selalu dibangun pada struktur dari tahap sebelumnya. Perkembangan manusia itu disebabkan oleh 4 faktor, yaitu kematangan fisik, pengalaman dengan objek-objek fisik, pengalaman sosial dan ekuilibrasi. Terdapat 5 cakupan dalam kognitif, yaitu:
a. Knowledge, dengan pengetahuan maka akan didapatkan sebuah fakta dan informasi baru. Contohnya klien mengetahui tentang penyakit yang dideritanya
b. Comprehension, pemahaman adalah kemampuan untuk memahami materi yang dipelajari. Contoh, klien mampu menguraikan secara cpesifik bagaimana obat-obat yang baru diberikan untuknya akan dapat meningkatkan kesehatan fisiknya.
c. Application,aplikai atau penerapan mencakup penggunaan informasi yang baru diketahuinya untuk diterapkan dalam situasi yang tepat. Contoh, klien dapat mengatur jadwal makannya setelah diberi informasi oleh perawat.
d. Analysis, konsep analisis di sini adalah mengaitkan gagasan yang satu dengan yang lain dengan cara-cara yang tepat. Contoh, klien mampu memisahkan informasi penting dan tidak penting pada penggunaan obat terutama menanggapi mitos yang berkembang di masyarakat.
e. Synthesis, klien mampu menerapkan semua yang dia dapat selama berada di rumah sakit
f. Evaluation, klien mampu menyadari kebutuhan akan informasi kesehatan.

2. Afektif
Afektif terdiri dari perilaku, sikap, minat, konsep diri, tanggung jawab, serta pengendalian diri, serta pembentukan karakter seseorang. Menurut Popham (1995), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Terdapat 5 cakupan, yaitu :
a. Receiving
Pada tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, musik, buku, dan sebagainya. Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya pendidik mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, senang bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan, yaitu kebiasaan yang positif.


b. Responding
Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus. Misalnya senang membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman, senang dengan kebersihan dan kerapian, dan sebagainya.
c. Valueing
Valeuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini.diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi.
d. Organizing
Pada tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik antar nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai. Misalnya pengembangan filsafat hidup.
e. Characterizing
Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat ini peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial.
Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.

a. Sikap
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.
b. Minat
Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi. Penilaian minat dapat digunakan untuk:
- Mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran,
- Mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
- Pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,
- Menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,
- Mengelompokkan peserta didik yang memiliki minat sama,
- Acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi,
- Mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik,
- Bahan pertimbangan menentukan program sekolah,
- Meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
c. Konsep Diri
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi. Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut.
• Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
• Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.
• Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.
• Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.
• Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
• Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui standar input peserta didik.
• Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran.
• Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.
• Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.
• Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.
• Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
• Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta didik.
• Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dapat untuk instropeksi pembelajaran yang dilakukan.
• Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.
• Peserta didik mampu menilai dirinya.
• Peserta didik dapat mencari materi sendiri.
• Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya.
d. Nilai
Nilai menurut Rokeach (1968), nilai merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan.
e. Moral
Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.

3. Psikomotor
Psikomotor terdiri dari praktik, fisik, keterampilan serta motorik. Pengajaran psikomotor, keterampilan, penerapan, serta penggabungan aktivitas mental dan fisik. Terdapat tujuh cakupan, yaitu:
a. Persepsi, berkaitan dengan pemahaman. Keadaan yang menyadari suatu objek atau kualitas penggunaan seluruh organ indra. Sesorang merasakan adanya rangangan sebagai tanda untuk melakukan tugas tertentu. Misalnya, setelah mendengarkan bunyi mobil ambulans, orang tersebut akan menyetir mobilnya ke tepi untuk menghindari kecelakaan.
b. Set, mengeset kesiapan otak untuk menjalankan tindakan psikomotor, yang diset adalah mental, fisik, dan emosi. Ada tiga perangkat, mental, fisik, dan emosi. Sebagai contoh, seseorang menggunakan penilaian untuk menentukan cara terbaik untuk melakukan tindakan motorik. Sebelum melakukan tindakan, seperti bangun dari kursi roda, seseorang berada pada bentuk dan posisi tubuh yang sesuai. Klien mungkin membuat komitmen untuk menjalankan latihan tertentu secara teratur.
c. Respons terbimbing, Akan kinerja suatu tindakan, di abwah bimbingan seorang instructor. Hal ini merupakan tindakan meniru dari tindakan yang didemonstrasikan. Sebagai contoh, klien menyiapkan injeksi insulin setelalh memperhatikan contoh dari perawat dan mencoba untuk menirunya dengan benar.
d. Mekanisme, mekanisme merupakan tingkat perilaku yang lebih tinggi di mana seseorang telah memiliki kepercayaan diri dan ketrampilan dalam melakukan perilaku tertentu. Biasanya ketrampilan menjadi lebih kompleks dan mencakup lebih dari beberapa tahapan daripada ketrampilan terbimbing. Sebagai contoh, klien mampu mengeluarkan sejumlah insulin dengan jarum suntik dari dosis yang berbeda.
e. Respons kompleks terbuka, mencakup yang terdiri dari pola gerakan yang kompleks.. seseorang memperlihatkan ketrampilan secara halus dan benar tanpa ragu-ragu. Sebagai contoh, klien dapat menyuntikkan insulin secara mandiri pada berbagai tempat penyuntikkan.
f. Adaptasi, terjadi bila seseorang mampu mengubah respon motorik ketika muncul masalah yang tidak diduga. Sebagai contoh, ketika perawat menyuntik, munculnya darah dalam alat suntikan karena diaspirasi mengakibatkan perubahan cara memegang alat suntik.
g. Keaslian, merupakan aktivitas motorik yang paling kompleks yang mencakup penciptaan pola gerakan yang baru. Seseorang bertindak berdasarkan kemampuan dan Keaslian ketrampilan psikomotor yang ada. Sebagai contoh, seorang perawat menggunakan metode yang lain untuk penusukan vena pada klien yang mengalami pembengkakan tangan.

Semua domain belajar merupakan aspek yang harus berjalan secara terintegrasi. Ada kalanya seseorang hanya mahir atau sanggup menjalani salah satu dari ketiganya. Akan tetapi, berusaha untuk seimbang adalah pilihan yang jauh lebih baik.








BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendidikan merupakan usaha sadar untuk mewujudkan suasana belajar serta menuntut peserta didik untuk menggali potensi diri. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku akibat latihan dan pengalaman. Mengajar adalah interaksi untuk memberikan pengetahuan dan membentuk perilaku seseorang. Domain belajar terbagi atas tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Ranah kognitif mencakup semua aspek intelektual yang terdiri dari kemampuan berpikir, menganalisa, evaluasi, serta pemahaman. Afektif terdiri dari perilaku, sikap, minat, konsep diri, tanggung jawab, serta pengendalian diri, serta pembentukan karakter seseorang. Psikomotor terdiri dari praktik, fisik, keterampilan serta motorik.

B. Saran
Bagi para pembaca pada umumnya dan perawat pada khususnya disarankan agar mengerti tentang pendidikan, mengajar dan belajar maupun domain belajar itu sendiri. Selain itu pendidikan, belajar dan mengajar merupakan hal yang sangat penting. Hal ini akan mempermudah petugas kesehatan dalam melakukan pendidikan pada pelayanan kesehatan.









DAFTAR PUSTAKA

Latifah, M. “Perkembangan Kognitif.” Style sheet. http://tumbuhkembanganak.edublogs.org/2008/04/29/perkembangan-kognitif/ (tanggal akses 1 Oktober 2009)
Anonym. “Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif”. Style sheet. http://74.125.153.132/search?q=cache:yLlibrRzEoMJ:smadawates.sch.id/berkas/PENGEMBANGAN%2520%2520PERANGKAT%2520PENILAIAN%2520AFEKTIF.rtf+afektif&cd=4&hl=id&ct=clnk&gl=id (tanggal akses 1 Oktober 2009).

KONSEP KOMUNIKASI CARL ROGER

I.Pendahuluan
Komunikasi merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Melalui komunikasi dapat terjalin suatu hubungan dan kepercayaan antar individu. Bahkan melalui suatu bentuk komunikasi mampu mengubah kepercayaan ,nilai dan keyakinan yang di anut oleh suatu individu maupun kelompok. Oleh karena itu komunikasi memiliki peranan yang cukup besar. Setiap individu meiliki kemampuan komunikasi yang berbeda-beda. Kemampuan komunikasi tersebut tidak terlepas dari tingkah laku yang melibatkan aktifitas fisik, mental dan dipengaruhi oleh latar belakang sosial, pengalaman, usia, pendidikan dan tujuan. Seorang perawat juga dituntut agar memilki kemampuan berkomunikasi yang baik dan tepat.

II.Pembahasan
Sebelum membahas mengenai konsep atau prinsip-prinsip komunikasi yang diperkenalkan oleh Carl Roger, Sebaiknya kita mengenal terlebih dahulu mengenai komunikasi itu sendiri. Komunikasi yang dijalankan haruslah bersifat terapeutik, Artinya bahwa komunikasi tersebut adalah komunikasi yg direncanakan secara sadar, bertujuan dan dipusatkan untuk kesembuhan klien. Komunikasi terapeutik mengarah pada bentuk komunikasi interpersonal. Sedangkan menurut Northouse (1998: 12), komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis, dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Stuart mengartikan komunikasi terapeutik sebagai suatu hubungan interpesonal antara perawat dengan pasien, dalam hubungan ini perawat dan pasien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional pasien. Adapun tujuan dan komunikasi terapeutik adalah sebagai berikut:
 Membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban perasaan serta pikiran.
 Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk pasien.
 Membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri. Mendorong dan menganjurkan kerjasama antara bidan-pasien.
 Mengidentifikasi, mengungkap perasaan dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan bidan.
 Memberikan pengertian tingkah laku pasien dan membantu pasien mengatasi masalah yang dihadapi.
 Mencegah tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri pasien.
Untuk menciptakan suatu bentuk komunikasi yang bersifat terapeutik yang mampu mecapai tujauan yang diharapkan , Ada beberapa syarat dasar yang harus dipenuhi diantaranya adalah: Komunikasi ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi dan penerima pesan. Komunikasi dilakukan dengan saling pengertian sebelum memberi saran, informasi dan masukan. Agar mampu mengaplikasikan komunikasi secara terapeutik seorang psikolog Carl Rogers lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois Chicago, memperkenalkan prinsip-prinsip ataupun konsep dalam berkomunikasi, yaitu sebagai berikut:
 Perawat sebagai tenaga kesehatan harus mengenal dirinya sendiri,
 Komunikasi ditandai dengan sikap menerima, percaya dan menghargai,
 Perawat sebagai tenaga kesehatan harus paham, menghayati nilai yang dianut pasien,
 Perawat sebagai tenaga kesehatan harus sadar pentingnya kebutuhan pasien,
 Perawat sebagai tenaga kesehatan harus menciptakan suasana agar pasien berkembang tanpa rasa takut,
 Perawat sebagai tenaga kesehatan menciptakan suasana agar pasien punya motivasi mengubah diri,
 Perawat sebagai tenaga kesehatan harus menguasai perasaannya sendiri,
 Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan konsisten,
 Perawat harus paham akan arti empati,
 Perawa harus jujur dan berkomunikasi secara terbuka,
 Perawat harus dapat berperan sebagai role model,
 Mampu mengekspresikan perasaan,
 Altruisme (panggilan jiwa) untuk mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain,
 Berpegang pada etika,
 Tanggung jawab.
Ide pokok dari teori – teori Rogers yaitu individu memiliki kemampuan dalam diri sendiri untuk mengerti diri, menentukan hidup, dan menangani masalah – masalah psikisnya asalkan konselor menciptakan kondisi yang dapat mempermudah perkembangan individu untuk aktualisasi diri.
Menurut Rogers motivasi orang yang sehat adalah aktualisasi diri. Jadi manusia yang sadar dan rasional tidak lagi dikontrol oleh peristiwa kanak – kanak seperti yang diajukan oleh aliran freudian, misalnya toilet trainning, penyapihan ataupun pengalaman seksual sebelumnya. Rogers lebih melihat pada masa sekarang, dia berpendapat bahwa masa lampau memang akan mempengaruhi cara bagaimana seseorang memandang masa sekarang yang akan mempengaruhi juga kepribadiannya. Namun ia tetap berfokus pada apa yang terjadi sekarang bukan apa yang terjadi pada waktu itu.
Aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi -potensi psikologis yang unik. Aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi oleh pengalaman dan oleh belajar khususnya dalam masa kanak – kanak. Aktualisasi diri akan berubah sejalan dengan perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai usia tertentu (adolensi) seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke psikologis.
Rogers dikenal juga sebagai seorang fenomenologis, karena ia sangat menekankan pada realitas yang berarti bagi individu. Realitas tiap orang akan berbeda – beda tergantung pada pengalaman – pengalaman perseptualnya. Lapangan pengalaman ini disebut dengan fenomenal field. Rogers menerima istilah self sebagai fakta dari lapangan fenomenal tersebut.
Konsep diri menurut Rogers adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku. Konsep diri ini terbagi menjadi 2 yaitu konsep diri real dan konsep diri ideal. Untuk menunjukkan apakah kedua konsep diri tersebut sesuai atau tidak, Rogers mengenalkan 2 konsep lagi, yaitu Incongruence dan Congruence. Incongruence adalah ketidakcocokan antara self yang dirasakan dalam pengalaman aktual disertai pertentangan dan kekacauan batin. Sedangkan Congruence berarti situasi di mana pengalaman diri diungkapkan dengan seksama dalam sebuah konsep diri yang utuh, integral, dan sejati.
Setiap manusia memiliki kebutuhan dasar akan kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan, dan cinta dari orang lain. Kebutuhan ini disebut need for positive regard, yang terbagi lagi menjadi 2 yaitu conditional positive regard (bersyarat) dan unconditional positive regard (tak bersyarat).
Rogers menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya adalah pribadi yang mengalami penghargaan positip tanpa syarat. Ini berarti dia dihargai, dicintai karena nilai adanya diri sendiri sebagai person sehingga ia tidak bersifat defensif namun cenderung untuk menerima diri dengan penuh kepercayaan. Teori Rogers ini memang sangat populer dengan masyarakat Amerika yang memiliki karakteristik optimistik dan independen karena Rogers memandang bahwa pada dasarnya manusia itu baik, konstruktif dan akan selalu memiliki orientasi ke depan yang positip.

III.Kesimpulan
Komunikasi memiliki peranan yang cukup besar dalam kehidupan sehari-hari. Ia tidak hanya mampu mengubah nilai dan keyakinan yang dijadikan sebagai pandanganan hidup, tetapi juga mampu mengubah pola dan perilaku suatu individu mapun kelom[pok. Oleh karena itu penting sekali bagi seorang perawat agar memilki kemampuan berkomunikasi yang baik dan tepat, Sehingga mampu mengaplikasikannya, Agar komunikasi mampu menghasilkan suatu bentuk hasil yang efektif terhadap klien. Salah satunya adalah melalui cara-cara berkomunikasi yang diperkenalkan oleh Carl Roger yang mengedepankan penghargaan siri terhadap setiap individu.


DAFTAR PUSTAKA:
Schultz, Duane. Psikologi Pertumbuhan: Model – Model Kepribadian Sehat. Jogjakarta: Kanisius, 1991.
Suryani. 2005. Komunikasi Terapeutik Teori Dan Praktik. Jakarta : EGC.
http://www.infoskripsi.com/Article/Teori-Humanistik.html. (Diunduh tanggal 09 september 2009)

STRATEGI KOMUNIKASI SESUAI AREA KEPERAWATAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan. Makalah berjudul Keterampilan Berkomunikasi Pada Klien Dewasa untuk memenuhi tugas pembuatan makalah Mata Kuliah Keperawatan Dewasa III di semester ganjil tahun 2009.

Terima kasih kami ucapkan kepada seluruh anggota kelompok yang telah berkontribusi secara optimal sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Terima kasih pula kami ucapkan kepada para dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini. Ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu proses pembuatan makalah ini baik secara moril maupun materil.

Besar harapan kami makalah ini dapat memberi kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dalam keperawatan yang bisa bermanfaat bagi masyarakat luas nantinya. Sebagai penyusun kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan. Terima kasih







Depok, Oktober 2009



Penyusun



ABSTRAK

Individu berkomunikasi dalam tatanan yang tepat menurut hubungan dan peran mereka. Perawat mungkin merasa nyaman ketika berkomunikasi dengan teman sejawat, bercanda mengenai kejadian sehari-hari dan berbagai cerita yang menyenangkan. Namun, berkomunikasi dengan klien yang memasuki klinik untuk pertama kalinya membutuhkan peran yang berbeda. Makalah ini memberikan berbagai pedoman dan petunjuk bagi perawat agar dapat berkomunikasi secara terpeutik dengan klien pada berbagai area keperawatan seperti : area medikal bedah, maternitas, keluarga, jiwa, komunitas, tim kesehatan, berkomunikasi dengan klien dengan penyakit kronis, terminal dan dalam kondidi khusus.

Kata Kunci: diagnosa; fase kerja; fase terminasi; jiwa; keluarga; kelompok; komunikasi; komunitas; keperawatan; medikal beda; orientasi; pengkajian; penyakit kronis; penyakit terminal; perkenalan; terminasi sementara; terminasi akhir; tim kesehatan; transkultural.















DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR............................................................................................................i
ABSTRAK.............................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................iv
1.2 Tujuan...................................................................................................................v
1.3 Perumusan Masalah..............................................................................................v
1.4 Metode Penulisan................................................................................................vi
1.5 Sistematika Penulisan..........................................................................................vi
BABA II PEMBAHASAN
2.1 Komunikasi sesuai area keperawatan
A. Keperawatan Medikal bedah............................................................................1
B. Keperawatan maternitas....................................................................................5
C. Keperawatan jiwa............................................................................................10
D. Keperawatan Keluarga....................................................................................15
E. Keperawatan Komunitas..................................................................................21
2.2 Komunikasi sesuai situasi / kebutuhan khusus
A. Tim Kesehatan, Kelompok, dan Transkultural...............................................28
B. Penyakit Kronis, Penyakit Terminal dan penyakit khusus .......................................35
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................ .........................................................................50
3.2 Saran........................................ ...................................................................................50
LAMPIRAN.........................................................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................66




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Komunikasi terapeutik menjadi modal yang cukup penting dalam memberikan asuhan keperawatan. Perawat dituntut untuk memiliki kemampuan berkomunikasi secara terapeutik terhadap klien. Komunikasi menjadi sangat penting dan merupakan bagian integral dari proses keperawatan. Hubungan terapeutik antara perawat-klien dapat terjalin karena adanya komunikasi. Oleh karena itu di dalam makalah ini akan membahas mengenai cara berkomunikasi dalam berbagai area keperawatan dan dalam kondisi klien tertentu.
Komunikasi menjadi suatu istilah yang paling sering diucapkan dan dilakukan oleh setiap orang. Semua pengetahuan dan ketrampilan tidak berarti jika tidak berlangsung proses komunikasi. Dengan komunikasi manusia dapat menyampaikan apa yang ia inginkan, dengan komunikasi pula kesalahpahaman dapat terjadi di antara mereka. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan kepada orang lain, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Oleh karena itu, kegiatan komunikasi mendominasi setiap aspek kehidupan manusia.
Kesalahpahaman sering timbul saat manusia menjalankan aktivitas komunikasi. Perbedaan latar sosial, budaya, ataupun faktor lainnya merupakan penyebab munculnya hambatan & konflik dalam proses komunikasi. Karakter tiap individu juga berbeda-beda antara satu dan lainnya sehingga hal itu dapat berpengaruh pada cara seseorang dalam berkomunikasi. Kesalahan menerima pesan saat berkomunikasi dapat menjadi potensi konflik dalam hubungan antara komunikan dan komunikator.
Hal di atas menunjukkan bahwa betapa pentingnya fungsi komunikasi, termasuk dalam dunia keperawatan. Interaksi antara perawat-klien dalam frekuensi yang cukup tinggi, akhirnya dapat berpotensi pula untuk terjadinya kesalahapahaman antara kedua belah pihak. Dengan demikian, perawat perlu memiliki ketrampilan komunikasi yang baik sehingga dapat mendukung keberhasilan pemberian asuhan keperawatan kepada klien.

1.2 Tujuan
a) Untuk memenuhi kebutuhan Mata Kuliah Keperawatan Dewasa III..
b) Melatih kemampuan berkomunikasi dengan klien.
c) Mampu mengkaji kondisi klien dan menetapkan diagnosa serta memberikan intervensi melalui komunikasi yang tepat sesuai kebuthan klien.
d) Mampu menerapkan tahapan komunikasi secara tepat pada berbagai area keperawatan
e) Membuat strategi komunikasi yang dapat diimplementasikan dalam proses interaksi saat pemberian asuhan keperawatan.
f) Menyusun konsep komunikasi sesuai area keperawatan dan situasi atau kebutuhan khusus
g) Menjelaskan teknik komunikasi teraupetik sesuai dengan tahapan area keperawatan
h) Mengetahui komunikasi teraupetik antara klien dengan perawat

1.3 Rumusan
Berdasarkan kasus pemicu pada materi, dijelaskan bahwa terjadi konflik antara perawat dengan perawat, perawat dengan klien, perawat dengan tim kesehatan, perawat dengan kleuarga atau dengan komunitas yang disebabkan oleh faktor komunikasi dan perbedaaan budaya atau. Dengan demikian, identifikasi permasalahan yang ada yaitu:
1) Apakah model komunikasi yang sesuai untuk diterapkan dalam proses keperawatan?
2) Bagaimana strategi komunikasi yang tepat untuk dapat diimplementasikan dalam interaksi perawat-klien?
3) Bagaimana menetapkan diagnosa dari data yang diperoleh berdasarkan pengkajian dan menetapkan intervensi terkait komunikasi yang tepat bagi klien?
4) Hal-hal apa saja yang perlu dilkukan pada saaat fase perkenalan, orientasi, kerja dan terminasi?
5) Bagaimana cara memberikan pernyataan terminasi sementara dan akhir?
6) Hal-hal apa yang perlu dievaluasi setelah berhasil melakukan proses komunikasi?

1.4 Metode Penulisan
Makalah ini disusun dengan literasi buku, internet, serta melalui diskusi Problem Based Learning.

1.5 Sistematika Penulisan
KATA PENGANTAR
ABSTRAK
DAFTAR ISI
Bab I. Pendahuluan
Bab II. Pembahasan
2.1. Komunikasi Sesuai Area Keperawatan
C. Keperawatan Medikal Bedah
D. Keperwatan Maternitas
E. Keperawatan Jiwa
F. Keperawtan Keluarga
G. Keperawatan Komunitas
2.2. Komunikasi Sesuai Situasi/Kebutuhan Khusus
A.Tim Kesehatan, Kelompok, dan Transkultural
B.Penyakit Kronis dan Penyakit Terminal
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 STRATEGI KOMUNIKASI SESUAI AREA KEPERAWATAN
A. Strategi Tindakan Keperawatan Medikal Bedah
1. Fase Orientasi
A. Proses keperawatan :
1) Diagnosa keperawatan : Infeksi kulit b.d balutan luka sayatan
2) Tujuan Khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
b. Klien mampu mengekspresikan perasaan yang dialaminya
c. Klien dapat mengidentifikasi masalah yang dialami paska operasi
d. Klien dapat mengenal koping individu yang efektif
e. Klien mampu mengaplikasikan koping efektif yang diajarkan
3) Tindakan Perawat :
a. Bina hubungan saling percaya dengan perawat
b. Bantu Klien mengungkapkan perasaannya dengan memberi motivasi dan dukungan positif
c. Diskusikan tentang masalah yang dialami klien
d. Diskusikan tentang cara koping individu yang efektif untuk mengatasi masalah yang dialami
e. Ajarkan klien untuk dapat berperilaku asertif (mengungkapkan perasaan, berbicara secara terbuka)
B. Strategi Pelaksanaan Klien Tindakan Keperawatan
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik : ” Selamat pagi Ibu, perkenalkan nama saya Ns. R. Saya senang dipanggil R. Saya yang akan merawat Ibuelama disini. Ibuenangnya dipanggil apa?”
b. Evaluasi / validasi : ”Bagaimana perasaan Ibu saat ini? Apakah ada yang menggangu pikiran Ibu sekarang?”
c. Kontrak : ”Baiklah Ibu, bagaimana kalau pagi ini kita berbincang-bincang tentang keadaan Ibu dan kita akan melakukannya selama dua puluh menit. Ibu ingin kita berbincang-bincang dimana? Bagaimana jika di ruangan ini saja Bu?”
2. Kerja
Baik Bu sebelumnya saya ingin tahu, apa Ibu sebelumnya pernah mengalami operasi? Bagaimana perasaan Ibu setelah menjalani operasi? Ataukah dengan luka sayatan yang baru dijahit menyebabkan Ibu merasakan nyeri? Jika dinilai dari nominal satu sampai sepuluh, kira-kira rasa nyeri yang Ibu rasakan berada dinominal berapa Ibu? Selama ini, bagaimana Ibu mengatasi nyeri yang Ibu alami? Apakah itu cukup membantu Ibu?
Nah, untuk lebih mengurangi rasa nyeri yang Ibu derita, bagaimana kalau kita berlatih napas dalam? Tidak lama kok Bu, hanya sepuluh menit saja. Baiklah, sekarang Ibu menempatkan diri pada posisi nyaman Ibu. Sekarang Ibu coba menarik napas yang dalam... iya... tahan kira-kira lima detik Bu... Iya Bu seperti Itu... sekarang keluarkan Bu... Iya seperti itu Bu. Ibu bisa lakukan hal tersebut lima kali dalam satu kesempatan. Coba Ibu ulangi lagi sampai lima kali...
Bagaimana Bu, efeknya? Iya. Alhamdulillah. Ibu bisa melakukan napas dalam tersebut jika Ibu merasakan nyeri lagi. Ibu bisa melakukannya kapan pun , terutama ketika Ibu merasa nyeri karena luka yang Ibu alami. Berarti sekarang kita bisa memasukkannya ke dalam jadwal ya Bu. Berapa kali Ibu akan melakukan napas dalam selama satu jam? Baik, tiga kali ya Bu?
Selain napas dalam Ibu juga bisa mengalihkan perhatian Ibu dengan membayangkan Ibu berada di suatu tempat yang Ibu suka. Misalnya, jika Ibu suka pantai maka bayangkanlah Ibu berada di pantai. Atau bisa juga Ibu memutar musik yang Ibu suka. Perasaan bahagia membayangkan tempat kesukaan ataupun mendengarkan musik dapat mengurangi rasa nyeri yang Ibu rasakan.
3. Terminasi
” Bagaimana perasaan Ibu A setelah tadi kita berbincang-bincang?”.
” Sekarang Ibu sudah mengetahui cara mengatasi rasa nyeri Ibu? Bisa Ibu ulangi lagi? Ya bagus sekali”.
Kontrak yang akan datang : ” Baik Bu, besok pagi saya akan kesini lagi untuk mengganti balutan luka Ibu. Kira-kira jam berapa Ibu dapat meluangkan waktu? Bagaimana kalau jam 9 pagi di ruangan ini lagi, Ibu setuju? Baiklah. Oya, jika Ibu menbutuhkan bantuan saya, Ibu dapat memanggil saya ke sini antara pukul 09.00-14.00 WIB karena itu waktu bertugas saya. Ibu dapat memanggil saya dengan menekan tombol merah di samping tempat tidur Ibu. Baik Bu, sampai ketemu besok ya.”
2. Fase Kerja
A. Proses keperawatan
1. Diagnosa keperawatan : Infeksi kulit b.d balutan luka sayatan
2. Tujuan Khusus : Balutan luka dapat terawat sehingga infeksi dapat diminimalisir.
3. Tindakan Perawat :
Mengganti balutan klien untuk megurangi resiko infeksi.
Mengajarkan pada klien untuk merawat secara mandiri selama penyembuhan luka.
B. Strategi Pelaksanaan Klien Tindakan Keperawatan
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik : ” Selamat pagi Bu!.”
b. Evaluasi / validasi : ”Bagaimana perasaan Ibu S saat ini?
c. Kontrak : ”Baiklah Bu, sesuai janji kita kemarin, pagi ini saya akan mengganti balutan luka Ibu. Tidak lama kok Bu... Hanya tiga puluh menit, bisakan Bu? Bagaimana kalau melakukannya di ruangan ini?
2. Kerja
Baik Bu sebelumnya saya ingin tahu, bagaimana kegiatan yang kemarin kita lakukan? Apakah Ibu sering melakukannya disaat Ibu merasa nyeri? Berapa kali dalam satu jam Ibu melakukan napas dalam? Apakah cukup efektif dan membantu Ibu meredakan rasa nyeri Ibu? Ibu bisa meneruskan melakukan napas dalam untuk mengurangi rasa nyeri Ibu.
Nah Ibu, sekarang saya akan mengganti balutan luka Ibu. Tidak lama kok Bu, hanya sekitar dua puluh menit. Pertama-tama saya akan membuka balutan Ibu (sambil bekerja). Maaf Bu, saya harus membuka sebagian pakaian atas Ibu. Bagaimana Bu apakah terasa sakit (membuka plester balutan)?
Nah, sekarang saya akan mempersiapkan alat terlebih dahulu (menyiapkan alat). Sekarang saya menggunakan sarung tangan agar sterilitas luka Ibu tetap terjaga (memakai sarung tangan steril dan melanjutkan bekerja). Maaf Bu, apakah Ibu merasakan sakit (mengecek adanya jejas di sekitar luka)? Iya Bu, Luka Ibu cukup baik.
Nah Ibu, balutan luka Ibu sudah selesai diganti. Saya berharap Ibu pun dapat merawat luka Ibu. Selama ini apakah Ibu merasakan sedikit gatal di sekitar luka Ibu? Ibu harus menjaga perbaikan luka Ibu dengan tidak mengaruk-garuk daerah luka. Cukup bagian sekitarnya saja Bu. Hal tersebut agar penyembuhan luka lebih cepat.
3. Terminasi
” Bagaimana perasaan Ibu A setelah saya mengganti balutan Ibu?”.
” Sekarang Ibu sudah mengetahui bagaimana menjaga balutan luka Ibu. Bisa Ibu ulangi apa yang harus dilakukan untuk menjaga balutan luka? Ya bagus sekali”.
Kontrak yang akan datang : ” Baik Bu, nanti siang pukul 13.00 WIB saya akan ke sini lagi untuk memeriksa keadaan Ibu. Jika sebelum saya ke sini Ibu membutuhkan bantuan saya, Ibu bisa memanggil saya. Baik Bu, sampai ketemu nanti pukul 13.00 WIB.”
3. Fase Terminasi Akhir
A. Proses Keperawatan
1) Diagnosa keperawatan : Infeksi kulit b.d balutan luka sayatan
2) Tujuan Khusus :
a. Klien dapat melaksanakan relaksasi sebagai koping tehadap rasa nyeri
b. Klien dapat merawat balutan luka secara mandiri
3) Tindakan Perawat :
a. Evaluasi hasil SP1 dan SP2
b. Perpisahan
B. Strategi Pelaksanaan Klien Tindakan Keperawatan
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik : ” Selamat siang Bu!.”
b. Evaluasi / validasi : ”Bagaimana perasaan Ibu S saat ini? ”
c. Kontrak : ”Baiklah Bu, sesuai janji kita tadi pagi, siang ini kita akan berbincang-bincang tentang napas dalam yang telah saya ajarkan perawatan balutan luka secara mandiri. Kita akan berbincang-bincang selama dua puluh menit, bisa? Bagaimana kalau di ruangan ini?
2. Kerja
Sebelumnya, saya ingin tahu apakah Ibu sudah melakukan kegiatan yang kemarin sudah dijadwalkan? Apakah Ibu sering melakukan napas dalam disaat Ibu merasakan nyeri? Apakah cukup efektif dalam membantu Ibu mengurangi rasa nyeri? Merasa lebih baik? Bisa Ibu ceritakan mengapa Ibu bisa merasa lebih baik?
Bagaimana dengan perawatan balutan Ibu? Apakah Ibu merasa kesulitan menahan rasa gatal di sekitar luka? Mengapa bisa begitu? Lalu apa yang Ibu lakukan. Baguslah Bu.. Jadi sekarang Ibu sudah bisa menahan rasa gatal di sekitar luka dan hanya mengaruk bagian sekitarnya saja? Itu bagus Bu. Saya sangat berharap Ibu dapat melakukan hal demikian agar proses penyembuhan luka Ibu semakin cepat.
3. Terminasi akhir
” Bagaimana perasaan Ibu S setelah tadi kita berbincang-bincang?”.
” Sekarang Ibu sudah dapat melakukan perawatan balutan luka dan mengatasi rasa nyeri secara mandiri? Bisa Ibu ulangi apa yang tadi sudah kita lakukan? Ya bagus sekali”. ”Ibu, untuk waktu mendatang, saya tidak dapat menrawat Ibu lagi seperti dua hari ini. Saya harus dipindahkan ke ruangan lain. Jadi untuk selanjutnya, Ibu akan dirawat oleh rekan saya, namanya Ns. T. Saya harap Ibu dapat menerima hal ini. Saya pun berharap Ibu masih terus melakukan apa yang telah saya ajarkan.Ya Bu? Baik. Terima kasih atas kerjasama Ibu selama ini. Semoga proses penyembuhan luka Ibu semakin cepat. Sampai jumpa di lain waktu Bu.. Selamat Siang.”

B. Strategi Tindakan Keperawatan Maternitas
A. Proses Keperawatan
1) Kondisi klien: Kondisi klien : Ny.Y (23 tahun) melahirkan seorang bayi perempuan dengan berat 2,5 kg pada usia kehamilan 38 minggu di RS Tamrin. Persalinan normal, Ny.Y tidak mengerti melakukan perawatan tali pusat dan memandikan bayi dengan cara yang benar.
2) Diagnosa Keperawatan:
a. Gangguan mempertahankan kebersihan diri dikarenakan kurangnya pengetahuan orang tua tentang cara memandikan bayi
b. Potensial infeksi dikarenakan kerusakan jaringan pada tali pusat
3) Tujuan :
• Ibu dan keluarga dapat mengerti serta menerapkan materi penyuluhan (memandikan dan perawatan tali pusat bayi) yang diberikan
• Ny.Y dan Tn.K dapat mendeteksi secara dini adanya tanda-tanda infeksi
4) Intervensi keperawatan
• Jaga kebersihan bayi
• Cuci tangan secara rutin sebelum dan sesudah merawat bayi.
• Observasi adanya tanda-tanda infeksi
• Mengajarkan cara memandikan dan merawat tali pusat bayi kepada Ny.Y dan Tn.K
B.Strategi Pelaksanaan Klien Tindakan Keperawatan
1.Fase orientasi
a) Salam terapeutik : ”Selamat pagi ibu (sambil mengulurkan tangan untuk berjabat tangan) Nama saya Nana Mardiana, Saya senang dipanggil suster Nana. Oya, Nama ibu siapa? (Jika ada anggota kelurga misalnya suami Ny.X. Maka disapa juga). Senangnya dipanggil apa bu?
b) Evaluasi : Bagaimana perasaan ibu setelah melahirkan? (sambil duduk disamping klien). Oke ibu, Sebelumnya selamat ya bu atas kelahiran putri ibu yang cantik ya bu. Baiklah ibu Saya akan membantu ibu mengajarkan bagaimana cara perawatan tali pusat dan memandikan bayi ibu ya bu.Untuk tempatnya cukup kita lakukan di ruangan ini saja ya bu. Tidak lama kok bu, sekitar limabelas menitan. Mohon kerja samanya ya bu”.
c) Kontrak: Oke ibu, Saya adalah perawat yang bekerja di RS ini bu. Nah, saya akan membantu perawatan bayi ibu selama 2 hari kedepan ya bu dimulai dari hari ini. Saya datang jam 7 pagi dan pulang jam 2 siang. Apabila ada keperluan dengan saya dan saya tidak berada disini, Ibu dapat memanggil saya ya dengan memencet bel ini ya bu (tunjuk kearah belnya).
2. Kerja
“Oke bu rani, Dalam memandikan bayi kita harus hati-hati ya bu, kulit bayi yang baru lahir masih sangat sensitif ya bu. Kita pastikan semua peralatan sudah kita sediakan sebelum kita memandikan bayinya ya bu. Pemilihan waktu memandikan bayi sebaiknya dilakukan pada pertengahan waktu makan bayi ya bu sehingga bayi siap untuk dimandikan. Sedangkan untuk perawatan tali pusat akan kita lakukan setelah bayi dimandikan ya bu, ini sangat penting sekali bu, untuk mencegah terjadinya infeksi. Nah, untuk meningkatkan proses pengeringan dan penyembuhan tali pusat pada saat memandikan bayi baru lahir tidak dianjurkan untuk di celupkan dalam bak mandi ya bu Rani sampai tali pusat putus dan umbilikus atau tanda luka sembuh. Bagaimana bu Rani. Oke ibu, Kita mulai ya bu Rani. Kita persiapkan alat-alatnya dulu bu. Alat-alatnya dapat diperhatikan ya bu.
- Ada Handuk dan waslap bersih
- Sabun bayi dan shampoo
- Alkohol 70%, perhatikan di labelnya ya bu, yang 70 %
- Cotton bud atau kapas bersih
- Kapas untuk membersihkan perineal atau bagian alat kelaminnya bu
- Waskom atau bak mandi bayi
- Bengkok atau mangkuk kecil bu
- Air hangat
- Popok dan pakaian bersih
- Keranjang untuk baju kotor
“Ada yang mau ditanyakan ibu, mengenai peralatan yang perlu disediakan bu Rani. Pertama kita cuci tangan dulu bu Rani. (sambil ajarkan cuci tangan yang benar) Oke setelah itu. Masukkan air hangat kedalam waskom ya bu. Nah, Ada beberapa hal yang harus dipastikan kembali ya bu seperti: suhu tubuh bayi, pernapasannya ada sesak atau tidak ya bu, berikan posisi yang nyaman dalam pegangan atau terbaring dalam inkubator, ingat ya bu tidak boleh dicelupkan bayinya. Kemudian periksa kembali temperatur air dengan suhu 37 – 38 derajat celcius/ atau hangat – hangat kuku, Nah air dalam waskom hanya digunakan untuk menyeka (sponge bath) dan membersihkan rambut ya bu. Kita mulai memandikan ya bu”.
- Pertama kita mulai dengan mengusap mata dari arah kantus dalam ke kantus luar, gunakan air bersih dan bagian berbeda untuk tiap – tiap mata ya bu Rani. (jangan lupa tetap kontak mata dengan klien)
- Bersihkan wajah dengan lembut, gunakan air biasa / tanpa menggunakan sabun, seperti ini bu.(praktekkan)
- Untuk membersihkan rambut pegang bayi dengan aman ya bu, gunakan ”football hold” (sambil tunjukkan alatnya), selanjutnya basahi rambutnya dengan air secara lembut ya bu rani. Usapkan shampoo bayi dengan menggunakan lap, bilas rambut dan keringkan kulit kepala dengan cepat ya bu.
- Membersihkan telinga luar, bersihkan dengan gerakan memutar dan gunakan bagian yang berbeda untuk tiap – tiap- telinga. Seperti ini bu (tunjukkan caranya)
- Selanjutnya kita membersihkan bagian tubuh ya bu: setelah melepas selimut mandi atau pakaian bayi, bersihkan leher, dada, lengan dan punggung dengan cara yang sama. Bersihkan tubuh dengan sabun dan air, bilas dengan hati-hati dan keringkan bagian tubuh yang dibersihkan sebelum berpindah ke bagian yang lain
- Untuk membersihkan genetalia atau alat kelamin bu, karena bayi ibu perempuan : bersihkan labia (tunjukkan) secara perlahan-lahan dengan arah dari depan ke belakang ya bu. Diingat ya bu jangan sampai terbalik.
- Nah, sudah selesai ya bu memandikan bayinya. Tapi jangan lupa bu Bersihkan dan keringkan, gunakan handuk bersih yang telah disediakan ya bu.
- Kemudian tidak dianjurkan ya bu Rani menggunakan bedak, minyak atau lotion pada kulit bayi.
Selanjutnya kita mulai perawatan tali pusatnya ya bu Rani. Biasanya bu ujung tali pusat akan mengering dan putus pada 7 – 10 hari sesudah bayi lahir, bisa juga 15 – 18 hari atau lebih. Kita mulai ya bu
- Pertama ambil Alkohol bersihkan tali pusat dengan menggunakan alkohol dimulai disekitar hubungan antara tali pusat dan kulit. Jika perlu angkat tali pusatnya ya bu agar perawatan lebih adequat atau bagus begitu ya bu.
- Setelah selesai dibersihkan ambil popok bayi yang akan dikenakan ya bu. Gunakan popok dengan lipatan ke depan dan berada dibawah tali pusat, biarkan tali pusat dalam keadaan terbuka ya bu.Nah, ini bertujuan agar memudahkan dan mempercepat pengeringan pada tali pusat
- Nah, Jika nanti suatu waktu daerah sekitar tali pusat berwarna merah dan mengeluarkan bau yang tidak sedap disekitarnya. harus diperhatikan ya bu, karena ini tanda adanya infeksi tali pusat dan segera laporkan ya bu untuk mendapatkan perawatan dan pengobatan yang lebih lanjut.a
- Selanjutnya pasangakan pakaian bayi yang tepat sesuai dengan kondisi lingkungan.
- Oke, sudah selesai ya bu... Mudahkan bu, Asalkan dilakukan dengan hati-hati bu. Bagaimana ibu Rani ada kesulitan?
3. Terminasi Sementara
Baiklah ibu Rani, Coba disebutkan tahapan-tahapannya kembali bu dimulai dari peralatan kemudian cara memandikan hingga merawat tali pusat dan mengenakan pakaian ya bu. Oke, bagus sekali ibu, ibu mampu menyebutkannya dengan sempurna. Saya yakin ibu mampu melakukannya. Kita coba besok pagi ya bu. Baiklah ibu, saya rasa pertemuan kita hari ini cukup, Kita akan bertemu lagi besok pagi ya bu. Terima kasih kerjasamanya ya bu. Selamat pagi (beranjak pergi meninggalkan ruangan).
2.Fase Kerja
A. Proses Keperawatan
4) Kondisi klien: Kondisi klien : Ny.Y (23 tahun) melahirkan seorang bayi perempuan dengan berat 2,5 kg pada usia kehamilan 38 minggu di RS Tamrin. Persalinan normal, Ny.Y tidak mengerti melakukan perawatan tali pusat dan memandikan bayi dengan cara yang benar.
5) Diagnosa Keperawatan:
a. Gangguan mempertahankan kebersihan diri dikarenakan kurangnya pengetahuan orang tua tentang cara memandikan bayi
b. Potensial infeksi dikarenakan kerusakan jaringan pada tali pusat
6) Tujuan :
• Ibu dan keluarga dapat mengerti serta menerapkan materi penyuluhan (memandikan dan perawatan tali pusat bayi) yang diberikan
• Ny.Y dan Tn.K dapat mendeteksi secara dini adanya tanda-tanda infeksi
4) Intervensi keperawatan
• Jaga kebersihan bayi
• Cuci tangan secara rutin sebelum dan sesudah merawat bayi.
• Observasi adanya tanda-tanda infeksi
• Mengajarkan cara memandikan dan merawat tali pusat bayi kepada Ny.Y dan Tn.K
B.Strategi Pelaksanaan Klien Tindakan Keperawatan
a) Salam terapeutik : Selamat pagi ibu Rani
b) Evaluasi & kontrak: Bagaimana kabarnya ibu? Tampaknya ibu gembira sekali ya bu. Ibu Rani masih ingat apa yang akan kita lakukan pagi ini bu sampai dengan 15 menit kedepan di ruangan ini ya bu? Iya benar sekali ibu, tampaknya ibu sudah tidak sabar ya bu untuk memandikan dan merawat bayi ibu.
Baiklah ibu langsung saja kita mulai ya bu, baiklah semua peralatan sudah saya sediakan. Menurut ibu ada yang kurang atau tidak bu? Kita lakuakan di kamar ini saja ya bu, sama seperti kemarin. (Ibu Rani melakukan tahapan demi tahapan dengan baik sekali samapai dengan selesai walaupun melakukannya dengan grogi). Bagus sekali ibu, coba sedikit lebih lembut mengusapnya ya bu. Nah, akhirnya ibu dapat menyelesaikan semua tahapan dengan benar. Bagus sekali lo bu. Saya percaya ibu sudah dapat melakukannya secara mandiri.
3. Terminasi Akhir
“ Oke ibu Rani, Saya melihat Ibu Rani sudah dapat melakukan cara memandikan dan merawat tai pusar bayi ibu dengan baik. Saya percaya ibu sudah dapat melakukannya secara mandiri. Tetapi saya ingatkan kembali ya bu. Jika nanti suatu waktu daerah sekitar tali pusat berwarna merah dan mengeluarkan bau yang tidak sedap disekitarnya. harus diperhatikan ya bu, karena ini tanda adanya infeksi tali pusat dan segera laporkan ya bu untuk mendapatkan perawatan dan pengobatan yang lebih lanjut. Bagimana perasaan Ibu Rani setelah bekerjasama dengan saya bu dalam merawat bayi ibu. Tarima casi verja samanya ya bu. Selamat siang.”

C. Strategi Tindakan Keperawatan Jiwa
1. Fase Orientasi
A. Proses Keperawatan
1) Kondisi klien: sering marah-marah, tegang saat berbicara, pernah melakukan tindak kekerasan, merasa terancam, nada suara tinggi, selalu merasa ketakutan
2) Diagnose keperawatan: resiko tinggi perilaku kekerasan
3) Tujuan khusus: membina hubungan saling percaya, klien dapat mengontrol emosinya, membuat klien merasa lebih nyaman dan aman
4) Tindakan keperawatan: mendiskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang selama ini dilakukan, membantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang dialami, mengajarkan klien tentang cara mengontrol tindak kekerasan
B. Strategi Pelaksanaan Klien Tindakan Keperawatan
1. Orientasi
a. Salam terapeutik: selamat pagi ibu.. assalamu’alaikum.. nama saya Diantika, saya senang dipanggil Rara. Nama ibu siapa? Ibu senang dipanggil apa?
Selama 3 hari ini saya yang akan membantu dan merawat ibu Ana, mulai hari ini sampai hari Sabtu. Saya akan datang pukul 07.00 dan pulang pukul 14.00. antara rentang waktu tersebut, ibu Ana dapat memanggil saya apabila ibu membutuhkan bantuan saya. Saya akan membantu ibu Ana untuk menyelesaikan masalah yang ibu hadapi
b. Evaluasi validasi: apa yang ibu Ana rasakan sampai datang ke rumah sakit ini? Apa yang membuat ibu tidak nyaman saat berada di rumah? Apakah ibu pernah melakukan tindak kekerasan? Dari percakapan kita tadi, tampaknya emosi ibu tidak terkendali dirumah dan ibu merasa tidak nyaman berada dirumah.
c. Kontrak (topic, waktu, tempat): baiklah ibu, hari ini kita akan membahas tentang penyebab emosi ibu menjadi tinggi dan rasa tidak nyaman ibu berada dirumah. Ibu ingin berapa lama kita bercakap-cakap? Baiklah kita akan bercakap-cakap selama 1 jam. Ibu ingin kita bercakap-cakap dimana? Baiklah kita akan bercakap-cakap diruangan ini.
2. Kerja
apa yang menyebabkan emosi ibu tinggi saat ibu berada di rumah? Apa saja yang sudah dilakukan suami ibu saat beliau marah-marah? Apa ibu melakukan perlawanan kepada suami ibu? Apa yang ibu rasakan saat ibu melakukan hal tersebut? Apakah setelah melakukan hal tersebut ibu merasa lebih tenang? Emosi ibu langsung terkendali misalnya. Apakah menurut ibu tindakan ibu tersebut benar? Iya ibu, menurut saya tindakan ibu tersebut salah. Lalu apa penyebab ibu merasa tidak nyaman berada dirumah ibu sekarang? Tenang ibu, diminum dulu ibu airnya.
3. Terminasi
Sekarang bagaimana perasaan ibu? Lebih tenang? Bagaimana kalau ibu beristirahat terlebih dahulu untuk menenangkan diri? Kita akan bertemu lagi ibu besok pagi. Ibu ingin jam berapa? Apa yang akan kita bicarakan besok? Baiklah ibu, besok kita akan latihan mengontrol emosi. Tidak lama-lama hanya 30 menit. Tempatnya disini saja. Nah,, Sekarang ibu tidur dulu. Mari saya bantu ke posisi tidur yang nyaman. Assalamu’alaikum.
2. Fase Kerja
A. Proses Keperawatan
1) Kondisi klien: sering marah-marah, tegang saat berbicara, pernah melakukan tindak kekerasan, merasa terancam, nada suara tinggi, selalu merasa ketakutan
2) Diagnose keperawatan: resiko tinggi perilaku kekerasan
3) Tujuan khusus: membina hubungan saling percaya, klien dapat mengontrol emosinya, membuat klien merasa lebih nyaman dan aman
4) Tindakan keperawatan: mendiskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang selama ini dilakukan, membantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang dialami, mengajarkan klien tentang cara mengontrol tindak kekerasan
B. Strategi Pelaksanaan Klien Tindakan Keperawatan
1. Orientasi
a. Salam terapeutik: assalamu’alaikum ibu Ana.
b. Evaluasi validasi: bagaimana perasaan ibu hari ini? Setelah kemaren kita belajar penyebab emosi yang menyebabkan ibu tidah betah dirumah?
c. Kontrak (topic, waktu, tempat): ibu masih ingat kita janjian jam berapa pagi ini? bagus ibu, ibu masih ingat. Lalu apa ibu masih ingat apa yang akan kita bicarakan hari ini? hebat. Baiklah ibu, sekarang kita akan latihan mengontrol emosi. Berapa lama ibu kita latihan? Baiklah kita latihan selama 30 menit. Dimana ibu? Baiklah kita akan latihan di taman belakang rumah sakit. Mari ibu.
2. Kerja
pertama mari kita coba latihan tarik napas dalam. Sekarang ibu bisa berdiri atau ibu mau duduk rileks saja? Baiklah ibu duduk rileks saja. Tarik napas dalam ibu dari hidung, lalu tahan sebentar dan hembuskan perlahan-lahan dari mulut. Mari saya contohkan dulu, nanti ibu saya ajarkan pelan-pelan, ibu lihat saya dulu ya. Apakah ibu sudah mengerti caranya sekarang? Baiklah coba ibu lakukan pelan-pelan. Pertama tarik napas melalui hidung, tahan sebentar, lalu keluar melalui mulut. Ini dilakukan lima kali ya bu. Ayo lakukan lagi ibu, pelan-pelan, ya bagus.
3. Terminasi
Bagaimana ibu rasanya? ibu harus sering latihan seperti ini ya bu. Paling tidak setiap pagi hari. Nanti kalau ibu merasa ingin marah atau ketakutan ibu lakukan latihan ini, pasti ibu merasa lebih nyaman dan emosi ibu dapat terkontrol. Besok kita akan bertemu lagi ibu. Ibu ingin jam berapa? Apa yang akan kita bicarakan besok? Bagaimana kalau besok saya ajarkan ibu meditasi? Tidak lama-lama ibu hanya 30 menit. Tempatnya disini. Baiklah ibu. Ibu bisa terus latihan napas dalam sendiri. Ya bagus. Saya tinggal dulu ya bu, assalamu’alaikum.
3. Fase Terminasi Akhir
A. Proses Keperawatan
1) Kondisi klien: sering marah-marah, tegang saat berbicara, pernah melakukan tindak kekerasan, merasa terancam, nada suara tinggi, selalu merasa ketakutan
2) Diagnose keperawatan: resiko tinggi perilaku kekerasan
3) Tujuan khusus: membina hubungan saling percaya, klien dapat mengontrol emosinya, membuat klien merasa lebih nyaman dan aman
4) Tindakan keperawatan: mendiskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang selama ini dilakukan, membantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang dialami, mengajarkan klien tentang cara mengontrol tindak kekerasan
a. Strategi Pelaksanaan Klien Tindakan Keperawatan
1. Orientasi
a. Salam terapeutik: assalamu’alaikum ibu.
b. Evaluasi validasi: bagaimana perasaan ibu hari ini? Bagaimana dengan latihan napas dalam kemarin? Bagus. Apa ibu sudah lakukan untuk pagi ini? Baiklah, sekarang ibu lakukan dulu tarik napas dalamnya.
c. Kontrak (topic, waktu, tempat): baiklah ibu. Pagi ini ini kita akan melakukan apa ibu? Bagus ibu masih ingat. Ya kita akan latihan meditasi pagi ini. Kita akan latihan selama 30 menit ya bu, diruangan ini.
2. Kerja
baiklah ibu setelah kemarin kita latihan napas dalam, sekarang saya akan ajarkan ibu meditasi. Meditasi dapat mengontrol emosi kita bu. Namun, meditasi akan lebih baik dilakukan jika berdasarkan kepercayaan ibu yang paling tinggi, yaitu agama. Oleh karena ibu seorang muslim, setelah melakukan napas dalam ada baiknya ibu beristighfar tiga kali. Seperti ini bu, astaghfirullahal’adzim, astaghfirullahal’adzim, astaghfirullahal’adzim. Coba ibu latihan sendiri. Alhamdulillah. Selain beristighfar, meditasi dapat dilakukan juga dengan salat. Setelah napas dalam dan istighfar, tapi emosi ibu belum terkontrol, ada baiknya ibu ambil air wudhu dan salat 2 rakaat. Insya Allah pikiran ibu akan lebih tenang dan emosi ibu lebih terkontrol. Lebih baik lagi apabila salat ibu diakhiri dengan dzikir. Karena saat kita marah, diri kita dikendalikan oleh syaitan. Makanya saat kita marah pasti kita akan memaki-maki orang bahkan sampai melakukan tindak kekerasan seperti yang ibu lakukan. Rasa takut ibu pun akan berkurang karena ibu mendekatkan diri kepada Allah SWT. Allah SWT pasti akan selalu melindungi ibu, jadi sekarang ibu tidak perlu merasa takut lagi. Tidak ada yang perlu ibu takutkan apabila ibu merasa dekat dengan Allah SWT.
3. Terminasi Akhir
ibu, coba ibu sebutkan kemampuan yang ibu dapatkan setelah ibu dirawat disini? Bagus ibu. Apa rencana kegiatan ibu dirumah nanti? Bagaimana kalau ibu mempraktekan apa yang telah ibu dapat di rumah sakit ini? Bagaimana perasaan ibu akan meninggalkan rumah sakit ini? Ya bu, tapi kondisi ibu sudah mengijinkan ibu untuk pulang kerumah dan berkumpul dengan anak-anak ibu. Saya yakin ibu pasti bisa mempraktekan apa yang telah ibu dapatkan di rumah sakit ini di rumah. Baiklah bu, sekarang saya akan memberitahu anak ibu.
Baiklah mas, saya melihat ibu Ana sudah dapat mengontrol rasa marah dan ketakutannya. Saya telah mengajarkan latihan napas dalam dan meditasi kepada ibu Ana. Beliau pun ikut turut serta mempraktekannya diluar sepengetahuan saya. Hasil pemeriksaan dokter pun mendukung beliau boleh pulang kerumah hari ini. Mas perlu memerhatikan kondisi ibu Ana lebih dekat. Sering-sering ajak beliau bercerita tentang perkembangan anak-anaknya. Ibu Ana butuh teman untuk bercerita. Namun saya yakin, ibu Ana sudah dapat mengontrol emosinya tersebut. Ibu Ana termasuk pasien yang cepat belajar.
Terima kasih ya bu atas kerjasamanya selama ini. Apabila masih ada yang ibu kurang paham, ibu dapat menghubungi saya di nomor ini atau ibu dapat datang langsung ke rumah sakit ini. Saya bertugas pada hari Senin-Jumat pukul 07.00 – 14.00. Ya bu, hati hati dijalan.

D. Strategi Tindakan Keperawatan Keluarga
1. Fase Orientasi
A. Proses Keperawatan
1) Kondisi klien: anak umur 6 tahun, berat badan 30 kg, Pertama kali ke rumah sakit karena diare. Tanda-tanda BAB cair lebih dari 5 x, gelisah, mata cekung, terasa haus, dan cubitan kulit perut kembalinya lambat. Sering jajan makanan diluar dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
2) Diagnosa keperawatan: resiko infeksi berhubungan dengan ketidakpeduliaan terhadap kebersihan diri
3) Tujuan: mencegah dan mengontrol penularan infeksi.
4) Tindakan keperawatan: pendidikan cara mencuci tangan yang baik.
B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1) Orientasi
a. Salam terapeutik: selamat pagi ade, selamat pagi ibu. Nama saya suster Fallah Adi Wijayanti, saya senang dipanggil Fallah, umur saya 19 tahun, saya orang sunda. Sekarang saya bertugas di ruang rawat inap RS Sapta Pesona. Saya datang jam 07.00 dan pulang jam 14.00. Nama ade siapa?nama ibu siapa?.
b. Evaluasi/validasi: apa yang rani rasakan sampai datang kemari? bagaimana perasaan rani hari ini?.
c. Kontrak (topik, waktu, tempat):hari ini saya akan mengajarkan tentang mencuci tangan yang baik.Tujuannya untuk membersihkan kuman yang ada ditangan Sehingga dapat mengurangi resiko infeksi. Saya akan melakukannya selama 15 menit di ruangan ini. Jadi dimohon kerjasamanya.
2) Kerja (langkah-langkah tindakan keperawatan)
Baik Rani dan bu Susi sebelum saya menjelaskan dan mempraktekkan tentang mencuci tangan yang baik. Saya akan menyiapkan peralatan yang dibutuhkan dulu ya. Sekarang saya akan menjelaskan tentang mencuci tangan terlebih dahulu kemudian memperaktekkannya. Mencuci tangan sebaiknya dilakukan ketika tangan kotor setelah memegang benda-benda kotor dan alat lainnya. Setelah menyentuh selaput lendir, darah, atau cairan tubuh lainnya. Setelah buang air besar dan buang air kecil. Sebelum dan sesudah makan. Setelah memegang binatang.Tujuan dari mencuci tangan adalah membuang kotoran dan kuman yang menempel di tangan, jadi dapat mengurangi penyebaran infeksi. Mencuci tangan sebaiknya menggunakan sabun karena biar lebih bersih dan kumannya hilang.
Sebelum saya mempraktekkan cara mencuci tangan apakah ada yang mau ditanyakan? Baik, sekarang saya akan mempraktekkan cara mencuci tangan terlebih dahulu setelah itu ade dan ibu bisa mencoba. Gulung lengan baju diatas siku dan lepaskan semua perhiasan dan jam tangan. Basahi tangan sampai pergelangan dengan air yang ada di baskom. Apabila menggunakan kran nyalakan kran. Pertahankan supaya posisi tangan lebih rendah daripada siku selama mencuci tangan agar air mengalir dari daerah yang sedikit kuman ke banyak kuman. Ambil sabun dengan gerakan menggosok dan berputar, gosokan sabun ke tangan meliputi telapak tangan, punggung tangan, jari-jari, sela-sela jari, pergelangan tangan, dan lengan bawah 10-30 detik minimal 5 kali. jika kukunya kotor bersihkan dengan menggunakan sikat kuku. Bilas kedua tangan dengan air bersih dari ujung tangan ke pangkal tangan. Posisi tangan menghadap keatas. Jangan menyipratkan air ke lantai. Keringkan tangan dengan menggunakan tisu atau handuk dari jari tangan sampai lengan. Jika menggunakan kran, matikan kran dengan tisu untuk menghentikan aliran air. Rapihkan peralatan yang telah digunakan.
Ya itu praktek dari saya, selanjutnya Rani atau bu Susi dulu yang ingin mencoba?. Baik bu Susi terlebih dahulu mencoba, nanti apabila ada pertanyaan silahkan ditanyakan ya bu.Wah bagus ibu mempraktekannya dengan baik. Selanjutnya ayo Rani mencoba. Wah ternyata Rani juga sudah baik melakukannya, sering dilakukan ya cuci tangannya. Baik, hari ini kita telah selesai belajar tentang cuci tangan. Terimakasih kerjasamanya.
3) Terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
 Evaluasi klien (subyektif):
Bagaimana perasaan Rani dan bu Susi setelah mempraktekan mencuci tangan? .
 Evaluasi perawat (obyektif):
Coba Rani dan bu Susi ulangi apa yang tadi telah dipelajari.
b. Tindak lanjut klien
Rani dan bu Susi jangan lupa untuk membiasakan mencuci tangan dengan baik sebelum dan sesudah melakukan aktivitas. Ajarkan juga kepada anggota keluarga yang lainnya untuk meningkatkan kebersihan diri.
c. Kontrak yang akan datang (topik, waktu, tempat)
Besok jam 10 kita bertemu lagi, kita diskusi tentang makanan yang sehat dan bergizi. Tempat di ruangan ini ya. Sampai bertemu besok.
2. Fase Kerja
A. Proses Keperawatan
1) Kondisi klien: anak umur 6 tahun, berat badan 30 kg, Pertama kali ke rumah sakit karena diare. Anak Sering jajan makanan diluar sembarangan.
2) Diagnosa keperawatan: kurang pengetahuan tentang makanan yang sehat dan bergizi.
3) Tujuan : mengetahui tentang makanan yang sehat dan bergizi.
4) Tindakan keperawatan: pendidikan tentang makanan yang sehat dan bergizi.
B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1) Orientasi
a. Salam terapeutik: selamat pagi Rani, selamat pagi bu Susi.
b. Evaluasi/validasi: bagaimana tidurnya semalam Ran? BAB nya sudah berkurang? Bagaimana Rani dan bu Susi mencuci tangannya selalu diterapkan?.
c. Kontrak (topik, waktu, tempat): masih ingat apa yang akan kita lakukan pada pertemuan hari ini?. Ya betul Hari ini kita akan diskusi tentang makanan yang sehat dan bergizi. Tujuannya untuk mengetahui makanan yang baik untuk kesehatan dan bergizi. Saya akan melakukannya selama 10 menit di ruangan ini. Jadi dimohon kerjasamanya.
2) Kerja
Baik, pertemuan kali ini kita akan diskusi tentang makanan sehat dan bergizi. Apa yang ibu Susi ketahui tentang makanan yang sehat?. Wah jawabannya sudah baik. Saya akan mencoba melangkapi jawaban bu Susi dengan leaflet makanan sehat dan bergizi. Nah Rani dan Ibu bisa baca leaflet ini apabila ada yang mau ditanyakan silahkan ditanya ya. Kita lihat di lefleat ini makanan yang sehat yaitu makanan yang di dalamnya terkandung zat-zat gizi. Sampai sini ada yang kurang jelas atau mau ditanyakan?. Ya salah satu penyebab dari diare yang diderita Rani juga karena makanan yang tidak sehat, apalagi Rani suka jajan sembarangan jadi pencernaan Rani terganggu akibat makanan yang tidak sehat itu. Baik, sekarang saya akan memberikan pedoman praktis untuk mengatur makanan sehari- hari yang seimbang: makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energy, batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kebutuhan energy, gunakan garam beryodium, makanlah makanan sumber zat besi, biasakan makan pagi, minumlah air bersih, lakukan kegiatan fisik dan olah raga secara teratur, hindari minum minuman beralkohol, makanlah makanan yang aman bagi kesehatan, jangan jajan disembarang tempat, bacalah label pada makanan yang dikemas. Itulah hal-hal yang penting yang harus ibu dan Rani perhatikan. Mungkin sebelum kita mengakhiri pertemuan kali ini ada yang mau di tanyakan lagi bu? Apa ada yang kurang jelas?. Ibu bisa mencoba untuk menerapkan pola makan yang sehat dan bergizi di rumah. Rani mulai sekarang usahakan tidak jajan sembarangan ya lebih baik rani membawa bekal dari rumah yang lebih terjamin kebersihannya.
3) Terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
 Evaluasi klien (subyektif): Bagaimana perasaan bu Susi setelah mengetahui makanan yang sehat dan bergizi?.
 Evaluasi perawat (obyektif): Coba ibu sebutkan apa saja makanan yang sehat dan bergizi? klien dapat menyebutkan kandungan yang ada di makanan bergizi dan kegunaanya.
b. Tindak lanjut klien.
Rani jangan jajan sembarangan lagi ya dan bu Susi dapat mengatur menu makanan sehari-hari yang bergizi sesuai dengan yang telah didiskusikan tadi dapat diterapkan di kehidupan.
c. Kontrak yang akan datang (topik, waktu, tempat)
Kita akan bertemu lagi besok jam 10. Kita akan berdiskusi tentang diare. Tempat di ruangan ini ya. Sampai bertemu besok.
3. Fase Terminasi Akhir
A. Proses Keperawatan
1) Kondisi klien: anak umur 6 tahun, berat badan 30 kg, Pertama kali ke rumah sakit karena diare.
2) Diagnosa keperawatan: Kurang pengetahuan mengenai penyakit yang dialami berhubungan dengan kekurangan informasi tentang penyakit.
3) Tujuan : Klien dapat mengetahui tentang penyakit diare
4) Tindakan keperawatan:
a. Evaluasi SP 1 dan SP 2
b. Perpisahan
B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1) Orientasi
a. Salam terapeutik: selamat pagi Rani, selamat pagi bu Susi.
b. Evaluasi/validasi: Bagaimana keadaan hari ini Ran? Cuci tangan nya dilakukan terus kan? Masih ingat tentang pengetahuan makanan yang sehat dan bergizi kemarin bu Susi?
c. Kontrak (topik, waktu, tempat):
Hari ini merupakan pertemuan terakhir kita. Jadi kita akan berdiskusi tentang penyakit diare. Tujuannya agar dapat mencegah diare dan dapat menanggulangi apabila terkena diare. Kita akan berdiskusi selama 15 menit di ruangan ini.
2) Kerja
Baik, pertemuan terakhir kita ini mari kita diskusi tentang diare. Bu Susi sebelum saya menjelaskan tentang apa itu diare. Apa yang ibu ketahui tentang diare?. Wah jawaban yang bagus. Saya akan mencoba melengkapinya. Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari. Selanjutnya, penyebab diare adalah infeksi bakteri, virus, keracunan, alergi makanan, makanan basi, makanan terlampau banyak lemak, sayuran dimasak kurang matang, dan kebersihan diri yang kurang. Sampai disini ada yang mau ditanyakan?. Diare dapat dicegah dengan: mencuci tangan pakai sabun seperti yang kita telah paelajari pada pertemuan sebelumnya, meminum air minum sehat dan matang, mengelola sampah yang baik supaya makanan tidak tercemar serangga (lalat, kecoa, kutu, lipas, dan lain-lain), membuang air besar dan air kecil pada tempatnya. Jadi, Rani dan bu Susi harus menerapkan pencegahan tersebut di kehidupan agar diare dapat di cegah. Apabila terkena diare, pertolongan pertama yang bisa dilakukan dirumah adalah berikan oralit dengan cara campur garam dapur 1/2 sendok teh, soda kue 1/2 sendok teh, glukosa 1/2 sendok tambahkan dengan air matang 1 liter. Apabila tanda-tanda diare sudah semakin parah sebaiknya di bawa ke dokter. Penjelasan saya cukup. Apa ada yang mau ditanyakan? Ada yang kurang jelas?. Baik, kalo bu Susi sudah mengerti. Jangan lupa untuk diterapkan di rumah ya bu. Semoga di keluarga bu Susi tidak ada yang terkena penyakit diare lagi. Terimakasih atas kerjasamnya selama ini. Maaf kalo ada yang tidak berkenan di hati bu Susi dan Rani
3) Terminasi Akhir
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
 Evaluasi klien (subyektif):
Bagaimana perasaan Rani dan bu Susi setelah dirawat disini?
 Evaluasi perawat (obyektif):
Bu Susi dapat menyebutkan pengetahuan apa saja yang telah didapat selama di rawat. Bu Susi dapat melakukan cuci tangan dengan baik sesuai prosedur.
b. Tindak lanjut klien
 Keluarga bu Susi supaya lebih meningkatkan kebersihan diri misalnya dengan mencuci tangan yang baik, mengatur pola makan yang sehat bagi keluarga, dan melakukan pencegahan terhadap diare.
 Melakukan Kontrol ulang apabila ada tanda-tanda diare masih berlanjut.
c. Eksplorasi perasaan
Bagaimana perasaan Rani dan bu Susi akan pisah dengan saya?

E. Strategi Tindakan Keperawatan Komunitas
1. Fase Orientasi
A. Proses Keperawatan
1) Kondisi klien adalah populasi dengan gizi balita, dimana sebagaian besar orangtua balita tersebut tergolong ekonomi menengah ke bawah dan tingkat pendidikan orangtua balita SD sampai dengan SMP. Lingkungan tempat tinggal di pemukiman yang padat penduduk. Para orangtua balita jarang memeriksa kesehatan dan gizi balita mereka ke posyandu.
2) Diagnosa keperawatan: kurang pengetahuan mengenai gizi bagi balita dan berhubungan dengan kurangnya informasi.
3) Tujuan: Klien dapat mengetahui tentang gizi balitanya dan kandungan yang seimbang buat balitanya.
4) Tindakan keperawatan: penyuluhan gizi dan kandungan gizi balita
B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1) Orientasi
a. Salam Terapeutik : selamat pagi bapak-bapak, selamat pagi ibu-ibu. Nama saya suster Asty Nofika Utami, saya senang dipanggil Asty, umur saya 19 tahun, saya orang Jawa. Sekarang saya bertugas di puskesmas kecamatan pinang. Saya datang jam 07.00 dan pulang jam 17.00.
b. Evaluasi/Validasi : apa kabar bapak-bapak dan ibu-ibu semua?? Baik-baik saja bukan?.
c. Kontrak :
Baiklah, bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian, hari ini saya akan menyampaikan materi dengan topic yaitu penyuluhan gizi dan kandungan gizi balita. Waktunya tidak lama-lama dari jam 08.00 s/d 09.30. Tempat di sini yaitu posyandu komplek. Tujuan saya memberikan penyuluhan ini yaitu untuk menambah pengetahuan klien (orang tua balita) tentang gizi balitanya dan kandungan yang seimbang buat balitanya.
2) Kerja
Baiklah, bapak-bapak dan ibu-ibu sebelumnya ada yang tahu tentang kandungan gizi apa saja yang baik buat balita? bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian saya akan menjelaskan tenyang “ Gizi dan kandungan yang seimbang buat Balita Ibu”. Masa balita adalah periode perkembangan fisik dan mental yang pesat, Masa balita adalah periode perkembangan fisik dan mental yang pesat. Pada masa ini otak balita Ibu telah siap menghadapi berbagai stimuli seperti belajar berjalan dan berbicara lebih lancar. Balita memiliki kebutuhan gizi yang berbeda dari orang dewasa. Mereka butuh lebih banyak lemak dan lebih sedikit serat. Seorang anak yang sehat akan tumbuh dan berkembang dengan normal. Secara fisik, anak sehat dapat dilihat dari naiknya berat badan dan tinggi badan yang teratur, dan proporsional. Secara psikis, anak yang sehat akan terus bertambah cerdas, perasaan bertambah peka, dan dapat bersosialisasi dengan baik. Bukan hanya itu saja, anak yang sehat tampak aktif, gesit, dan gembira serta mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Kurangnya gizi yang diserap oleh tubuh mengakibatkan mudah terserang penyakit, karena gizi memberi pengaruh yang besar terhadap kekebalan tubuh. Gizi bukan hanya mempengaruhi kesehatan tubuh, tetapi dapat juga mempengaruhi kecerdasan. Apabila gizi yang diperlukan oleh otak tidak terpenuhi, otak akan mengalami pengaruh sehingga tidak dapat berkembang secara optimal, sesuai dengan potensi genetiknya. Gizi adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan mempunyai nutrisi yang cukup. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Pada Balita menjaga kekebalan tubuhnya terhadap penyakit harus diberikan makanan yang sehat, yaitu makanan yang tidak mengandung kuman penyakit yang dapat membahayakan tubuh. Zat makanan atau zat gizi yang diperlukan tubuh antara lain karbohidrat, lemak,
protein, vitamin, mineral dan air. Karbohidrat diperlukan oleh tubuh sebagai sumber energy utama. Apabila kekurangan karbohidrat, tubuh akan terasa berat dan lemah. Karbohidrat banyak terdapat pada umbi-umbian. Sedangkan lemak berfungsi untuk melindungi organ tubuh, pelarut vitamin A,D, E, dan K, dan sebagai sumber energi. Protein banyak terdapat pada keju, susu, kelapa, dan avokad. Protien berfungsi untuk mengganti sel-sel tubuh yang rusak, banyak terdapat pada telur, gandum, dan kacang-kacangan. Vitamin berfungsi untuk memperlancar proses pengolahan makanan. Vitamin banyak terdapat pada buah-buahan. Makanan yang mengandung keenam zat gizi tersebut disebut 4 sehat 5 sempurna. Baik, hari ini saya telah selesai memberikan penyuluhan gizi dan kandungan gizi balita. Bapak-bapak dan ibu-ibu tolong ingat apa yang sudah saya sampaikan. Terimakasih kerjasamanya.
3) Terminasi
a. Evaluasi Respon Klien
 Evaluasi klien (subyektif):Bagaimana perasaan bapak-bapak dan ibu-ibu setelah mendapat penyuluhan ini?
 Evaluasi perawat (obyektif):
Coba bapak atau ibu ulangi apa yang telah saya jelaskan tadi
b. Rencana Tindak lanjut
Baiklah, bapak-bapak dan ibu-ibu, dirumah nanti balita kalian jangan lupa diberikan kandungan gizi yang seimbang.
c. Kontrak Yang Akan Datang
Baiklah, pertemuan kita hari ini cukup sampai disini dan pertemuan selanjutanya dengan topic yaitu cara pemberian makanan balita yang sehat, pada jam 10.00 wib dan tempat di Posyandu Komplek. Baik, Sampai bertemu besok.
2. Fase Kerja
A. Proses Keperawatan
1) Kondisi klien: populasi dengan gizi balita, dimana sebagaian besar orangtua balita tersebut tergolong ekonomi menengah ke bawah dan tingkat pendidikan orangtua balita SD sampai dengan SMP. Lingkungan tempat tinggal di pemukiman yang padat penduduk. Para orangtua balita jarang memeriksa kesehatan dan gizi balita mereka ke posyandu.
2) Diagnosa keperawatan : kurang pengetahuan mengenai gizi bagi balita dan pencegahan dari gizi buruk berhubungan dengan kurangnya informasi.
3) Tujuan: klien dapat memahami dan melaksanakan tindakan yang harus di hindari bagi kesehatan balita.
4) Tindakan keperawatan: Penyuluhan tentang pemberian makanan balita yang sehat
B. Strategi komunikasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
1) Orientasi
a. Salam Terapeutik : assalamualaikum, selamat pagi bapak-bapak, selamat pagi ibu-ibu.
a. Evaluasi/Validasi : bagaimana bapak-bapak dan ibu-ibu, apakah PR yang saya suruh sudah diterapkan kepada balita anda?
b. Kontrak :
Baiklah, masih ingat apa yang akan kita lakukan pada pertemuan hari ini? Hari ini saya akan memberikan pengetahuan tentang topic yaitu pemberian makanan balita yang sehat. Waktu tidak lama-lama dari jam 10.00 s/d 13.00. Tempatnya disini yaitu posyandu komplek, Jadi dimohon kerjasamanya. Tujuan saya meberikan materi ini yaitu agar mengetahui pemberian makanan yang sehat untuk balita.
2) Kerja
Sesuai dengan topic yang akan dibicarakan sekarang saya akan memberikan penjelasan tentang pemberian makanan untuk balita agar sehat. Pemberian makanan bagi untuk balita di bagi menjadi 4 kelompok yaitu: Makanan bayi umur 0 – 4 bulan : Cukup berikan ASI saja yaitu ASI eksklusif. ASI diberikan setelah bayi lahir paling lambat setengah jam pertama bayi lahir. Jangan membuang ASI pertama ( kolostrum ), karena kolostrum berwarna kekuning – kuningan mengandung zat gizi bermutu tinggi dan zat kekebalan tubuh yang sangat diperlukan oleh bayi. Makanan anak umur 4 – 6 bulan : ASI terus diberikan makin sering. Anak muali diberikan makanan lumat sebagai makanan pendamping ASI. Misalnya bubur tepung, air buah, pisang lumat, biskuit lumat, bayam rebus dilumatkan dan sebagainya. Makanan anak umur 7 – 12 bulan : ASI terus diberikan, lebih sering, lebih baik anak diberikan makan, misalnya bubur campur yang disaring dapat diberikan pada usia 7 – 9 bulan, bubur beras, nasi tim, dapat diberikan pada usia 10 – 12 bulan. Menginjak umur 10 bulan kenalkan dengan makanan keluargayang lunak. Gunakan berbagai lauk pauk dan sayuran berganti – ganti dalam menyajikan makanan lembek, mulailah dengan 1 kali secara bertahapmenjadi 4 – 5 X / 1 piring sedang. Makanan anak umur 1 tahun keatas : ASI terus diberikan paling tidak sampai usia 2 tahun. Jangan memberikan botol pada usia 1 tahun. Sebaiknya anak mulai diberi makanan setiap hari terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayur mayur, dan buah –buahan. Anjurkan agar anak makan 4 – 5 X/ hari selain ASI. ASI diberikan sampai anak umur 2 tahun. Pada anak umur 2 tahun anak perlu makan dengan jumlah separuh dari jumlah makan ayahnya. Pisahkan dahulu makanan untuk anak, baru untuk kedua orang tuanya. Biasakan anak untuk makan bersama – sama dengan seluruh anggota keluarga. Ada pertanyaan bapak-bapak dan ibu-ibu? Ada yang kurang jelas?. Bapak-bapak dan ibu-ibu bisa mencoba untuk menerapkan pola pemberian makan yang sehat dan bergizi bagi balita anda di rumah.
3) Terminasi
a. Evaluasi Respon Klien
 Evaluasi klien (subyektif): bagaimana perasaan ibu-ibu dan bapak-bapak setelah mengetahui pemberian makanan yang baik buat blita anda?.
 Evaluasi perawat (obyektif):
Coba sebutkan apa saja makanan yang sehat dan bergizi yang telah disebutkan tadi?
b. Rencana Tindak lanjut
Bapak-bapak dan ibu-ibu jangan lupa untuk melakukan apa yang sudah saya beritahu tadi kepada balita ibu-ibu dan bapak semua, dan baiklah ib-ibu dan bapak-bapak hari ini kita telah mengetahui pemberian makanan yang sehat buat balita anda setelah ini kita akan membicarakan tentang cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada balita.
c. Kontrak Yang Akan Datang
Baik, demikian pertemuan kita kali ini dan pertemuan berikutnya saya akan menyampaikan dengan topic yaitu cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada balita, pada jam 14.00 wib, tidak lama-lama ko hanya 30 menit dan tempat di Posyandu Komplek.
3. Fase Terminasi Akhir
A. Proses Keperawatan
1) Kondisi klien adalah populasi dengan gizi balita, dimana sebagaian besar orangtua balita tersebut tergolong ekonomi menengah ke bawah dan tingkat pendidikan orangtua balita SD sampai dengan SMP. Lingkungan tempat tinggal di pemukiman yang padat penduduk. Para orangtua balita jarang memeriksa kesehatan dan gizi balita mereka ke posyandu.
2) Diagnosa keperawatan: kurang pengetahuan mengenai gizi bagi balita dan pencegahan dari gizi buruk berhubungan dengan kurangnya informasi.
3) Tujuan khusus adalah
Klien dapat memahami dan melaksanakan tindakan mencegah terjadinya gizi buruk.
4) Tindakan keperawatan: penyuluhan cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada balita.
B. Strategi komunikasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
1) Orientasi
a. Salam Terapeutik : assalamualaikum, selamat pagi bapak-bapak, selamat pagi ibu-ibu.
b. Evaluasi/Validasi : bagaimana ibu-ibu dan bapak-bapak pemberian makanan yang sehat buat balitanya?
c. Kontrak :
Masih semangat kan mendengarkan informasi tentang gizi balita buat balita anda sekalian? Baiklah, sekarang saya akan menyampaikan dengan topic yaitu cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada balita. Tidak lama-lama waktunya hanya 30 menit dari jam 14.00 s/d 14.30. Tempatnya disini yaitu posyandu komplek. Tujuannya yaitu untuk menambah pengetahuan klien ( orang tua balita) bagaimana cara untuk mencegah gizi buruk pada balita.
2) Kerja
Sebelumnya, apakah masih ingat topic yang saya sampaikan minggu kemarin? Apakah sudah di terapakan kepada ballita nada? Baiklah, Sesuai dengan topic yang akan dibicarakan sekarang saya akan memberikan penjelasan tentang cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada balita. Menimbang begitu pentingnya menjaga kondisi gizi balita untuk pertumbuhan dan kecerdasannya, maka sudah seharusnya para orang tua memperhatikan hal-hal yang dapat mencegah terjadinya kondisi gizi buruk pada anak. Berikut adalah beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak: Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun. Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter. Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit. Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari. Ada pertanyaan bapak-bapak dan ibu-ibu? Ada yang kurang jelas? Bapak-bapak dan ibu-ibu bisa mencoba untuk menanggulangani masalah gizi balita di rumah dan cegahlah sebelum terlambat.
3) Terminasi Akhir
a. Evaluasi Respon Klien
“ baiklah ibu- ibu, waktu kita sudah habis dan karena hari ini adalah pertemuan kita yang terakhir karena ibi-ibu dan bapak-bapak sudah mendapatkan pengetahuan yang banyak tetapi sebelum berpisah saya ingin mengetahui dari pertemuan kita selama ini pengetahuan apa saja yang telah didapatkan oleh ibu-ibu dan bapak-bapak?” “ dan coba ibu lakukan apa yang telah ibu-ibu dan bapak-bapak dapatkan dari yang saya sampaikan...!
“ baiklah ibu-ibu dan bapak-bapak, dari yang telah saya lihat tadi ternyata ibu-ibu dan bapak-bapak sudah bisa mengetahui hal-hal yang baik buat balita anda sekalian. “
b. Rencana Tindak lanjut
bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian,, jangan lupa untuk memantau perkembangan gizi balita anda dan jangan memberikan makanan yang kurang seimbang buat balita anda.
c. Eksplorasi perasaan
Bagaimana perasaan bapak-bapak dan ibu-ibu akan berpisah dengan saya?

2.2 KOMUNIKASI SESUAI SITUASI/KEBUTUHAN KHUSUS
A. Tim Kesehatan, Kelompok dan Transkultural
A.1. Hubungan Interprofesional Tim Kesehatan dan Manajemen Kasus Pasien
Kolaborasi adalah bekerja bersama khususnya dalam usaha menggabungkan pemikiran. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukanan oleh Gray (1989) yang dikutip oleh Berger, Karen, & William (1999), bahwa kolaborasi sebagai suatu proses berfikir dimana pihak yang terlibat memandang aspek-aspek perbedaan dari suatu masalah serta menemukan solusi dari perbedaan tersebut dan keterbatasan padangan mereka terhadap apa yang dapat dilakukan.
Kolaborasi ini juga sangat penting dilakukan oleh para praktisi kesehatan yang tergabung dalam tim profesi kesehatan. Para peneliti menemukan bahwa jiwa kolegalitas dalam professional kesehatan pada intinya ditujukan untuk pelayanan kesehatan yang berkualitas (Knauss, dkk, 1986). Para professional kesehatan perlu berkolaborasi dan bekerjasama satu dengan yang lainnya untuk membantu memecahkan masalah-masalah pelayanan kesehatan yang kompleks.
Untuk menjadi seorang perawat profesional, tidak cukup terlibat secara mendalam dengan klien. Akhirnya, iklim lingkungan kerja akan berpengaruh pada hubungan yang menempatkan perawat dengan klien. Kegagalan dalam berkomunikasi dalam penyedia pelayanan kesehatan adalah faktor umum yang terjadi sehingga dapat berkontribusi pada hasil yang kurang baik dan ketidakpuasan perawat. (Coeling & Cukr, 2000; Tschannen, 2004). Komitmen untuk kolaborasi dalam hubungan kerja dengan profesi lain menolong mempertahankan kualitas pelayanan kesehatan.
Fokus dalam segmen model komunikasi kesehatan dapat melukiskan hubungan interpersonal dalam tim kesehatan. Northouse (1998) mengungkapkan ada 3 area permasalahan yang dimiliki dalam hubungan interprofesional yaitu:
1) Stres Peranan (Role Stress)
2) Rendahnya pemahaman interpersonal (lack of interpersonal understanding)
3) Otonomi yang keras (autonomy struggle)
Bertemu dengan orang sakit setiap hari merupakan tugas yang tidak mudah. Pekerjaan profesional kesehatan secara konstan menempatkan mereka dalam kontak dengan pasien yang sedang bergelut dengan kondisi kritis dalam hidupnya dan mereka sedang mencoba mengatasi emosi atau penyakit yang serius. Sumber masalah role stress yang dialami para professional kesehatan berhubungan dengan penyelesaian peran professional itu sendiri. Jenis role stress dibagi dua jenis yaitu role conflict dan role overload. Kasus role conflict dapat ditunjukan salah satunya dengan reality shock.
Kramer (1974) dalam teorinya tentang Reality Shock menjelaskan bahwa stress dapat disebabkan oleh adanya kesenjangan atau perbedaan antara lingkungan pendidikan dengan pelayanan. Hal itu biasanya dialami oleh lulusan perawat baru. Perawat Yanti sebagai perawat baru yang bekerja di sebuah Rumah Sakit merasakan bahwa pendidikan yang ia tempuh selama ini ternyata belum cukup untuk mempersiapkan dirinya dalam lingkungan kerja. Perawat Yanti akhirnya mengalami reality shock yang menyebabkan terhambatnya komunikasi terapeutik antara perawat dan klien. Karena baru pertama masuk dunia kerja, perawat Yanti juga merasakan kesulitan berkomunikasi dengan tim kesehatan lain, apalagi untuk berbicara di depan suatu forum tim kesehatan.
Hubungan interpersonal antara perawat dan profesi lain pun harus terpelihara dengan baik. Hubungan tersebut dapat diwujudkan dengan meningkatkan pemahaman interpersonal mengenai peran masing-masing individu atau profesi. Perawat Yanti harus paham benar tentang perannya sebagai perawat dan berusaha tidak memasuki batas wilayah peran profesi lainnya sehingga tidak memicu konflik internal tim kesehatan. Kolaborasi antara perawat Yanti dengan perawat atau tim kesehatan lain dapat terwujud jika hubungan interpersonal perawat Yanti berjalan dengan baik.
Area-area rentang konflik seperti yang digambarkan di atas merupakan hal yang perlu diwaspadai, terutama dalam menjalin kolaborasi antar anggota tim kesehatan atau interprofesional. Untuk mempertahankan hubungan yang harmonis serta mengurangi beban stress di lingkungan kerja, akhirnya para professional kesehatan membuat jadwal pertemuan rutin yang digunakan sebagai sarana sharing atau berdiskusi tentang masalah-masalah yang ada di lingkungan kerja. Pertemuan tersebut antara lain rapat rutin tim kesehatan dan case conference.
Rapat Tim Kesehatan
Rapat tim kesehatan adalah media komunikasi antara tim kesehatan (rapat multidisiplin) untuk membahas manajerial ruang untuk membicarakan hal-hal yang terkait dengan manajerial.
Tujuan rapat tim keehatan yaitu menyamakan persepsi terhadap informasi yang didapat dari masalah yang ditemukan (khususnya masalah manajerial), meningkatkan kesinambungan pemberian pelayanan kesehatan, mengurangi kesalahan informasi, dan meningkatkan koordinasi antara anggota tim kesehatan.
Case conference
Konferensi kasus meliputi pertemuan-pertemuan yang dijadwalkan secara rutin (Regularly Scheduled Series or Conferences). Pertemuan tersebut dilaksanakan harian, mingguan, atau bulanan untuk diskusi tentang masalah-masalah manajemen pasien spesifik untuk meningkatkan perawatan pasien dalam sebuah institusi. Case conference adalah diskusi kelompok tim kesehatan tentang kasus asuhan keperawatan klien atau keluarga. Setiap tim kesehatan memiliki jadwal case conference masing-masing dan biasanya diadakan dua kali tiap bulannya.
Peserta case conference melibatkan tim kesehatan yang terkait seperti perawat, dokter, atau anggota profesi lainnya jika diperlukan. Waktu pertemuan dua kali dalam sebulan atau disesuaikan dengan kondisi atau tingkat urgensi kasus, dan lamnya pertemuan tentatif. Tujuan diadakannya case conference yaitu mengenal kasus dan permasalahannya, mendiskusikan kasus untuk mencari alternatif penyelesaian masalah asuhan keperawatan, meningkatkan koordinasi dalam rencana pemberian asuhan keperawatan, dan meningkatkan pengetahuan dan wawasan dalam mengangani kasus.
Case conference juga digunakan untuk mengembalikan konflik dalam kolaborasi (Arnold & Boggs, 2007), yaitu dengan cara:
 mengutarakan inisiatif untuk mendiskusikan masalah
 menggunakan keterampilan mendengar aktif
 menyediakan dokumentasi data yang relevan terhadap isu
 mengajukan resolusi
 menciptakan iklim dimana para pertisipan memandang negosiasi sebagai sebuah usaha kolaborasi
 membuat ringkasan yang jelas terhadap hasil feedback
 merekam semua keputusan dalam sebuah catatan
Kegiatan case conference ini harus melalui tahap persiapan sebelumnya. Perawat Dewi dapat memilih salah satu topik yang akan disampaikan dalam case conference. Topik tersebut meliputi kasus pasien baru, kasus pasien yang tidak ada perkembangan, kasus pasien pulang, kasus pasien yang meninggal, dan kasus pasien dengan masalah yang jarang ditemukan. Pemilihan topik dapat dilakukan dengan mengkaji terlebih dahulu data-data pasien yang selama ini dipegang oleh perawat Yanti. Dengan data-data tersebut, perawat Yanti dapat membuat suatu analisa permasalahan yang akan disampaikan saat case conference.
Case conference sebagai salah satu kegiatan penting dalam proses kolaborasi antara tim kesehatan. Kolaborasi merupakan proses kompleks yang membutuhkan sharing pengetahuan yang direncanakan dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien. Kolaborasi dalam case conference ini meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator tentang suatu permasalahan dalam asuhan keperawatan. Efektifitas hubungan kolaborasi profesional membutuhkan mutual respek baik setuju atau ketidaksetujuan yang dicapai dalam interaksi tersebut. Partnership kolaborasi merupakan usaha yang baik sebab dapat menghasilkan outcome yang lebih baik bagi pasien.

A.2. Keperawatan Transkultural Terhadap Perawat, Klien Serta Tenaga Medis
Budaya adalah sesuatu yang kompleks yang mengandung pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hokum, kebiasaan dan kecakapan lain yang merupakan kebiasaan manusia sebagai anggota komunitas setempat. Keperawatan transkultural adalah ilmu dan kiat yang humanis yang difokuskan pada perilaku individu atau kelompok serta proses untuk mempertahankan atau meningkatkan perilaku sehat atau perilaku sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya. Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah untuk mengembangkan sains dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada kultur yang spesifik(lebih ke bahasa) dan universal(budaya berolahraga).
Teori keperawatan atau konsep model dalam keperawatan merupakan teori yang mendasari bagaimana seorang perawat dalam mengaplikasikan praktik keperawatan, beberapa teori diantaranya adalah teori adaptasi dari roy , teori komunikasi terapeutik dari peplau, teorigoal atteccment dari bety newman dan sebagainya. Leininger’s konsep model yang dikenal dengan sunrise modelnya merupakan salah satu teori yang diap;ikasikan dalam praktik keperawatan. Leininger berasal dari ilmu antropologi, tapi konsep ini relevan untuk keperawatan. Leininger mendefinisikan “Transkultural nursing” sebagai area yang luas dalam keperawatan yang mana berfokus dalam komparatif studi dan analisis perbedaan kultur dan subkultur dengan menghargai perilaku caring, nursing care, dan nilai sehat sakit, kepercayaan dan pola tingkah laku dengan tujuan perkembangan ilmu dan humanistic body of knowledge untuk kultur yang universal dalam keperawatan.
Aplikasi teori dalam transkultural dalam keperawatan diharapkan adanya kesadaran dan apresiasi terhadap perbeaan kultur. Hal ini berarti perawat yang professional memiliki pengetahuan dan praktek yang berdasarkan kultur secara konsep petencanaan dan untuk praktik keperawatn. Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah untuk mengembangkan sains dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada kultur yang spesifik dan universal kultur yang spesifik adalah kultur dengan nilai-nilai dan norma spesifik yang dimiliki oleh kelompok laen. Kultur yang universal adalah nilai-nilai dan norma – norma yang diyakini dan dilakukan hamper semua kultur seperti budaya minum the dapat membuat tubuh sehat. Leininger mengembangkan dteorinya dari perbadaan kultur dan universal berdasarkan kepercayaan bahwa masyarakat dengan perbedaan kultur dapat menjadi sumber informasi dan menentuan jenis perawatan yang diinginkan dari pemberian peleyanan yang professional, karena kultur adalah pola kehidupan masyarakat yang berpengaruh terhadap keputusan dan tindakan.
Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap :
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada "Sunrise Model" yaitu :
a. Faktor teknologi (tecnological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan
kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.
b. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang
berdampak positif terhadap kesehatan.
c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
d. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah : posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.
e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara
pembayaran untuk klien yang dirawat.
f. Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor
atau patungan antar anggota keluarga.
g. Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh buktibukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang
perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan. Terdapat tiga diagnosa keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
3. Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu : mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan
kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
a. Cultural care preservation/maintenance
1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses melahirkan dan perawatan bayi
2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b. Cultural careaccomodation/negotiation
1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana
kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan kliendan standar etik
c. Cultual care repartening/reconstruction
1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan melaksanakannya
2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
3) Gunakan pihak ketiga bila perlu
4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan
yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua
5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
4. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

B.Penyakit Kronik, Penyakit Terminal dan Penyakit Kondisi Khusus
B.1. Penyakit Kronik
1. Fase Orientasi
A. Proses Keperawatan
1) Kondisi
Ibu Hana seorang penderita diabetes melitus mengalami luka gangren pada kakinya sehingga kakinya terasa kaku dan sulit untuk digerakkan. Selain itu, luka itu sering terasa gatal dan terdapat sinus. Ibu Hana mengaku susah tidur.
2) Diagnosa
Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas (kaki)
3) Tujuan
a. Untuk menimbulkan kepercayaan klien terhadap perawat dan mengetahui kondisi klien yang sedang dialaminya.
b. Untuk memberikan dan mengajarkan perawatan luka kepada klien agar klien dapat melakukan juga secara mandiri.
c. Mengajarkan mobilisasi kaki pada klien sehingga kaki tidak terasa kaku lagi dan pergerakan kaki lebih luas.
4) Tindakan Keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya dengan cara menyapa klien dengan ramah.
b. Melakukan perawatan luka yang benar.
c. Klien dapat melakukan pergerakan/mobilisasi kaki secara mandiri dengan cara perawat memperagakan terlebih dahulu.
B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1). Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi ibu?, perkenalkan nama saya suster Sudarti, saya senang dipanggil suster darti”. “ nama ibu siapa?, dan ibu senangnya di panggil apa”? baiklah bu, disini saya akan membantu ibu untuk membantu proses penyembuhan penyakit ibu dan semoga kita dapat bekerja sama dengan baik untuk mempercepat penyembuhan ibu”.
b. Evaluasi/Validasi
“ bagaimana perasaan ibu hari ini?” apakah ibu dapat tidur dengan nyenyak malam ini? dan apa sebenarnya yang menyebabkan ibu tidak dapat tidur dengan nyenyak?
c. Kontrak
Baiklah ibu, dibangsal ini tepatnya ditempat tidur ibu ini selama 10 menit, saya akan bercakap-cakap dengan ibu mengenai kebiasaan yang dilakukan ibu dalam kaitannya dengan luka ibu.
2) Kerja
Biasanya ibu kalau dirumah suka memakan makanan yang berlemak tidak? Apakah ibu sering melakukan olah raga atau berupa pergerakan kecil dari anggota tubuh ibu? Apakah ibu sering merasakan gatal pada luka ibu? Apakah ibu sering menggaruk-garuk luka ibu? Pernahkah ibu melakukan perawatan luka dengan baik? Apakah luka ibu pernah mengeluarkan nanah? Kalau ada nanahnya atau cairan lain apa yang biasanya dilakukan ibu? Apakah dari luka ibu sering menimbulkan nyeri dan menyebabkan kaki ibu menjadi kaku sehingga sulit untuk digerakkan?
3) Terminasi
a. Evaluasi
“Baiklah ibu, gimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap selama 10 menit tadi”? “Apakah ada yang ingin ibu tanyakan kepada saya?”
“Kalau tidak ada yang ditanyakan, cobalah ibu ulangi tentang apa yang telah tadi bicarakan...!”
b. Rencana tindak lanjut
“setelah ini kita akan membicarakan mengenai cara perawatan luka dengan benar”
c. Kontrak
“ baiklah ibu, waktu kita sudah habis, saya rasa pertemuan kita kali ini cukup sampai disini”. “ Bagaimana kalau besok sekitar pukul 10 kita dan bertempat disini kita akan membicarakan perawatan luka selama 15 menit..?” “baiklah sesuai kesepakatan kita, kita akan bertemu besok pukul 10 bertempat disini.”
“terima kasih ibu atas kerja samanya untuk hari ini, dan sampai bertemu lagi besok, semoga ibu lekas sembuh”.
2. Fase Kerja
A. Proses Keperawatan
1) Kondisi
Ibu Hana seorang penderita diabetes melitus mengalami luka gangren pada kakinya sehingga kakinya terasa kaku dan sulit untuk digerakkan. Selain itu, luka itu sering terasa gatal dan terdapat sinus. Ibu Hana mengaku susah tidur.
2) Diagnosa
Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas (kaki)
3) Tujuan
a. Untuk menimbulkan kepercayaan klien terhadap perawat dan mengetahui kondisi klien yang sedang dialaminya.
b. Untuk memberikan dan mengajarkan perawatan luka kepada klien agar klien dapat melakukan juga secara mandiri.
c. Mengajarkan mobilisasi kaki pada klien sehingga kaki tidak terasa kaku lagi dan pergerakan kaki lebih luas.
4) Tindakan Keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya dengan cara menyapa klien dengan ramah.
b. Melakukan perawatan luka yang benar.
c. Klien dapat melakukan pergerakan/mobilisasi kaki secara mandiri dengan cara perawat memperagakan terlebih dahulu.
B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1) Orientasi
a. Salam terapeutik
“ selamat pagi ibu hana, masih ingat dengan nama saya tidak?” “coba ibu sebutkan siapa nama saya, alhamdulillah, ternyata ibu masih dengan nama saya”.
b. Evaluasi/Validasi
“ wah, kelihatannya ibu hana sudah lebih segar dan gembira daripada kemari?” “ apakah karena keluarga ibu sudah disini semua untuk menunggu ibu, atau semalan sudah dapat tidur dengan nyenyak?”
c. Kontrak
“ pertemuan kemarin, kita telah membahas tentang kondisi luka ibu dan sekarang sesuai dengan kesepakatan kita kemarin, ditempat tidur ibu ini selama 15 menit kita akan membahas bagaimana cara perawatan luka ibu yang benar sekaligus saya akan memberikan perawatannya pada luka ibu, apakah bisa dimulai sekarang ibu hana?”
2) Kerja
“ ibu hana, apakah ibu sebelumnya sudah tahu cara perawatan luka yang benar itu seperti apa”. “terima kasih atas jawabannya, ibu”. “ya, jawaban ibu bagus sekali tapi akan lebih baik jika dalam perawatan luka, ibu juga harus memperhatikan kebersihan tangan ibu”. “ baiklah, sekarang saya akan melakukan perawatan terhadap luka ibu agar tidak bertambah parah, dan ibu juga harus menyimak dengan baik agar dapat melakukan perawatan luka dengan benar”. Pertama, kita lihat kondisi luka ibu apakah kotor atau ada pus-nya atau tidak, setelah itu baru saya akan melakukan perawatan luka tapi terlebih dahulu harus mencuci tangan dan memakai sarung tangan steril. Saya akan membersihkan luka ibu dengan antiseptik (NaCl) dan kassa steril. Karena luka ibu ada sinusnya maka harus disemprot dengan NaCl. Setelah luka dibersihkan, lalu saya akan menutup dengan kassa basah yang diberi larutan NaCl lalu dibalutkan disekitar luas luka. Jaringan luar luka jaga agar tidak tertutupi kassa sebab akan menimbulkan masrasi (pembengkakan). Setelah luka ditutup dengan kassa basah bercampur NaCl, lalu saya akan metutup kembali dengan kassa steril yang kering untuk selanjutnya dibalut.”
3) Terminasi
a. Evaluasi
“ bagaimana perasaan ibu hana setelah saya melakukan perawatan luka ini?” “apakah rasa nyeri dan gatalnya sedikit berkurang?” “ dan apakah kaki ibu masih terasa kaku untuk digerakkan?”
“setelah saya memperagakan perawatan terhadap luka ibu hana, apakah sekarang ibu Hana sudah mengerti bagaimana cara perawatan luka yang benar”. “ bagus sekali, ternyata ibu Hana sangat mudah menangkap apa yang saya jelaskan tadi, yang perlu diingat kita harus menjaga kebersihan tangan kita pada saat mau memegang luka ibu Hana dan jangan sering menggaruk luka ibu karena akan memperparah/memperlebar luka ibu”.
b. Rencana Tindak Lanjut
“ baiklah ibu Hana, hari ini kita telah melakukan cara perawatan luka yang benar setelah ini kita akan membicarakan tentang mobilisasi agar pergerakan kaki ibu Hana bertambah luas dan tidak terasa kaku lagi”.
c. Kontrak
“ tidak terasa 15 menit telah berlalu tanpa terasa, saya rasa pertemuan kita berakhir disini”.
“ kira-kira kapan kita akan melakukan pertemuan lagi? Dimana? Dan pada pukul berapa?”
“baiklah, bagaimana kalau besok kita melakukan pertemuan di tempat ini lagi, pada pukul 15.00 WIB selama 15 menit untuk membahas/memberikan pengetahuan mengenai pemberian mobilisasi ringan agar kaki ibu tidak kaku lagi, dan menghindari luka tambahan.”
3. Fase Terminasi Akhir
A. Proses Keperawatan
1) Kondisi
Ibu Hana seorang penderita diabetes melitus mengalami luka gangren pada kakinya sehingga kakinya terasa kaku dan sulit untuk digerakkan. Selain itu, luka itu sering terasa gatal dan terdapat sinus. Ibu Hana mengaku susah tidur.
2) Diagnosa
Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas (kaki)
3) Tujuan
a. Untuk menimbulkan kepercayaan klien terhadap perawat dan mengetahui kondisi klien yang sedang dialaminya.
b. Untuk memberikan dan mengajarkan perawatan luka kepada klien agar klien dapat melakukan juga secara mandiri.
c. Mengajarkan mobilisasi kaki pada klien sehingga kaki tidak terasa kaku lagi dan pergerakan kaki lebih luas.
4) Tindakan Keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya dengan cara menyapa klien dengan ramah.
b. Melakukan perawatan luka yang benar.
c. Klien dapat melakukan pergerakan/mobilisasi kaki secara mandiri dengan cara perawat memperagakan terlebih dahulu.
B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1) Orientasi
a. Salam terapeutik
“ selamat sore, ibu hana?” “gimana kabar ibu hari ini?” kelihatannya hari ini wajah ibu kelihatan cerah dan bersemangat sekali? Apakah ibu sudah makan?”
b. Evaluasi/Validasi
“bagaimana ibu, apakah ibu sudah mencoba perawatan luka yang kemarin saya ajarkan pada ibu?” “baguslah kalau ibu sudah mencobanya dan sekarang sudah lancar melakukannya sendiri.’
c. Kontrak
“ kemarin kita telah belajar tentang perawatan luka dan ibu sekarang sudah bisa mempraktekan dengan lancar, sekarang seperti yang telah kita sepakati kemarin bertempat disini selama 15 menit, saya akan mengajarkan bagaimana cara mobilisasi ringan anggota tubuh ibu terutama kaki ibu agar tidak kaku lagi”. “baiklah ibu Hana, bisakah kita mulai sekarang?”
2) Kerja
“kemarin, kita telah membahas perawatan luka untuk luka ibu dan sekarang luka ibu juga sudah agak mendingan.” “ untuk mempercepat kesembuhan ibu, saya akan melakukan mobilisasi agar kaki ibu tidak terasa kaku lagi”
“baiklah ibu hana, saya akan mulai latihan pergerakan pada kaki ibu untuk mengurangi kekakuan.” “ saya harap, ibu juga memperhatikan dengan seksama agar kalau tidak ada saya, ibu dapat menggerak-gerakan kaki ibu secara mandri agar terasa lebih baik lagi.” “ pertama cuci tangan, posisikan pasien duduk tegak diatas bangku dengan kaki menyentuh lantai, jari-jari kedua belah kaki diluruskan keatas lalu dibengkokkan kembali kebawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali, Dengan meletakkan tumit salah satu kaki dilantai, angkat telapak kaki ke atas. Pada kaki lainnya, jari-jari kaki diletakkan di lantai dengan tumit kaki diangkatkan ke atas. Cara ini dilakukan bersamaan pada kaki kiri dan kanan secara bergantian dan diulangi sebanyak 10 kali. Tumit kaki diletakkan di lantai. Bagian ujung kaki diangkat ke atas dan buat gerakan memutar dengan pergerakkan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali, Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Tumit diangkat dan buat gerakan memutar dengan pergerakkan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.”
3) Terminasi Akhir
a. Evaluasi Hasil
“ baiklah ibu Hana, waktu kita sudah habis dan karena hari ini adalah pertemuan kita yang terakhir karena luka ibu sudah membaik maka ibu sudah diperbolehkan pulang, tetapi sebelum berpisah saya ingin mengetahui dari pertemuan kita selama ini kemampuan apa saja yang telah didapatkan oleh ibu?” “ dan coba ibu lakukan apa yang telah ibu dapatkan dari perawatan di rumah sakit ini...!
“ baiklah ibu Hana, dari yang telah saya lihat tadi ternyata ibu sudah bisa melakukan perawatan luka yang baik dan dapat melakukan mobilisasi ringan pada kaki ibu untuk mengurangi kekakuan pada kaki ibu”. “ saya hanya dapat berpesan semua yang telah ibu Hana dapatkan selama perawatan di rumah sakit juga harus dilakukan secara rutin di rumah agar luka ibu cepat sembuh!”

b. Tindak Lanjut
“ apa rencana ibu setelah keluar dari rumah sakit ini?”
“ sudah tahukah dimana tempat dan waktu kontrol ibu?
“apa saja pantangan makanan yang harus di patuhi ibu di rumah agar tidak memperparah luka ibu?”
“apa gejala dan tanda yang harus diperhatikan saat di rumah?”
c. Eksplorasi Perasaan
“ bagaimana perasaan ibu Hana mengetahui akan meninggalkan rumah sakit?”
d. Hal yang sama dilakukan pada keluarga
Evaluasi hasil
“ pengetahuan apa saja yang telah keluarga ibu Hana dapatkan selam proses perawatan ini?”
“saya ingin lihat apakah kelurga ibu Hana dapat memperagakan apa yang telah kita dapatkan selama di rumah sakit?”
Tindak Lanjut
“ keluarga ibu Hana, apakah rencana ke depannya setelah ibu Hana boleh di izinkan keluar dari rumah sakit?”
“apa gejala dan tanda yang harus kelurga ibu Hana perhatikan?”
“apakah kelurga ibu Hana sudah mengetahui tempat dan waktu kontrol ibu Hana setelah keluar dari rumah sakit?”
“apa pantangan makanan yang tidak boleh dimakan oleh ibu Hana?”
Eksplorasi Perasaan
“bagaimana perasaan keluarga ibu Hana setelah mengetahui bahwa ibu Hana sudag diperbolehkan pulang?”
B.2. Penyakit Terminal
1. Fase Orientasi
A. Proses Keperawatan
1) Kondisi
Ny I adalah seorang wanita yang berusia 68 tahun dengan penyakit karsinoma hepatoseluler (KHS) stadium akhir, kanker telah menyebar ke bagian tubuh yang lain. Ia mengalami penurunan berat badan yang cukup signifikan dan anoreksia disertai dengan hilangnya kekuatan tubuh dan anemia. Seringkali Ia mengeluhkan mengalami nyeri hebat di bagian abdomen. Ny I sudah mengetahui akan kondisi kesehatannya dan ia menunjukkan ketakutan bahwa kematian akan datang menjemputnya dengan begitu cepat. Keluarga Ny I sangat perhatian terhadap kondisi yang diderita Ny I, namun Ny I sering mengeluhkan ia merasa begitu hampa dan kesepian.Ny I beragama Islam dan berasal dari suku Jawa.
2) Diagnosa
Nyeri yang berhubungan dengan perbesaran hati dan asites
3) Tujuan
a. Mengurangi rasa nyeri yang dirasakan klien
b. Mengurangi rasa ketakutan klien terhadap penyakit yang ia derita
c. Mengurasi rasa kesepian yang dirasakan klien
d. Merencanakan program pemenuhan gizi yang baik bagi klien
4) Tindakan Keperawatan
B. Strategi Pelaksanaan Klien Tindakan Keperawatan
1. Orientasi
a. Salam
Assalamualaikum, Selamat Pagi Ibu I. Saya Mujiati Alifah Wardani, Mahasiswa FIK UI, akan merawat Ibu pada shift pagi ini. Ibu dapat memanggil saya perawat MJ.Saya yang akan bertanggung jawab terhadap perawatan Ibu pada shift ini. Apa saja yang terkait dengan perawatan Ibu silakan hubungi saya selama shift pagi ini.
b. Evaluasi dan Validasi
Bagaimana kabar ibu hari ini?. Apakah ibu dapat tidur nyenyak tadi malam?.
Apakah rasa nyerinya sering timbul selama ibu beraktivitas?. Dalam rentang 1 hingga 10, berapa skala nyeri yang ibu rasakan?. Maksud Ibu, Ibu merasakan nyeri dengan skala 8 setiap beraktivitas dan terkadang juga terasa saat Ibu tidur?.
c. Kontrak
Baiklah, pada jam 08.00 hingga jam 08.10 ini, saya akan mengajarkan Ibu mengenai latihan napas dalam. Latihan napas dalam ini sangat berguna untuk mengurangi rasa nyeri yang ibu rasakan sehingga nantinya Ibu akan merasa lebih nyaman. Caranya mudah, saya akan menunjukkan contoh yang dapat Ibu ikuti. Latihan ini hanya 10 menit dan tempatnya di ruangan ini. Apakah ibu bersedia untuk mengikuti latihan ini?.
2. Kerja
Kita mulai ya Bu. Latihan napas dalam adalah satu teknik relaksasi yang dapat Ibu terapkan. Tujuannya adalah untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan. Caranya sangat mudah –sembari memperagakan-. Pertama, tarik napas dalam secara perlahan-lahan, kemudian tahan selama 3 detik. Setelah itu, Ibu hembuskan perlahan-lahan. Baik, saya ulangi caranya ya Bu, pertama-tama, tarik napas dalam secara perlahan-lahan, kemudian tahan 3 detik. Setelah itu, Ibu hembuskan perlahan.
Ya, sekarang Ibu dapat mencobanya –sembari membantu dengan memberikan instruksi, latihan dilakukan selama 2 hingga 3 kali-
Apakah Ibu sudah merasa lebih nyaman?. Ibu dapat melakukan teknik ini jika Ibu merasakan nyeri. Ibu dapat melakukannya selama 10-15 menit.Selain teknik ini, Ibu juga dapat melakukan beberapa teknik lain untuk mengurangi rasa nyeri yang Ibu rasakan seperti mendengarkan musik yang Ibu sukai. Ibu suka musik apa?. Ibu dapat menyetelnya melalui telepon genggam atau mp3 yang Ibu miliki. Hal itu dapat mengurangi rasa nyeri yang Ibu rasakan. Ibu dapat mempaktikannya dengan mudah.
3. Terminasi
Latihan sesi ini sudah selesai Ibu. Bagaimana perasaan Ibu?. Apakah rasa nyerinya masih terasa sakit?. Ibu dapat mempraktikkan yang tadi saya ajarkan jika Ibu merasa nyeri atau membutuhkan relaksasi.
Baiklah, Pertemuan sesi ini sampai di sini ya Bu. Saya akan kembali lagi jam 10.00 untuk mengecek keadaan Ibu. Jika Ibu ada perlu dengan saya, Ibu dapat menghubungi saya. Terima kasih atas kerjasamanya. Selamat pagi, Assalamualaikum.
2. Fase Kerja
A. Proses Keperawatan
1) Kondisi
Ny I adalah seorang wanita yang berusia 68 tahun dengan penyakit karsinoma hepatoseluler (KHS) stadium akhir, kanker telah menyebar ke bagian tubuh yang lain. Ia mengalami penurunan berat badan yang cukup signifikan dan anoreksia disertai dengan hilangnya kekuatan tubuh dan anemia. Seringkali Ia mengeluhkan mengalami nyeri hebat di bagian abdomen. Ny I sudah mengetahui akan kondisi kesehatannya dan ia menunjukkan ketakutan bahwa kematian akan datang menjemputnya dengan begitu cepat. Keluarga Ny I sangat perhatian terhadap kondisi yang diderita Ny I, namun Ny I sering mengeluhkan ia merasa begitu hampa dan kesepian.Ny I beragama Islam dan berasal dari suku Jawa.
2) Diagnosa
Ketidakseimbangan nutrisi yang berhubungan dengan anoreksia
3) Tujuan
a. Mengurangi rasa nyeri yang dirasakan klien
b. Mengurangi rasa ketakutan klien terhadap penyakit yang ia derita
c. Mengurasi rasa kesepian yang dirasakan klien
d. Merencanakan program pemenuhan gizi yang baik bagi klien
4) Tindakan Keperawatan
B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Orientasi
a. Salam
Assalamualaikum, Selamat Pagi Ibu.
b. Evaluasi dan Validasi
Bagaimana kondisi saat ini?. Apakah rasa nyeri masih sering timbul?. Ibu sudah mencoba latihan yang tadi saya ajarkan?. Bagaimana perasaan Ibu sekarang?.
Jadi, sekarang rasa nyerinya sudah tidak terlalu sakit lagi setelah Ibu memcoba latiha napas dalam yang tadi saya ajarkan?.
c. Kontrak
Iya, selama sesi ini, saya akan mengganti botol infus Ibu karena cairan yang berada di dalamnya saya lihat sudah habis serta mendiskusikan mengenai program pemenuhan nutrisi Ibu.Ini sangat mudah Ibu. Ibu rileks saja. Ini tidak akan memakan waktu yang lama.
2. Kerja
Kita mulai ya Bu, saya akan mengganti botol infuse Ibu. Ini sangat mudah, tidak memakan waktu lama. Hanya 10 menit saja Ibu. Ibu rileks saja, tidak usah terlalu tegang. Botolnya sudah saya ganti dengan yang baru. Bagaimana keadaan Ibu?, Apakah merasa lebih baik? Jarum infusnya terasa sakit?.
Baiklah.Begini Ibu.-ganti topik-.Melihat kebutuhan nutrisi Ibu yang belum tercukupi sebagai dampak dari penyakit yang Ibu derita. Ahli gizi dari tim kesehatan kami telah membuat berbagai pilihan menu makanan sebagai salah satu program pemenuhan nutrisi klien. Di sini ada berbagai menu yang dapat Ibu lihat –menunjukkan catatan mengenai menu-. Ibu suka yang mana?. Ini semua sudah melalui pertimbangan ahli gizi sehingga Ibu aman untuk mengkonsumsi segala jenis makanan yang tertera di sini. Ibu dapat memilih beberapa diantaranya dan mengkombinasikannya sesuai dengan yang Ibu sukai. Semua menu yang ada di sini sudah dihitung nilai kalorinya serta porsi yang akan diberikan sesuai dengan kebutuhan klien. Ibu tidak perlu khawatir, ini aman untuk dikonsumsi Bu. Tentu, kita dapat mengubah menu makanan Ibu sesuai dengan pertimbangan ahli gizi dan sesuai pula dengan selera Ibu. Ibu ingin mengubah menu makanan Ibu?. Ibu suka yang mana?.Nanti saya akan mencoba menkonsultasikan lebih lanjut pada ahli gizi di tim kami.
3. Terminasi
Iya, ini sudah selesai Bu. Infusnya sudah saya ganti ya Bu. , bagaimana kondisi Ibu?.Sekarang,apakah Ibu masih terasa lemas?
Kita juga sudah mendiskusikan mengenai program pemenuhan nutrisi dan Ibu telah memilih beberapa diantaranya. Hasil diskusi tadi akan saya konsultasikan kepada ahli gizi Ibu.Baiklah, Pertemuan sesi ini sampai di sini ya Bu. Saya akan kembali lagi jam 13.00 untuk mengecek keadaan Ibu. Jika Ibu ada perlu dengan saya, Ibu dapat menghubungi saya. Terima kasih atas kerjasamanya. Selamat pagi, Assalamualaikum.
3. Fase Terminasi Akhir
A. Proses keperawatan
1) Kondisi
Ny I adalah seorang wanita yang berusia 68 tahun dengan penyakit karsinoma hepatoseluler (KHS) stadium akhir, kanker telah menyebar ke bagian tubuh yang lain. Ia mengalami penurunan berat badan yang cukup signifikan dan anoreksia disertai dengan hilangnya kekuatan tubuh dan anemia. Seringkali Ia mengeluhkan mengalami nyeri hebat di bagian abdomen. Ny I sudah mengetahui akan kondisi kesehatannya dan ia menunjukkan ketakutan bahwa kematian akan datang menjemputnya dengan begitu cepat. Keluarga Ny I sangat perhatian terhadap kondisi yang diderita Ny I, namun Ny I sering mengeluhkan ia merasa begitu hampa dan kesepian.Ny I beragama Islam dan berasal dari suku Jawa.
2) Diagnosa
Risiko isolasi sosial berhubungan dengan takut penolakan sekunder akibat kanker
3) Tujuan
a. Mengurangi rasa nyeri yang dirasakan klien
b. Mengurangi rasa ketakutan klien terhadap penyakit yang ia derita
c. Mengurasi rasa kesepian yang dirasakan klien
d. Merencanakan program pemenuhan gizi yang baik bagi klien
4) Tindakan Keperawatan
B. Strategi Pelaksanaan Klien Tindakan Keperawatan
1. Orientasi
a. Salam
Assalamualaikum, Selamat Siang Ibu.
b. Evaluasi dan Validasi
Bagaimana kondisi Ibu saat ini?. Apakah Ibu sudah dapat beristirahat dengan nyaman?. Apakah rasa nyeri masih sering timbul?.Sepertinya Ibu terlihat murung saat ini. Apakah ada hal yang mengganggu pikiran Ibu?
Jadi, Ibu merasa ketakutan dengan penyakit Ibu, benar begitu?.
Apakah Ibu dapat menceritakannya?. Mengapa Ibu merasa demikian?.
c. Kontrak
Karena Ibu mengalami masalah, sepertinya pada sesi ini kita akan mencoba mencari solusi mengenai masalah Ibu. Sejak kapan Ibu mulai merasakan itu?.
2. Kerja
Jadi, Ibu merasa tidak nyaman dengan kondisi itu?.Apakah Ibu dapat menjelaskannya?Begini, menurut pendapat saya Bu. Itu merupakan hal wajar Bu. Setiap orang jika ada di posisi Ibu kemungkinan besar merasakan hal yang sama seperti Ibu.Ibu dapat berdo’a kepada Allah untuk mengangkat penyakit Ibu dan. Penyakit merupakan ujian yang diberikan Allah kepada hambaNya, sehingga hanya kepadaNya saja kita dapat meminta pertolongan . Namun, kita tidak lupa berikhtiar, seperti Ibu yang lakukan saat ini, mencoba mengobatinya. Menurut saya, yang Ibu lakukan sudah benar.-memberi dukungan-
Keluarga Ibu juga begitu perhatian kepada Ibu. Itu berarti, mereka masih menyayangi Ibu dan mengharapkan Ibu agar segera sembuh. Oleh karena itu, Ibu tidak boleh putus asa dalam berjuang melawan penyakit yang Ibu derita. Saya yakin, jika ada kemauan dan tekad, semua pasti ada jalan menuju kesembuhan.
3. Terminasi Akhir
Sepertinya pertemuan kita hari ini sudah selesai. Shift saya sudah selesai. Bagaimana perasaan Ibu sekarang?. Apakah sudah merasa lebih baik?.Rasa nyerinya bagaimana?. Sudah tidak terlalu sakit?.
Baiklah, cukup sekian pertemua kita. Selanjutnya Ibu akan dirawat oleh teman saya yang bekerja di shift berikutnya. Terima kasih atas kerjasamanya ya Bu. Saya mohon maaf jika ada hal yang tidak berkenan di hati Ibu. Saya permisi dulu. Assalamualaikum.Selamat Siang Ibu.





















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keterampilan komunikasi dalam bidang keperawatan adalah proses untuk menciptakan hubungan perawat - klien, dan untuk mengenal kebutuhan klien serta menentukan rencana tindakan dan kerja sama dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Memberikan asuhan keperawatan untuk membantu klien memecahkan masalah, karena kemampuan komunikasi tidak dapat dipisahkan dari tingkah laku seseorang yang melibatkan aktifitas (fisik, mental, latar belakang sosial, pendidikan, atau pengalaman) demi tujuan yang ingin dicapai. Komunikasi terapeutik merupakan bentuk hubungan interpersonal antara perawat dan klien. Komunikasi terapeutik difokuskan untuk kesembuhan klien sehingga teknik komunikasi yang digunakan oleh perawat harus disesuaikan dengan kondisi klien. Ada 4 fase dalam melakukan hubungan antara perawat-klien yaitu fase prainteraksi, orientasi, kerja, dan terminasi yang diharapkan dapat diterapkan pada semua area keperawatan secara holistik.
Secara umum pada saat pertama kali perawat berjumpa dengan klien maka terjadilah proses perkenalan, Selanjutnya dari pertemuan tersebut Perawat mengkaji kebutuhan klien yang utama. Dari hasil pengkajian perawat menentukan diagnosa yang tepat dan membuat rencana asuhan keperawatan yang akan dilaksanakan pada saat intervensi. Pelaksanaan intervensi keperawatan terdapat dalam fase orientasi dan kerja. Evaluasi asuhan keperawatan dilaksanakan pada fase terminasi baik itu pada fase terminasi sementara maupun fase terminasi akhir.

3.2 Saran
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan diperlukan kemampuan atau keterampilan dalam berkomunikasi tidak hanya kepada klien tetapi juga terhadap sesama perawat maupun tim dan para praktisi kesehatan, Sehingga penting sekali bagi perawat memiliki kemampuan berkomunikasi secara terapeutik agar tujuan dari asuhan keperawatan dapat tercapai secara maksimal.






Analisa Proses Interaksi

Inisial Klien : S
Status Interaksi Perawat klien : Fase Orientasi pertemuan pertama
Lingkungan : Tempat tidur klien di ruang rawat klien
Deskripsi klien : Ny. S yang mengalami operasi jahitan luka sayatan di bagian perut yang cukup dalam. Ny.S tampak meringis menahan nyeri. Ny. S baru pertama kali bertemu Perawat R
Tujuan : Klien dapat mengatasi nyeri yang diderita setelah operasi dengan napas dalam. Nama Mahasiswa : Rasya Marhamantunnisa
Hari/ Tanggal : Kamis, 26 Februari 2009
Jam : 09.00 WIB
Bangsal : Lily


Komunikasi Verbal Komunikasi non Verbal Analisa berpusat pada Perawat Analisa berpusat pada Klien Rasional
P: Selamat pagi Ibu! P: Kontak mata, tersenyum, mendekat ke klien,sikap terbuka
K: Tersenyum P: berharap klien mau terbukadan mau merespon



K: menerima kehadiran P Salam terapeutik : media untuk menghargai klien
Kontak mata: cara untuk membina hubungan saling percaya
K: Pagi Mbak… K: Tersenyum


P: Tersenyum


P: menunjukan penghargaan dan siap membantu K: mulai membuka diri dan percaya pada perawat R
P: perkenalkan nama saya Ns. R. Saya senang dipanggil R. Saya mahasiswi FIK UI yang sedang praktek lapangan disini dan akan merawat Ibu selama dua hari kedepan. Sebelumnya, Bolehkah saya tahu nama Ibu? Ibu senangnya dipanggil apa?” P: Suara lembut, kontak mata, mempertahankan jarak yang dekat dan sikap terbuka






K: memperhatikan dan mendengarkan dengan baik, mempertahankan kontak mata P: berharap klien dapat lebih percaya pada P, mengenal secara personal dengan baik










K: Mulai mengenali dan percaya pada P Memperkenalkan diri terlebih dahulu dapat mengurangi kecurigaan klien sehingga tidak merasa terancam jika langsung ditanya identitas diri.
K: Nama saya Syaraniq. Saya senang dipanggil bu Syara. K: suara agak bergetar, mempertahankan kontak mata, tersenyum namun tidak lebar
P: Tersenyum





P: menerima kepercayaan klien K: percaya pada P dan suara yang bergetar karena menahan sakit
P: Bagaimana perasaan Ibu saat ini? Apakah ada yang menggangu pikiran Ibu sekarang? P: sikap terbuka, memperhatikan keadaan klien
K: kontak mata, menahan sakit P: mencoba menggali masalah yang dialami K


K: memiliki permasalahan Eksplorasi perasaan :
Untuk membuka topik pembicaraan dan membantu klien lebih rileks dalam berinteraksi selanjutnya.
K: Iya Mbak, daerah sekitar jahitan luka saya terasa nyeri K: kontak mata dan menunjukan bagian yang nyeri

P: memperhatikan bagian yang ditunjukan klien



P: siap membantu dan mencarikan solusi K: percaya pada P dan mau mengungkapkan masalah yang dialami
P: Baiklah Ibu, bagaimana kalau pagi ini kita berbincang-bincang tentang keadaan Ibu. Kita juga akan membicarakan tentang teknik napas dalam untuk mengatasi rasa nyeri yang Ibu rasakan. Kita akan berbincang kira-kira selama dua puluh menit. P: kontak mata, mempertahankan sikap terbuka








K: kontak mata P: menawarkan solusi dan memperlihatkan kesiapan membantu










K: telah percaya pada P dan siap menerima solusi yang ditawarkan Memperlihatkan kesiagaan membantu membuat klien semakin percaya pada perawat. Adanya kontrak waktu membuat klien merasa tidak terbebani dan siap.
K: Iya, baiklah Mbak… K: kontak mata, tersenyum

P: kontak mata, tersenyum


P: mempertahankan kepercayaan yang telah diberikan K: siap dibantu dan menerima solusi yang ditawarkan P
P: Ibu ingin kita berbincang-bincang dimana? P: mempertahankan sikap terbuka
K: kontak mata, perhatian terjaga P: Menghargai K

K: Kepercayaan ke P terjaga Meminta pendapat, dapat membuat K merasa dihargai
K: Menurut Mbak baiknya dimana? K: kontak mata



P: kontak mata, tersenyum



P: menerima kepercayaan klien K: Mempercayai pilihan P dan merasa pilihan P lebih baik
P: Bagaimana jika di ruangan ini saja Bu? P: kontak mata, tersenyum
K: tersenyum dan kontak mata P: memberikan solusi terbaik

K: menerima solusi yang ditawarkan Memberikan solusi segera setelah diminta dapat membuat klien semakin percaya pada P
K: Iya deh, Mbak… K: kontak mata dan terbuka
P: tersenyum kontak mata

P: menerima keputusan klien K: Kepercayaan pada P meningkat
P: Baik Bu sebelumnya saya ingin tahu, apa Ibu sebelumnya pernah mengalami operasi? P: kontak mata, mempertahankan sikap terbuka

K: kontak mata P: mencoba memasuki masalah yang dialami klien



K: menerima pertanyaan perawat Pertanyaan tertutup: Menanyakan masa lalu klien agar dapat mengetahui kondisi klien saat ini dan solusi yang mungkin diambil
K: Belum pernah Mbak… Ini yang pertama kali K: kontak mata, agak bingung
P: kontak mata, mempertahankan sikap terbuka

P: siap menerima keadaan klien K: merasa sedikit khawatir
P: Bagaimana perasaan Ibu setelah menjalani operasi? P: terbuka, kontak mata
K: kontak mata P: siap menerima keadaan klien

K: Menerima perhatian P Eksplorasi perasaan: klien dapat mengungkapkan kondisi yang dialami
K: Daerah sekitar jahitan terasa nyeri Mbak K: terbuka, kontak mata
P: terbuka kontak mata, tersenyum, mengangguk

P: Dapat menerima dan mulai merasakan empati K: membuka diri dan percaya p
P: Jika dinilai dari nominal satu sampai sepuluh, kira-kira rasa nyeri yang Ibu rasakan berada dinominal berapa Ibu? P: Mendekatkan diri ke klien, tangan menunjuk 1 dan 10, kontak mata
K: memperhatikan gerakan perawat P: ingin meng-explore kondisi klien dari sisi klien sendiri



K: menerima perhatian perawat Pertanyaan tertutup: mendapatkan standar yang jelas mengenai yang ditanyakan
K: Sekitar delapan Mbak… K: raut muka seperti berpikir, tidak kontak mata
P: memperhatikan klien dengan seksama


P: perhatian yang menyeluruh K: mengenali nyeri yang dirasakan
P: Selama ini, bagaimana Ibu mengatasi nyeri yang Ibu alami? P: terbuka, kontak mata, memperhatikan klien
K: kontak mata P: memperhatikan lebih dekat lagi



K: menerima perhatian perawat Agar mengetahui koping yang selama ini dilakukan untuk mengatasi nyeri
K: Hanya ganti ganti posisi tidur Mbak… K: kontak mata, raut muka datar
P: kontak mata

P: menerima jawaban klien K: memperlihatkan ketidakpuasan
P: Nah, untuk lebih mengurangi rasa nyeri yang Ibu derita, bagaimana kalau kita berlatih napas dalam? Tidak lama kok Bu, hanya sepuluh menit saja. P: kontak mata, tangan terbuka





K: kontak mata, memperhatikan perawat P: menunjukan perhatian kepada klien






K: siap menerima tindakan perawat Pertanyaan tertutup: mempersiapkan klien menerima tindakan selanjutnya
Kontrak waktu: memperjelas seberapa lama tindakan akan dilakukan
K: iya Mbak K: mengangguk, kotak mata
P: mengangguk, nendekatkan diri

P: penerimaan sikap klien K: siap menerima tindakan perawat
P: Apakah Ibu tahu bagaimana cara napas dalam? P: kontak mata, tangan terbuka
K: kontak mata P: siap menerima klien

K: perhatian yang terpusat pada P Mengexplore seberapa jauh pengetahuan klien
K: Tidak Mbak, memangnya seperti apa? K: Kontak mata, raut muka bingung
P: tersenyum

P: siap membantu klien K: ingin tahu, penasaran
P: Baiklah, sekarang Ibu menempatkan diri pada posisi nyaman Ibu. Mengambil napas dalam yang baik adalah dengan menarik napas yang dalam kemudian tahan 5-7 detik kemudian secara perlahan-lahan dikeluarkan melalui mulut. Saya akan mencoba mempraktekkannya. P: membantu klien tidur nyaman, tangan mempraktekan gerakan, kontak mata
K:memperhatikan setiap gerakan perawat P: membantu klien seoptimal yang bisa dilakukan, perhatian yang menyeluruh





K: perhatian yang menyeluruh pada perawat Gerakan saat mempraktekkan dan perhatian dapat mengambil perhatian klien dan apa yang diajarkan lebih mudah diterima.
K: Oo, begitu ya Mbak? K: kontak mata, raut muka binggung
P: tersenyum, kontak mata

P: keberterimaan perawat terhadap reaksi klien K: mendapatkan pengetahuan baru
P: Nah, coba Ibu praktekkan. P: tangan mempersilahkan, kontak mata
K:kontak mata, kaget P: memberi penghargaan pada klien


K: tidak siap dengan instruksi perawat Meminta klien untuk mengulangi tindakan: evaluasi proses pengajaran
K: Begini ya Mbak… K: mempraktekan napas dalam

P: memperhatikan klien


P: perhatian ke klien agar dapat mengevaluasi K: Kepercayaan dan kepatuhan kepada perawat meningkat
P: Iya Bu, bagus sekali. Bagaimana Bu, efeknya? P:tersenyum, kontak mata, tangan terbuka
K: kontak mata, tersenyum P: siap menerima klien apa adanya


K:siap bersikap Reinforcement: memberikan penghargaan pada klien. Evaluasi pengaruh dari tindakan
K: Lebih baik Mbak, cukup berkurang rasa nyerinya. K: Kontak mata, tersenyum, raut muka cerah, mengangguk
P: kontak mata, tersenyum



P: puas terhadap tindakan K: kepuasan terhadap tindakan klien
P: Iya. Alhamdulillah. Ibu bisa melakukan napas dalam tersebut jika Ibu merasakan nyeri lagi. Berarti sekarang kita bisa memasukkannya ke dalam jadwal ya Bu. Berapa kali Ibu akan melakukan napas dalam selama saya tidak bersama dengan Ibu? P: kontak mata, tersenyum

K: kontak mata, tersenyum P:menunjukan perhatian pada klien


K: menerima perhatian klien Penjadwalan agar sebagai evaluasi efektifitas tindakan
K: Ehm, berapa ya? Tiga kali saja boleh tidak Mbak? K:raut muka berpikir, kontak mata diakhir pertanyaan
P:memperhatikan klien


P: siap membantu K:keraguan menentukan target
P: Baik, tiga kali ya Bu? Oya, selain napas dalam Ibu juga bisa mengalihkan perhatian Ibu dengan membayangkan Ibu berada di suatu tempat yang Ibu suka. Misalnya, jika Ibu suka pantai maka bayangkanlah Ibu berada di pantai. Atau bisa juga Ibu memutar musik yang Ibu suka. Perasaan bahagia membayangkan tempat kesukaan ataupun mendengarkan musik dapat mengurangi rasa nyeri yang Ibu rasakan. Bagaimana perasaan Ibu A setelah tadi kita berbincang-bincang? P: kontak mata, tangan terbuka, tersenyum
K: kontak mata, memperhatikan perawat P: setuju dengan keputusan klien, siap membantu


K: perawat menjadi perhatian utama Mengulangi kata-kata: memastikan lagi jawaabn klien
Memberi Informasi tanpa diminta: menunjukan perhatian yang lebih
Ekplorasi perasaan: evaluasi subjektif interaksi yang terjalin dari sisi klien
K: Saya senang Mbak. Sekarang saya sudah tahu cara mengatasi rasa nyeri. K:tersenyum lebar, kontak mata
P:tersenyum

P: menghargai K K: senang dengan interaksi yang terjadi
P: Bisa Ibu ulangi lagi? P:kontak mata, tersenyum
K:kontak mata P:kesiapan menerima keadaan klien

K:perhatian ke P Evaluasi Objektif tindakan keperawatan
K:Iya Mbak. Mengurangi nyeri bisa dengan napas dalam . ditahan 5-7 detik kemudian di keuarkan perlahan-lahan lewat mulut. K:tidak kontak mata, raut muka berpikir

P:memperhatikan klien dengan seksama


P: menerima keadaan klien K: cukup mengerti tindakan yang diajarkan
P: Ya bagus sekali Ibu. Baik Bu, besok pagi saya akan kesini lagi untuk mengganti balutan luka Ibu. Kira-kira jam berapa Ibu dapat meluangkan waktu? P: Kontak mata




K:kontak mata P: memberi persiapan pada klien untuk tindakan selanjutnya




K: keberterimaan klien terhadap P Kontrak yang akan datang: memberi kesiapan pada klien untuk tindakan keperawatan selanjutnya
K: Pukul sembilan saja Mbak, tapi di sini saja ya Mbak? K: kontak mata tersenyum
P:kontak mata, tersenyum

P: penerimaan perawat K: ketetapan sikap
P: Baiklah. Oya, jika Ibu membutuhkan bantuan saya, Ibu dapat memanggil saya ke sini antara pukul 09.00-14.00 WIB karena itu waktu bertugas saya. Ibu dapat memanggil saya dengan menekan tombol merah di samping tempat tidur Ibu. P: kontak mata, tersenyum


K: kontak mata, tersenyum P: kesediaan membantu klien, menyatakan keterbukaan P



K: penerimaan K terhadap P Pemberian rasa aman terhadap Klien
K: Baik Mbak! K:Tersenyum,kontak mata
P: tersenyum

P: penerimaan P K: persetujuan tindakan P
P: Baiklah Bu, sampai ketemu besok ya. Selamat Pagi! P: Tersenyum, melambaikan tangan
K:Tersenyum P: meninggalkan klien

K:kesiapan di tinggal Salam teurapetik: memberi penghargaan sebelum meninggalkan klien
K: Selamat Pagi! K: tersenyum, melembaikan tangan
K: penerimaan kepergian perawat





DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo, Tjokronegoro.2002. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu.cet 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Brunner & Suddarth. 2002. Medical surgical nursing. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall.1997. Buku saku diagnosa keperawatan. edisi 6 alih bahasa YasminAsih. Jakarta : EGC.
Cyber Nurse. 2009. Konsep diabetes mellitus. http://forum.ciremai.com/index.php?option=com_content&view=article&id=7:konsep-diabetes-melitus&catid=7:keperawatan-medikal-bedah&Itemid=20
Ellis,R.,Gates, R, & Kenworthy,N. (2000). Komunikasi Interpersonal Dalam Keperawatan: Teori dan Praktik.Alih Bahasa :Susi Purwoko. Jakarta: EGC.
Ester, Monica. 2005. Pedoman perawatan pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Fortune, Karen Lee. 2003. Mental Health Nursing 5 th ed. Pearson education, inc. BAB 2. h. 54-67.
Hardani, Rika. Pola makan sehat. http://kharisma.de/files/home/makalah_rika.pdf. (8 Oktober 2009)
Hernawati, Dedeh. 2007. Luka gangrene pada diabetic. http://fikunpad.unpad.ac.id/?p=88 17 Februari 2007
Hidayat, A.A. (2004). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Hal 18-33.
Hinchliff, Sue.(1997).Kamus Keperawatan. Alih bahasa oleh dr.Andry Hartono.Jakarta: EGC
Irman. 2008. Askep DM. http://fikunpad.unpad.ac.id/?p=101.12. (7 Oktober 2009).
Ismael, Sofyan.dkk.(1991). Ilmu kesehatan Anak. Jakarta: UI Press
Jenny, M.P, et all. Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah psikososial dan gangguan jiwa. http://usupress.usu.ac.id/files/Asuhan%20Keperawatan%20pada%20Klien%20dengan%20Masalah%20Psikososial%20dan%20Gangguan%20Jiwa_Final.pdf. (7 Oktober 2009).
Keliat, B.A, Panjaitan, R.U., & Helena, N. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Kozier, Erb. Berman. Snyder. (2004). Fudamental of nursing: Concepts, process, and practice. Seventh Edition. New Jersey : Pearson Education. Inc.
Lestari.“Asuhan Keperawatan”. http://jovandc.multiply.com/journal/item/35/HALUSINASI. (6 Oktober 2009).
Mahmudah, L. 2006. Rencana Asuhan KeperawatanPsikiatri. Edesi ke 3. Jakarta: EGC
Nency, Y dan Arifin, M.T. 2005. Gizi buruk, ancaman generasi yang hilang. Inovasi Edisi Vol. 5/XVII/November 2005: Inovasi Online.
Nita. Mengetahui status gizi balita. http://medicastore.com/artikel/247/Mengetahui_Status_Gizi_Balita_Anda.html ( 06 Oktober 2009).
Notoatmodjo, S 1997, Ilmu Perilaku dan komunikasi Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Purwanto, H. (1998). Komunikasi untuk Perawat. Jakarta:EGC
Notoatmojo, Soekidjo. 2003. Prinsip-prinsip dasar ilmu kesehatan masyarakat. Cetakan ke-2. Jakarta: Rineka cipta
Panji. Gizi balita. http://puskesmas-oke.com/2008/12/gizi-balita.html ( 06 Oktober 2009)
Potter & Perry. (1997). Fundamental keperawatan volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Potter, P.A. &Perry,A.G. (1997). Fundamentals of nursing: Concepts, process, and practice. 4th Ed.St. Louis: Mosby
Potter, P.A & Perry, A.G.(2005). Fundamental Of Nrsing: Concepts, Process, and Practice. Eds 4. Jakarta: EGC
Santosa, sugeng. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: PT.Rieneka Cipta.
Smeltzer,S.C,.Bare,B.G, (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.Eighth Edition.Jakarta: EGC.
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (2005). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. Ed ke 5. St. Louis: Mosby Year Book.
Stuart, G.W. dan Lairaia, M.T. (2005). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. Edisi ke 8. St. Louis: Elsevier Mosby.
Swasono. M.F, (1997), Kehamilan, kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi dalam
Konteks Budaya, Jakarta, UI Press
Town send, Mary C. 2000.Psychiatric Mental Nursing Concept of Care 3 th ed. Philadelphia: F.A. Devis Company. BAB 6. h.89-99
Tyo. ”Promosi Kesehatan”. http://www.kuliah-keperawatan.co.cc/2009/04/sap-ansietas.html. (6 Oktober 2009).
USAID. Diare. http://www.esp.or.id/handwashing/media/diare.pdf. (8 Oktober 2009)
Yani, A & Hamid, S. ( 1998). Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Yosep, I. (2007). Keperawatan Jiwa. Cetakan 1. Bandung: PT Refika Aditama.
http://www.canceradvice.co.uk/hepatocellular-carcinoma/(Senin,06/10/2009, 12.15)
http://brighamrad.harvard.edu/Cases/bwh/hcache/335/full.html/( Senin,06/10/2009, 12.18)
http://www.patient.co.uk/showdoc/40002369/( Senin,06/10/2009, 12.23)
http://www.umm.edu/ency/article/000280.htm/( Senin,06/10/2009, 12.30)
http://www.umm.edu/ency/article/000280sym.htm/( Senin,06/10/2009, 12.32)
http://www.umm.edu/ency/article/000280all.htm/( Senin,06/10/2009, 12.35)
http://esynopsis.uchc.edu/S218.htm/( Senin,06/10/2009, 12.37)
http://staff.ui.ac.id/Mustikasari/2009.Analisis Proses Interaksi. Pdf
http://www.inna-ppni.or.id/index.php?name=file=118 (diunduh 5 0ktober 2009 pukul 13.20 WIB)